May 2015 ~ Akademi Asuransi

Apa Itu Freight Forwarder?


Freight Forwarder adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang keagenan yang mengurusi pengiriman dan penerimaan barang Export dan Import. Freight Forwarder ini bisa dikatakan sebagai agent Shipping Agent / Carrier.

Apa yang ditawarkan Freight Forwarder kepada kita?. Mereka menawarkan jasa pengiriman / penerimaan cargo baik untuk export maupun import, dengan menggunakan service udara atau laut dengan berbagai variasi harga dan service pelayanan. Artinya, servive pengiriman yang ditawarkan oleh Freight Forwarder itu jauh lebih bervariasi daripada Shipping Agent. Koq bisa?...

Begini, Freight Forwarder itu memiliki banyak kerjasama dengan para Shipping Agent, mereka memiliki kontrak kerja dengan para Shipping Agent. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika Freight Forwarder dapat memberikan variasi penawaran harga dan schedule kapal/pesawat yang berbeda-beda kepada customer-nya.

Freight Forwarder juga menerbitkan Bill Of Lading sendiri. Lalu apakah setiap Freight Forwarder itu memiliki kantor cabang di seluruh penjuru dunia?. Jika Freight Forwarder itu adalah sebuah perusahaan, maka barang tentu mereka akan membuka kantor cabang di setiap kota-kota pelabuhan di penjuru dunia. Hanya saja, sangat jarang perusahaan forwarder yang berskala besar. Paling besar, mereka hanya memiliki perwakilan kantor cabang mereka di beberapa Kota besar di Negara Besar saja.

Lalu, bagaimana cara mereka kerjanya?. Freight Forwarder juga memiliki kerjasama dengan agent yang bergerak di bidang yang sama di luar negeri. Jadi misalnya kita pake jasa freight forwarder PT. ANGIN SEPOI-SEPOI di Jakarta, maka agent yang nantinya akan mengurusi cargo kiriman kita di USA adalah PLEASE CALM DOWN, INC. Kenapa bisa begini, karena PT. ANGIN SEPOI-SEPOI memiliki kerjasama dengan agent di USA yang bernama PLEASE CALM DOWN, INC.

Gimana jika saya mau kirim cargo ke AUSTRALIA apakah agent disana juga sama?. Ya belum tentu juga, bisa jadi PT. ANGIN SEPOI-SEPOI bekerjasama dengan agent di AUSTRALIA yang bernama MBOEH THEMEN, LTD.

Sumber: http://tentangexportimport.blogspot.com/2010/07/apa-itu-freight-forwarder.html
Share:

Bill Of Lading

A. DEFINISI

Bill of Lading (B/L) atau biasa disebut juga Konosemen adalah surat tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut yang juga merupakan tanda bukti kepemilikan barang dan juga sebagai bukti adanya kontrak atau perjanjian pengangkutan barang melalui laut. Banyak istilah yang pengertian dan maksudnya sama dengan B/L seperti Air Waybill untuk pengangkutan dengan pesawat udara, Railway Consignmnet Note untuk pengangkutan menggunakan kereta api dan sebagainya.

Untuk lebih memudahkan pemahaman disini kita menggunakan istilah B/L. Dalam bahasa Indonesia B/L sering disebut dengan konosemen, merupakan dokumen pengapalan yang paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Asli B/L menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang dan tanpa B/L seseorang atau pihak lain yang ditunjuk tidak dapat menerima barang-barang yang disebutkan di dalam B/L.



B. PIHAK-PIHAK YANG TERCANTUM DALAM B/L


Penggunaan B/L sebagai bagian dari dokumen yang dibutuhkan dalam perdagangan ekspor impor melibatkan berbagai pihak, antara lain:

  1. Shipper yaitu pihak yang bertindak sebagai beneficiary.
  2. Consignee yaitu pihak yang diberitahukan tentang tibanya barang-barang
  3. Notify party yaitu pihak yang ditetapkan dalam L/C
  4. Carrier yaitu pihak pengangkutan atau perusahaan pelayaran

C. FUNGSI POKOK B/L

B/L memiliki fungsi antara lain:
  1. Bukti tanda penerimaan barang, yaitu barang-barang yang diterima oleh pengangkut (carrier) dari shipper (pengirim barang atau eksportir) ke suatu tempat tujuan dan selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada pihak penerima (consignee atau importir)
  2. Bukti pemilikan atas barang (document of title) , yang menyatakan bahwa orang yang memegang B/L merupakan pemilik dari barang-barang yang tercantum pada B/L/
  3. Bukti perjanjian pengangkutan dan penyerahan barang antara pihak pengangkut dengan pengiriman.

D. PEMILIKAN BILL OF LOADING (B/L)

Kepemilikan suatu B/L dapat didasarkan kepada beberapa hal antara lain:

1. B/L atas pemegang (Bearer B/L)
Jenis B/L ini jarang digunakan. Yang dimaksud dengan “bearer” adalah pemegang B/L dan karena itu setiap orang yang memegang atau memiliki B/L tersebut dapat menagih barang-barang yang tersebut pada B/L. Jenis ini mencantumkan kata “bearer” di bawah alamat consignee.
2. Atas nama dan kepada order (B/L made out to order)
Pada B/L ini akan tercantum kalimat “consigned to order of” di depan atau di belakang nama consignee atau kepada notify address. Biasanya syarat B/L demikian ini ditandai dengan mencantumkan kata order pada kotak consignee pada B/L yang bersangkutan.
Pemilikan B/L ini dapat dipindahkan oleh consignee kepada orang lain dengan endorsement yaitu menandatangani bagian belakang B/L tersebut.
3. B/L atas Nama (straight B/L)
Bila sebuah B/L diterbitkan dengan mencantumkan nama si penerima barang (consignee) maka B/L tersebut disebut B/L atas nama (straight B/L). Pada straight B/L menggunakan kata-kata “consigned to” atau “to” yang diletakkan diatas alamat dari consignee tersebut. Apabila diinginkan pemindahan hak milik barang-barang tersebut maka haruslah dengan cara membuat pernyataan pemindahan hak milik yang disebut declaration of assignment, dan bilamana dilakukan endorsement maka pemindahan pemilikan tersebut tidak dianggap berlaku.

E. JENIS-JENIS B/L

Suatu B/L dapat dibedakan berdasarkan penyataan yang terdapat pada B/L tersebut, dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Received for Shipment B/L
B/L yang menunjukkan bahwa barang-barang telah diterima oleh perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, tetapi belum benar –benar dimuat atau dikapalkan pada batas waktu yang ditetapkan dalam L/C yang bersangkutan. Resiko yang mungkin akan terjadi pada B/L jenis ini adalah:
  • Kemungkinan barang akan dimuat dengan kapal lain.
  • Bila terjadi pemogokan, barang-barang tersebut terbengkalai dan rusak.
  • Kemungkinan penambahan ongkos atau biaya lain seperti sewa gudang dan sebagainya.
2. Shipped on Bard B/L
B/L yang dikeluarkan apabila perusahaan perkapalan yang bersangkutan mengakui bahwa barang-barang yang akan dikirim benar-nebar telah berada atau dimuat diatas kapal.
3. Short Form B/L
B/L yang hanya mencantumkan ctatan singkat tentang barang ynag dikapalkan (tidak termasuk syarat-syarat pengangkutan).
4. Long Form B/L
B/L yang memuat seluruh syarat-syarat pengangkutan secara terperinci.
5. Through B/L
B/L yang dikeluarkan apabila terjadi transhipment akibat dari tidak tersedianya jasa langsung ke pelabuhan tujuan.
6. Combined Transport B/L
B/L yang digunakan pada saat terjadi transhipment dilanjutkan kemudian dengan pengangkutan darat.
7. Charter Party B/L
B/L yang digunakan apabila pengangkutan barang menggunakan “charter” (sewa borongan sebagian / sebuah kapal).
8. Liner B/L
B/L yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang dengan kapal yang telah memiliki jalur perjalanan serta persinggahan yang terjadwal dengan baik.
FUNGSI-FUNGSI B/L:

1. Document of Receipt / Received Of The Goods! : Tanda Terima Barang atau Muatan
2. Contract of Carriage / Kontrak Pengangkutan.
3. Document of Title / Title Document / Bukti Kepemilikan Barang atau Pihak Yang Berhak Mengambil Barang di Pe!abuhan Pembongkaran
JENIS/MACAM B/L:

- ORDER B/L: B/L atas perintah (order) yang menyatakan barang daiam B/L diterima menurut perintah pengirim (shipper) yang namanya tercantum dalam B/L. Penerima Barang (consignee) dapat  memindahkan hak atas barang dalam B/L kepada pihak lain.
– NEGOTIABLE B/L: B/L yang dapat diperdagangkan / mencantumkan kata “order” (…. consignee or order). Cara pemindahannya kepada penerima dengan rneng-endorsed / endorsement.
– STRAIGHTB/L: B/L atas nama (nama penerima barang / consignee). Not Negotiable / tidak dapat diperdagangkan atau mengalihkan dengan cara endorsement.
– DOMESTIC B/L: B/L untuk pengangkutan regional atau lokal.
– DIRECT B/L: B/L yang berlaku untuk pengangkutan barang ekspor oleh perusahaan pelayaran samudra.
– THROUGH B/L: B/L yang beriaku atas barang yang diangkut oleh kapal pengangkut pertama (First Carrier) laIu diteruskan oleh pengangkut kedua (Second Carrier) ke pelabuhan tujuan. Seluruh pengangkutan tersebut (first & second carrier) hanya menggunakan satu B/L.
– SHIPPED B/L: B/L yang dikeluarkan oieh pengangkut untuk barang yang telah dimuat kedalam kapal.
– TO BE SHIPPED B/L (RECEIVED FOR SHIPMENT): B/L yang barangnya telah diterima pengangkut (disimpan dalam gudang pengangkut atau gudang / tempat yang ditunjuk pengangkut) namun barang belum dimuat kedalam kapal.
– CLEAN B/L: B/L bersih. Tidak ada catatan pihak pengangkut mengenai penyimpangan / kerusakan / kekurangan barang atau pengepakan / kemasannya pada B/L dimaksud.
– FOUL B/L or UNCLEAN B/L: B/L kotor atau kebalikan Clean B/L. Pada B/L terdapat catatan pengangkut mengenai penyimpangan / kerusakan / kekurangan barang atau pengepakan / kemasannya pada B/L.
– COMBINED TRANSPORT B/L: B/L yang meliputi pengangkutan barang dengan menggunakan lebih dan satu jenis alat pengangkutan.
– GROUPAGE B/L: Groupage B/L dipergunakan oleh forwarder dengan mengumpulkan beberapa jenis barang dan berbagai shipper dan mengirimnya sebagai satu kesatuan. Pengangkut mengeluarkan “groupage B/L” terhadap forwarder. Untuk masing-masing shipper pihak forwarder menerbitkan House Bill of Lading.
BAGIAN-BAGIAN DALAM B/L:

1. Shipper (pengirim)
Pengirim biasanya adalah pihak yang mula-mula menyiapkan bill of lading dan memberikan perincian dan barangnya yang diperlukan. Dimana Hague, Hague- Visby Rules atau Hamburg Rules  diberlakukan, pengirim wajib mendapat keterangan peraturan yang berlaku bila barangnya dikapalkan. Sebaliknya, pengirim berkewajiban memberi keterangan yang jelas mengenai barangnya dan
bila keterangannya tidak benar dapat mendapat tuntutan dan kapal sebagai carrier (pengangkut).
2. Consignee (penerima)
Keterangan mengenai pihak penerima bukan urusan kapal, namun persoalan antara penjual barang (biasanya shipper) dan calon pembeli barang. Tergantung dan transaksi perdagangan dan barang, didalam kotak untuk consignee dalam bill of lading dapat ditulis “bearer” atau “holder” atau juga dapat disebut “nama dan consignee”, “to order” atau kotaknya dibiarkan kosong. Semuanya itu
menunjukkan cara pemindahan kepemilikan dan GIL dan pengawasan dan penenimaan barang.
 
3. Notify Address (pemberitahuan ke alamat)
Notify Address adalah alamat atau nama danpihak yang shipper minta kepada pemilik kapal (carrier)untuk diberi tahu bila kapal sampai di tempat pembongkaran barangnya. Biasanya notify address adalah consignee atau agen yang diminta untuk menenima barang bila kapaltiba. Notify address dapat juga berupa sebuah bank.
 
4. Vessel (kapal)
Nama dan kapal yang mengangkut barang harus ditulis. Hal ini perlu dalam bill of lading untuk memberi tahu bahwa barang telah diangkut secara fisik dan seller (penjual) kepada buyer (pembeli). Contoh yang diberikan adalah bill of lading dari PT Djakarta Lloyd, yang mengadakan pelayaran tetap ke Australia. Barang diangkut terlebih dahulu ke Singapura, dengan kapal induk petikemas yang
merupakan aliansi dari [Djakarta Lloyd dengan beberapa perusahaan perkapalan lainnya.
Oleh karena itu, terdapat 2 kotak isian yakni yang diatas untuk kapal yang berlayar dan Indonesia ke Singapura dan kotak kedua untuk Intended Ocean Vessel dari Singapura ke Australia.
Place of Receipt adalah tempat bill of lading diterima oleh perusahaan pelayaran, misalnya, penenimaan GIL di Kanton Pusat Djakarta Lloyd di Jakarta.
Port of Loading adalah tempat dan pemuatan barang. Penting untuk mengetahui tempat asal (origin) dan barang yang dikapalkan. Tempat asal barang adalah penting untuk diketahui oleh pembeli barang (buyer). Hal ini sesuai dengan peraturan dalam Hague atau Hague-Visby Rules. Sebagai contoh, port of Ioadingnya adalah Tanjung Pniok.
Port of Discharge (Ocean Vessel) dalam bill of lading biasanya disebut hanya satu pelabuhan bongkar. Dimana pelabuhan bongkar sudah dltunjuk dalam B/L, pemilik kapal harus meiayarkan kapalnya kesana kecuali terhalang oleh keadaan yang membahayakan kapalnya. Untuk melayarkan ke tujuan lain disebut kapalnya telah melakukan deviasi. Tempat pembongkaran juga harus diperhatlkan agar jangan disana berlaku ketentuan Hamburg Rules.
Dalam contoh B/L ml, Port of Discharge (Ocean Vessel) adalah Merbourne. Port of Delivery dalam contoh adalah sebuah CY di Melbourne.
 
5. Shipper’s Description of Goods Dalam contoh dibagi dalam
• Marks & Numbers
• Number of Containers or other Packages, Pieces or Units
• Description of Goods
• Container Numbers
• Gross Weight
• Measurement
Sesuai Hague, Hague-Visby atau Hamburg Rules, shipper berhak untuk memlnta kepada kapal untuk mengeluarkan bill of lading yang memberikan perincian mengenai barang yang dimuat.
Dengan melihat bill of lading, buyer dapat mengetahui barang yang ada di kapai.
Keterangan yang lebih rinci tentunya sangat diperlukan untuk melakukan pembellan dalam perdagangan.
Perlncian mengenal muatan ml yang serlng menimbulkan persoalan dan pengangkut hanya mengetahui keadaan dan luar saja. Oleh karena ltu ada lstllah
• Shipper’s load and count
• Apparent good on/er and condition
• Said to weight .dll
 
6. No. of Original Bills of Lading
Secara tradlslonal, jumlah bill of lading yang dikeluarkan terdiri dari satu set dengan 3 (tiga) Iembar B/L. Namun demikian, hal ltu bukan suatu ketentuan. Jumlah B/L yang ada dlsebut dalam kotak ml yang blasanya dalam B/L Ialnnya Juga akan tenletak dl kotak sebelah kanan di tengah.
 
7. Shipped on Board
Shipped at the Port of Loading In apparent good order on board the vessel for carriage to the Port of Discharge or so near thereto as she may safely get the goods specified above.
Bahwa shipper yang mendapat bill of lading demlkian, belum menentukan bahwa barangnya sudah dlmuat dlatas kapal. Barang itu mungkin masih berada dalam gudang dan perkapalan dan menunggu pemuatan keatas kapal.
Tanggung jawab sepenuhnya berada pada pihak carrier, namun Date (tanggal) bahwa barang betul sudah berada diatasnya sebaiknya diperhatikan.
For the Carrier dalam GIL PT Djakarta Lloyd adalah tanda tangan dan petugas perkapalan yang menyaksikan pemuatan barang keatas kapal.

 
8. Freight and Charges
Jumlah dan freight yang dibayar dapat tertera dafam kolom ini dan dapat juga tidak. Biasanya dituiis Freight Payable at Destination atau dapat juga ditulis Freight Prepaid.
 
9. B/L No.
Pada sebelah kanan atas ada kotak khusus untuk nomor dan bill of lading. Pada contoh diberi nomor sebagai reference untuk perusahaan pelayaran dan juga untuk shipper dan buyer.
 
10. For the Carrier, PT Djakarta Lloyd
By …………………………..~….. As Agent
Bilamana barang telah dimuat diatas kapal dan shipper telah melaksanakan kewajlban pembayaran blaya dan barangnya, sepentl freight, blaya terminal, bongkar/muat dan lainnya maka agen sebagai perwakllan dan perusahaan pelayaran akan membubuhkan tanda tangannya.

Sumber: http://kelompokdendrobium.blogspot.com/2014/10/blog-post.html

Para penulis:
Kelompok Dendrobium
Alfatih Muharen
Ahmad Budi
Fajar AlHadi
Farania Rezkita
Nuke Annisa 
 
Thank you untuk para penulis kaya ilmu!
 
Share:

Bill of landing dan way bills dan manfaatnya

Bill of landing merupakan surat yang dikeluarkan maskapai pelayaran yang menerangkan bahwa ia telah menerima barang dari pengirim untuk diangkut sampai ke pelabuhan tujuan dan diserahkan kepada penerima.

Ada tiga manfaat / elemen penting dari bill of landing ini:
1. Bukti penerimaan barang di kapal = Yang menyatakan bahwa barang telah dimuat di atas kapal.
2. Perjanjian angkutan = Kontrak perjanjian bahwa barang atau muatan akan dimuat di atas kapal hingga tempat tujuan.
3. Bukti kepemilikan barang / document of title = Yang dapat digunakan untuk pengambilan barang di pelabuhan pembongkaran.

Macam Macam bill of lading

  1. To be shippe B/L ( yang akan dikapalkan )
  2. Shipped B/L ( yang telah dikapalkan )
  3. Straight B/L (atas nama / yang tercantum dalam B/L dan tidak dapat di perjualbelikan)
  4. To Order B/L ( kepada yang di perintahkan )
  5. Through B/L ( barang yang menggunakan 2 pengangkut )
  6. Clean B/L ( B/L yang bersih tanpa catatan )
  7. Foul B/L ( B/L yang ada catatan celaan )
  8. Negotiable B/L ( B/L yang dapat diperjualbelikan )
Ada banyak yang harus diisi dalam sebuah B/L. Mari kita bahas satu persatu.
1. Data customer. Terdiri dari:
a. Shipper : nama pengirim barang.
Bila pemilik asli dari barang memakai jasa forwarding, biasannya nama yang tercantum pada B/L ini adalah nama forwarding dan dari pihak forwarding sendiri akan mengeluarkan house B/L. Hal ini dilakukan oleh pihak forwarding agar pihak pelayaran tidak mengetahui siapa pemilik barang sebenarnya untuk menghindari pembajakan pemilik barang.
Hal ini terkadang terdengar ironi, karena peraturan pemerintah yang baru sekarang adalah manifest yang dikirim dalam bentuk flat file di bea cukai haruslah nama asli pemilik barang, sehingga bila forwarding mengeluarkan house B/L maka mereka akan membuat manifest sesuai house B/L mereka dan manifest tersebut dikirimkan ke pihak pelayaran untuk di kumpulkan kemudian dikirim ke bea cukai.
b. Cosignee : Nama penerima barang
Sering juga nama consignee diisi “To Order” dimana B/L yang tercantum nama ini bisa untuk diperjual belikan.
c. Notify  Party : pihak yang harus dihubingi bila barang telah sampai di POD
2. Data transport. Terdiri dari:
Vessel : Nama kapal pertama yang mengangkut barang
Voy : voyage dari kapal
POL : port of loading adalah pelabuhan asal muat barang
POD: port of discharges  adalah pelabuhan tujuan barang
Port of receipt adalah pelabuhan penerimaan barang kali pertama
Port of delivery adalah tempat tujuan barang
3. Data Kontainer terdiri nama kontainer dan nomor seal (kunci) kontainer.
4. Data Barang. Terdiri dari :
Marks & Number : mark dari barangnya
Description of goods: jumlah kemasan dan nama barangnya
Gross weight: berat kotor barang
Measurement: berat measurement
5. Nomor B/L yang ditentukan oleh pihak pelayaran
6. Term of Shipment : seperti CY/CY, CY/FO, CY/Door. Apa itu term of shipmentada baiknya dibahas lebih detail pada bahasan selanjutnya.
7. Term of Payment : cara pembayaran bisa Prepaid (bila ocean freight  dibayar di pelabuhan muat) atau Collect (bila ocean freight dibayar di pelabuhan bongkar)
8. On board date, issued date, place of issued, signature
Contoh B/L bisa dilihat di sini
Pada setiap bagian belakang B/L terdapat peraturan dari B/L. Di Indonesia sendiri kebanyakan dari pelayaran mengacu pada Hague Rules. MengenaiHugue Rules sendiri akan membutuhkan satu bab tersendiri bila ingin dibahas satu persatu.
Atas dasar data B/L ini, pelayaran membuat flat file yang akan menjadi manifest untuk bea cukai.
Switch B/L– Biasa digunakan dalam perdagangan “Cross Trade” atau “Triangle shipment”
– Cross trade melibatkan tidak hanya pengirim (seller) dan pembeli (buyer), tetapi terdapat tiga atau lebih pihak yang terlibat dalam transaksi, misalnya trader B tidak menghendaki penjual (seller) atau pembeli (buyer) saling mengenal, hal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan trader B, maka dilakukanlah switch B/L.
Part Off B/L
Sering juga disebut B/L LCL (less container load), dimana container yang sama digunakan untuk lebih dari satu B/L, dengan nama shipper sama dan nama consignee yang berbeda.
Sea Waybill
Sea waybill adalah tanda terima barang (Receipt for the Goods) yang dilengkapi dengan kontrak pengangkutan dengan shipping company (evidence of contract), dan cargo dapat diserahkan kepada penerima barang seperti yang tercantum, tanpa menunjukkan document original.
Perbedaan yang cukup significant dengan B/L adalah pada “document of title”, dimana seawaybill bukan merupakan “negotiable document” (Dokumen yang dapat diperdagangkan). Seawaybill biasa digunakan dalam pengiriman satu company yang berbeda cabang
Kehilangan B/L
Apa yang harus dilakukan bila kehilangan B/L:
  1. Minta surat keterangan kehilangan dari Kepolisian (yang asli)
  2. Minta diiklankan di media lokal selama 3 hari ,bahwa ada kehilangan B/L
  3. B/L original akan diterbitkan lagi oelh pelayaran , dengan keterangan “RE-ISSUED”,
Back Date B/L
Tanggal yang tercantum dalam B/L adalah tanggal yang sesuai dengan tanggal keberangkatan kapal. Back date adalah mencantumkan tanggal B/L sebelum tanggal keberangkatan kapal. Hal ini biasanya dilakukan atas permintaan dari shipper karena tuntutan dari L/C (letter of credit). Back date B/L sebenarnya adalah penipuan., tapi tidak jarang pelayaran melakukan hal ini atas permintaan customer.

Sumber utama: https://sekantongcoklat.wordpress.com/2011/05/30/bill-of-lading-bl/ ; selebihnya pengembangan penulis

Share:

Jenis-jenis Perjanjian Charter

<
Sewa menyewa ruang kapal dalam bentuk perjanjian dapat dibagi dalam 3 golongan jenis charter sebagai berikut :

1 Bareboat Charter atau Demise Charter
2 Time Charter
3 Trip Time Charter
4 Voyage Charter atau Space Charter

Namun apabila ditinjau secara rinci ketiga jenis charter tersebut, masih dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Bareboat Charter atau Demise Charter (Penyerahan Milik)
   
Bareboat Charter adalah penyewaan kapal tanpa Nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK). Jadi Charter harus melengkapi sendiri Nakhoda dan ABK tersebut, walaupun demikian kapal masih dalam kondisi laik laut (Sea Worthy)
   
Harga sewa (Charter Free) jenis charter ini berdasarkan kepada setiap ton bobot mati musim panas (Summer Deadweight Capacity) dan harus dibayar dimuka untuk setiap bulan (satu jenis dengan Time Charter).
   
Semua biaya ekspoloitasi kapal ditanggung oleh Charter, termasuk biaya repair dan survey kapal yang dilaksanakan secara periodik. Namun demikian charterer wajib mengembalikan kapal setelah habis/selesai kontrak, sesuai dengan keadaan semula, kecuali karena terjadi keausan normal.
   
Mengenai masalah asuransi kapal, juga menjadi tanggungan Charterer, kecuali sewaktu negosiasi disepakati dalam Charter Party (C/P) bahwa biaya asuransi kapal (Polis Asuransi) menjadi tanggungan Ship Owner.
   
Selama tegang waktu (Time Period) Bareboad Charter tersebut masih berlaku, Charterer boleh menyewakan  kembali (recharter/sublet charter) kepada pihak ketiga dan dalam hal ini dia bertindak sebagai Ship Owner dan disebut Disponet Owners.
   
Pihak ketiga tidak bertanggung jawab kepada pemilik kapal asli. Dia hanya bertanggung jawab kepada Dispnent Owner dan Ship Owner asli menerima tanggung jawab hanya dari Disponent Owner saja.
   
Meskipun kapal boleh disewakan kepada pihak ketiga atau digunakan sendiri oleh Charterer, masing-masing pihak harus mematuhi suatu ketentuan, yaitu “Kapal hanya dapat digunakan untuk pelayaran yang sah dan untuk mengangkut barang-barang (muatan) yang sah pula (the vessel will be employed in lawful trade in carrying lawfull merchandise). Jika ketentuan ini dilanggar, misalnya oleh Charterer digunakan mengangkut barang terlarang/gelap (Contrabande), maka segala konsekwensi atas kapal tersebut, menjadi tanggungan dan beban Charterer. Misalnya kapal disita oleh petugas setempat. Charterer harus membayar ganti rugi kepada Ship Owner atas kapal yang disita tersebut. Dalam keadaan normal Bareboad Charter jarang dipergunakan.


2. Time Charter
   
Dalam charter waktu ini, ship owner memberikan kebebasan kepada Charterer untuk menggunakan kapalnya dan berlayar selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati dalam C/P. Misalnya selam 6 bulan, satu tahun, dua tahun dan ada kalanya sampai sepuluh tahun. Pada jenis charter ini, Nakhoda dan ABK disediakan oleh Ship Owner  semua biaya-biaya Nakhoda dan ABK, reparasi (Floating Repair), minyak pelumas, survey kapal dan asuransi menjadi tanggungan Ship Owner.
Sedangkan biaya-biaya bahan bakar minyak (BBM), disbursement di pelabuhan, bongkar muat (Stevedoring), air ketel (khusus untuk kapal uap), air minum (tawar) dan lain-lain biaya ekspoloitasi, menjadi beban Charterer. Kecuali jika tidak diatur dalam C/P biaya-biaya air minum untuk Nakhoda dan ABK ditanggung oleh Ship Owner. Sewa Charter (Charter Fee) dalam Time Charter tidak tertanggung dari banyaknya barang yang diangkut, tetapi didasarkan kepada waktu, yaitu : “Sewa tiap ton bobot mati kapal waktu musim panas (Summer Deadweight Capacity) dan harus dibayar pada setiap bulan.


3. Trip Time Charter
   
Bilamana kapal dicharter untuk satu kali atau lebih pelayaran, tetapi charter fee berdasarkan kepad waktu, maka jenis carter seperti ini disebut Trip Time Charter. Charter dapat menjadi Carrier atas barang-barang pihak ketiga dan dapat pula  menyewakan kapal yang disewanya kepada pihak ketiga (Recharter/Sublet Charter), baik secara Time Charter atau Voyage Charter.
   
Sebagaimana ketentuan yang berlaku untuk Bareboat Charter, juga dalam Time Charter dan Trip Time Charter berlaku ketentuan “lawfull trade in carrying lawfull merchandise”, artinya kapal boleh dipergunakan untuk pelayaran yang sah dan untuk mengangkut barang yang sah pula.


4. Voyage Charter/Space Charter/Deadweight Charter
   
Merupakan suatu persetujuan charter antara Pemilik/Pengusaha Kapal dan Pencharter (Charterer). Kapal lengkap dengan Nakhoda dan ABK untuk satu kali/lebih pelayaran. Besar charter fee dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagaimana dijanjikan, sehingga sewa kapal sama dengan uang tambang (Sen Freight). Jenis charter ini disebut juga space/deadweigtht charter, karena sewa kapal berdasarkan kepada banyaknya barang yang diangkut. Tetapi banyak barang telah lebih dahulu dijanjikan. Dengan demikian Charterer bertindak sebagai Carrier (Disponent Owner).
   
Trayek yang dilayari oleh Pemilik/Pengusaha Kapal harus sesuai sebagaimana ditetapkan pada  C/P (Charter Party). Pada jenis charter ini apakah ruang kapal dipakai  seluruh atau tidak, Ship Owner tetap dibayar sewa kapalnya sebagaimana tetap dijanjikan oleh Charterer.
   
a. Trip Voyage Charter
   
Bila kapal disewa secara charter untuk pelayaran dari satu/beberapa Pelabuhan Pemuatan (Loading Port) kesatu/beberapa Pelabuhan Pembongkaran (Discharging Port), tetapi hanya untuk satu trip dan sewa kapal didasarkan kepada banyaknya barang yang dijanjikan, jenis charter seperti ini disebut Trip Voyage Charter.
   
Charter dalam bentuk Voyage Charter dan Trip Voyage Charter dapat bertindak sebagai Carrier atas barang-barang pihak ketiga sebagai Disponent Owner, dapat pula menyewakan kapal tersebut kepada pihak ketiga, tetapi hanya untuk trayek yang disebut didalam C/P.
   
Pada umumnya jenis voyage charter digunakan oleh Pengusaha dalam transaksi jual beli barang Antar Pulau (Interisland/Interinsuler) di Dalam Negeri. Dapat pula digunakan untuk Pelayaran Antar Negara (Ocean Going) yang transaksi jual beli komoditi berdasarkan Free On Board (F.O.B) Cost & Freight (C & F) atau Cost Insurance & Freight (C.I.F)

   
b. Berth Charter
   
Berth Charter dipergunakan jika tidak dapat ditentukan  dengan pasti jenis dan banyaknya koli barang yang akan diangkut. Jenis dan bayaknya koli disebut sewaktu kapal dilayari didermaga (on the berth), yaitu pada waktu pemuatan berlangsung. Bilamana Charter tidak berhasil mengisi ruang kapal sesuai yang dijanjikan, maka dia dikenakan deadfreight. Dalam prakteknya Berth Charter Jarang digunakan.

   
c. Deadweight Charter
   
Tidak ada bedanya dengan Voyage Charter. Apakah Charterer berhasil mengisi ruangan kapal hingga sarat (full and down) atau tidak, sewa charter tetap  sebesar yang telah dijanjikan.

   
d. Gross Charter
   
Untuk jenis charter ini, didalam C/P ditetapkan, bahwa semua biaya kapal dipelabuhan, termasuk disbursement account, biaya B/M (Stevedoring), tally dan sebagainya, menjadi beban Ship Owner. Namun biaya-biaya tersebut oleh Ship Owner akan diperhitungkan dalam waktu menentukan besarnya Charter Fee.


   
e. Net Charter
   
Jenis charter ini merupakan kebalikan dari Gross Charter, yaitu biaya-biaya sebagaimana dijelaskan pada Gross Charter tersebut diatas menjadi beban Charterer. Biaya-biaya yang menjadi beban Ship Owner hanyalah biaya tetap kapal (Fix Cost) dan bunker (BBM).

   
f. Clean Charter
   
Pada charter ini, pemilik kapal hanya memikul komisi untuk Chartering Brokers (Brokerage) dan tidak dibebani komisi-komisi lain. Misalnya Address Commission.
   
Address Commission meupakan suatu Return Commission yang diberikan oleh Ship Owner kepada Charterer atas uang tambang (sea freight) yang dibayarnya. Jadi merupakan rabat atau potongan atau discount yang yang besarnya + 2.5 % dari uang tambang bersih.
   
Dalam transaksi pembelian barang atas dasar F.O.B pembeli merupakan Charterer, sehingga dialah yang menerima komisi tersebut. Sedangkan bila atas dasar C & F atau C.I.F Penjual yang merupakan charterer, sehingga dialah yang berhak  menerima komisi tersebut.
   
Namun apabila dalam C/P dipergunakan syarat “Free Of Address” maka Ship Owner tidak membayar address commision kepada Charterer.

   
g. Lumpsum Charter
   
Pada jenis charter ini, perhitungan besarnya charter fee ditentukan sebagai berikut :
   
Charterer menyewa seluruh atau sebagian ruang kapal sesuai yang dijanjikan dengan sewa sejumlah uang tertentu, yang merupakan jumlah uang tetap (Lumpsum). Apakah ruang kapal tersebut diisi penuh atau tidak oleh Charterer, charter fee untuk ship owner tetap diterima sesuai besar jumlah uang yang telah dijanjikan dalam C/P.
   
Bentuk Lumpsum Charter ini sering digunakan oleh Perusahaan Pelayaran dalam Liner Service, jika pada suatu ketika tonage kapal tidak mencukupi untuk memenuhi order dari Pelanggannya atau tidak memenuhi pengangkutan barang-barang yang tersedia dalam trayek yang dilayaninya.

Sumber: http://suhirnoo.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-perjanjian-charter.html
Share:

Pemahaman Incoterms 2010

Incoterms tak lain adalah singkatan dari International Commercial Terminologies (terms). Sesuai dengan namanya, Incoterms adalah terminologi-terminologi baku mengenai pengiriman barang yang paling sering digunakan oleh para pelaku perdagangan internasional dalam kontrak mereka. Incoterms sendiri memang lahir dari kebiasaan praktek para praktisi perdagangan internasional selama berabad-abad. Dari kebiasaan inilah kemudian International Chamber of Commerce (ICC) menarik sari pati, membakukan, dan akhirnya menerbitkannya menjadi Incoterms.

Dalam era perdagangan global sekarang ini arus barang masuk dan keluar sangatlah cepat. Untuk memperlancar urusan bisnisnya para pengusaha dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup mengenal prosedur ekspor dan impor yang berbasis aturan internasional seperti, Incoterms 2010 yang berlaku mulai Januari 2011 maupun yang berbasis aturan local seperti Administrasi Kepabeanan. Prosedur ekspor – impor adalah tata cara yang harus ditempuh dalam memenuhi ketentuan peraturan pemerintah serta kelaziman yang berlaku dalam pelaksanaan suatu transaksi ekspor – impor. Pemahaman yang baik mengenai tata cara ekspor atau impor ini sangat penting dan akan semakin memperlancar proses pelaksanaan ekspor – impor baik dalam hal proses dgn Bea & Cukai maupun Perbankan ( dalam hal pembayaran, pembuatan dan pemeriksaan dokumen).
Dengan pertimbangan diatas para eksekutif di bidang ekspor – impor tentunya dituntut untuk memahami seluruh prosedur dan ketentuan di bidang Ekspor-Impor ini. Hal ini perlu demi kelancran proses ekspor – impor, lebih jauh lagi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Kerugian bisa terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya eksportir tidak dapat mencairkan L/C .Oleh karena adanya beberapa revisi tersebut serta mengingat dimungkinkannya penggunaan Incoterms versi terdahulu , maka penyebutan Incoterms dalam suatu kontrak harus disertai dengan versi revisinya, misalnya “Incoterms 2010”. Incoterms adalah trademark milik ICC. Organisasi ini sangat keras melindungi trademark-nya karena sejalan dengan tujuan utama Incoterms itu sendiri, yaitu untuk menghindari, mengurangi atau bahkan meniadakan terjadinya ambiguitas atau perbedaan interpretasi ketika terminologi tersebut dipakai di dalam kontrak. Pada saat memakai Incoterms di dalam suatu kontrak perdagangan internasional, maka para pihak harus mengacu pada teks original Incoterms yang telah disediakan oleh ICC demi terwujudnya tujuan tersebut. Kategorisasi dalam Incoterms 2010 Incoterms 2010 terdiri dari 13 terminologi yang bisa dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu:
1. “E”-termEXW adalah satu-satunya terminologi dalam kategori ini. Dalam hal ini penjual hanya bertanggungjawab untuk menyediakan barang yang dijualnya kepada pembeli di tempat si penjual.
2. “F”-terms  Yang masuk dalam kategori ini adalah FOB, FAS, dan FCA. Inti dari kategori ini adalah bahwa penjual diminta untuk mengirimkan barang ke pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli.
3. “C”-terms CFR, CPT, CIP, dan CIF masuk dalam kategori ini. Pada kategori ini si penjual adalah pihak yang harus terlibat dalam kontrak pengangkutan dengan perusahaan angkutan. Akan tetapi segala resiko atau kerugian akibat kerusakan atau kehilangan terhadap barang atau semua biaya tambahan yang muncul akibat peristiwa-peristiwa yang timbul setelah barang dikapalkan atau diserahkan kepada pengangkut beralih dari penjual kepada pembeli.
4. “D”-terms DAF, DEQ, DDU, DDP, dan DES adalah terminologi-terminologi yang masuk dalam kategori ini. Pada pokoknya, kelompok ini mempersyaratkan kepada penjual untuk menanggung segala biaya dan resiko untuk membawa barang yang dijualnya kepada pembeli ke tempat tujuan.

Terminologi Berikut ini adalah sekilas mengenai hak dan kewajiban para pihak yang diterangkan dalam masing-masing terminologi. Untuk pemakaian di dalam suatu kontrak perdagangan internasional, para pihak harus menjadikan teks original Incoterms 2000 yang telah dipublikasi ICC secara resmi sebagai satu-satunya referensi agar tujuan terciptanya mono interpretasi dapat tercapai.
1. EXW (sebutkan nama tempat) “Ex works” artinya penjual hanya menyediakan barang untuk diambil oleh si pembeli di tempat si penjual itu sendiri atau tempat lain seperti gudang, workshop, galeri, showroom, dan lain-lain. Penjual tidak bertanggung jawab atas pemindahan (pemuatan) barang ke alat transportasi apapun yang mengambil barang tersebut dari tempatnya, termasuk juga segala prosedur ekspor. Pendek kata, segala biaya dan resiko terhadap kerusakan dan kehilangan barang beralih dari penjual ke pembeli pada saat itu juga. Namun apabila dikehendaki agar si penjual melakukan pemuatan barang ke suatu alat transportasi, maka hal ini harus disebutkan secara eksplisit dalam kontrak. Jika si pembeli tidak bisa melakukan pengurusan prosedur ekspor baik secara langsung maupun tidak langsung, maka sebaiknya terminologi ini tidak dipakai. Jika hal demikian terjadi, maka sebaiknya terminologi yang dipakai adalah FCA yang membebankan pengurusan ekspor ke tangan penjual. EXW membebankan kewajiban yang paling sedikit kepada penjual. Kebalikannya, pembeli dibebani dengan kewajiban yang paling banyak. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi.
2. FCA (sebutkan nama tempat) “Free Carrier” maksudnya adalah penjual bertanggung jawab untuk mengirimkan barang ke pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli ke tempat yang telah disetujui. Jika tempat pengiriman ini adalah tempat si penjual itu sendiri, maka si penjual bertanggungjawab sampai barang tersebut dimuat dimuat dalam alat transportasi milik pengangkut yang mengambil barang tersebut dari tempat si penjual. Namun bila tempat pengiriman bukan merupakan tempat si penjual, maka penjual tidak bertanggungjawab untuk menurunkan barang tersebut dari alat transportasi yang mengantarkan barang tersebut ke tempat yang ditunjuk. FCA juga mewajibkan penjual untuk membereskan prosedur ekspor. Yang dimaksud sebagai “pengangkut” adalah setiap orang atau badan hukum yang berdasarkan suatu perjanjian pengangkutan berkewajiban untuk melakukan atau menyediakan jasa pengangkutan melalui jalur kereta api, jalan raya, udara, laut, perairan pedalaman, atau kombinasi dari cara-cara pengangkutan tersebut di atas. Jika pembeli menunjuk orang lain selain pengangkut, maka barang dianggap telah melaksanakan kewajibannya mengantar barang ketika barang tersebut diserahkan kepada orang tersebut. Terminologi ini berlaku untuk segala macam mode transportasi.
3. FAS (sebutkan nama pelabuhan muat) “Free Alongside Ship” maksudnya adalah bahwa barang diserahkan penjual di samping kapal di pelabuhan muat yang disebut. Sehingga tanggung jawab atas barang beralih dari penjual ke pembeli sejak saat itu. Terminologi ini mewajibkan penjual untuk melakukan segala prosedur ekspor. Terminologi ini dalam Incoterms 2000 merupakan kebalikan dari versi terdahulunya dalam Incoterms 1990 yang mewajibkan pembeli untuk menuntaskan segala prosedur ekspor. Namun apabila memang diinginkan agar pembeli yang berkewajiban dalam pengurusan prosedur ekspor, maka hal ini harus disebutkan secara eksplisit di dalam kontrak. Terminologi ini hanya bisa dipakai pada alat transportasi laut dan perairan pedalaman.


4. FOB (sebutkan nama pelabuhan muat) “Free on Board” artinya peralihan segala resiko atas barang dari penjual kepada pembeli terjadi ketika barang telah melewati rail kapal (pagar pengaman kapal) di pelabuhan muat yang telah disebutkan. Pengurusan prosedur ekspor berdasarkan terminologi ini dibebankan kepada penjual. Jika para pihak tidak menghendaki peralihan resiko terjadi pada saat barang melewati rail kapal, maka FCA adalah terminologi yang sebaiknya dipilih. FOB berlaku khusus hanya bagi alat transportasi laut dan perairan pedalaman.

5. CFR (sebutkan nama pelabuhan tujuan)“Cost and Freight” maksudnya segala resiko atas kerusakan atau kehilangan barang serta segala macam biaya yang timbul setelah barang melewati rail kapal beralih dari penjual kepada pembeli. Namun berdasarkan terminologi ini maka penjual berkewajiban untuk menanggung segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai pada pelabuhan tujuan yang disebutkan. Terminologi ini juga mewajibkan penjual untuk melakukan pengurusan ekspor yang dibutuhkan oleh barang tersebut. Jika para pihak tidak menghendaki peralihan resiko atas berang terjadi pada saat barang melewati rail kapal, maka CPT-lah yang harus digunakan. CFR hanya berlaku untuk transportasi laut dan perairan pedalaman.

6. CIF (sebutkan nama pelabuhan tujuan) “Cost, Insurance, and Freight” artinya bahwa segala resiko atas kerusakan atau kehilangan barang serta segala macam biaya yang timbul setelah barang melewati rail kapal beralih dari penjual kepada pembeli. Namun berdasarkan terminologi ini maka penjual berkewajiban untuk menanggung segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai pada pelabuhan tujuan yang disebutkan termasuk menyediakan asuransi pengangkutan laut (marine insurance) untuk menanggung resiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan barang selama masa pengangkutan laut tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya berkewajiban membayarkan premi asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika pembeli menginginkan perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena memang penjual yang harus membayarkannya. Namun jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan sendiri untuk memberikan perlindungan yang lebih besar. CIF mempersyaratkan penjual untuk mengurus prosedur ekspor. Terminologi ini hanya berlaku untuk alat transportasi laut dan perairan pedalaman. Jika para pihak tidak menghendaki peralihan resiko terjadi pada saat barang melewati rail kapal, maka term yang harus dipilih adalah CIP.

7. CPT (sebutkan nama tempat tujuan) “Carriage paid to …” maksudnya adalah bahwa peralihan resiko atas kerusakan atau kehilangan barang beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang diserahkan kepada pengangkut yang ditunjuk oleh penjual namun penjual masih tetap harus menanggung biaya pengangkutan yang diperlukan sampai dengan barang mencapai tempat tujuan yang telah disebutkan. Apabila terdapat peralihan atau perpindahan alat transportasi, maka peralihan resiko terjadi pada saat barang diserahkan kepada pengangkutan yang pertama. CPT menghendaki agar pengurusan ekspor dilakukan oleh penjual. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi.

8. CIP (sebutkan nama tempat tujuan) “Carriage and Insurance paid to …” maksudnya adalah bahwa peralihan resiko atas kerusakan atau kehilangan barang beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang diserahkan kepada pengangkut yang ditunjuk oleh penjual namun penjual masih tetap harus menanggung biaya pengangkutan yang diperlukan sampai dengan barang mencapai tempat tujuan yang telah disebutkan. Dalam CIP penjual harus menyediakan asuransi pengangkutan yang menanggung resiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan barang selama masa pengangkutan tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya berkewajiban membayarkan premi asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika pembeli menginginkan perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena memang penjual yang harus membayarnya. Namun jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan sendiri untuk memberikan perlindungan yang lebih besar. Apabila terdapat peralihan atau perpindahan alat transportasi, maka peralihan resiko terjadi pada saat barang diserahkan kepada pengangkutan yang pertama. CIP menghendaki agar pengurusan ekspor dilakukan oleh penjual. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi.

9. DAF (sebutkan nama tempat)  “Delivered at Frontier” maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli, masih berada di dalam alat transportasi yang terakhir membawanya, belum diturunkan, telah diurus prosedur ekspor-nya, tapi belum diurus prosedur impornya, pada suatu titik dan tempat di perbatasan yang telah disebutkan, tetapi sebelum mencapai perbatasan kepabeanan negara tetangga. Kata “frontier” atau “perbatasan” bisa dipakai untuk semua perbatasan termasuk perbatasan negara ekspor. Oleh karena itulah titik dan nama perbatasan yang dimaksud harus selalu disebutkan dengan jelas. Jika para pihak setuju agar penjual bertanggungjawab untuk menurunkan barang dari alat transportasi terakhir yang membawanya sampai ke perbatasan yang dimaksud, termasuk menanggung segala resiko yang terjadi pada saat penurunan barang tersebut, maka hal ini harus dituliskan secara eksplisit dalam perjanjian jual beli yang dimaksud. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi yang membawa barang tersebut melewati perbatasan darat. Namun apabila saat pengiriman terjadi di pelabuhan tujuan, dalam lambung atau geladak suatu kapal, atau di dermaga, maka DES atau DEQ-lah yang seharusnya dipakai.

10. DES (sebutkan nama pelabuhan tujuan) “Delivered Ex Ship” maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli di atas geladak kapal, belum diurus prosedur impor-nya, di pelabuhan tujuan. Penjual berkewajiban untuk menanggung segala biaya dan resiko untuk membawa barang sampai di pelabuhan tujuan sebelum barang diturunkan atau dibongkar. Jika para pihak menghendaki agar penjual menanggung segala resiko dan biaya sampai dengan barang diturunkan atau dibongkar, maka terminologi yang harus dipakai adalah DEQ. Terminologi ini dipakai untuk alat transportasi laut atau perairan pedalaman atau transportasi multi modal dalam suatu kendaraan air di pelabuhan tujuan.

11. DEQ (sebutkan nama pelabuhan tujuan) “Delivered Ex Quay” maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli di dermaga pelabuhan tujuan namun belum diurus prosedur impor-nya. Penjual menanggung segala resiko dan biaya untuk mengantar barang sampai di pelabuhan tujuan dan menurunkannya di dermaga. DEQ mewajibkan pembeli untuk mengurus segala macam prosedur impor dan membayar bea-bea yang timbul sehubungan dengan hal tersebut. DEQ versi Incoterms 2010 ini adalah kebalikan dari versi pendahulunya, yaitu Incoterms 1990 yang mewajibkan penjual untuk mengurus prosedur impor. Dalam versi 2010, jika para pihak menghendaki agar penjual ikut ambil bagian dalam pembayaran bea impor atau pengurusannya, baik sebagian maupun seluruhnya, maka hal ini harus disebutkan dengan jelas dalam kontrak. Terminologi ini dipakai untuk alat transportasi laut atau perairan pedalaman atau transportasi multi modal dalam suatu kendaraan air yang menurunkan barang sampai di dermaga. Jika para pihak menghendaki agar penjual menanggung biaya dan resiko untuk memindahkan barang dari dermaga ke tempat lain (gudang, terminal, stasiun transportasi) baik di dalam maupun di luar pelabuhan, maka terminologi yang seharusnya dipilih adalah DDU atau DDP.

12. DDU (sebutkan nama tempat tujuan)“Delivered Duty Unpaid” maksudnya adalah bahwa penjual mengirimkan barang kepada pembeli sampai ke tempat tujuan yang telah disebutkan, belum dibereskan prosedur impornya, dan belum diturunkan atau dibongkar dari alat transportasi yang terakhir membawanya. Penjual harus menanggung segala resiko dan biaya untuk mengantarkan barang sampai ke tempat tujuan yang telah disebutkan, namun tidak termasuk menanggung bea masuk, dan pajak-pajak lain untuk impor. Segala formalitas impor tersebut menjadi tanggung jawab pembeli, termasuk ia juga harus menanggung segala resiko yang timbul akibat kegagalannya dalam mengurus prosedur impor tepat waktu. Namun apabila para pihak berkehendak agar penjual juga ikut bertanggung jawab dalam pengurusan prosedur impor, maka hal ini harus disebutkan secara eksplisit dalam kontrak. Terminologi ini berlaku pada semua alat transportasi. Namun apabila pengiriman terjadi di pelabuhan tujuan di lambung atau geladak kapal, atau di dermaga, maka terminologi yang seharusnya dipakai adalah DES atau DEQ.

13. DDP (sebutkan nama tempat tujuan) “Delivered Duty Paid” maksudnya adalah bahwa penjual mengirimkan barang kepada pembeli sampai ke tempat tujuan yang telah disebutkan, telah diurus prosedur impornya, dan belum dibongkar dari kendaraan yang membawanya. Pendek kata terminologi ini membebankan segala resiko dan biaya kepada penjual untuk mengantarkan barang sampai ke tempat tujuan yang dimaksud. Jika EXW membebankan kewajiban yang terberat kepada pembeli, maka DDP membebankan kewajiban yang terberat kepada penjual. DDP tidak bisa digunakan jika penjual tidak bisa melakukan pengurusan prosedur impor. Jika para pihak menghendaki agar pembeli yang melakukan pengurusan prosedur impor dan menanggung segala resikonya, maka terminologi DDU-lah yang harus dipakai. Jika para pihak ingin agar kewajiban untuk menanggung sebagian bea masuk atau pajak-pajak impor lainnya seperti VAT (value added tax) atau yang lebih dikenal dengan nama pajak pertambahan nilai beralih dari penjual kepada pembeli, maka hal ini harus disebutkan dengan jelas di dalam kontrak. Apabila saat pengiriman terjadi di pelabuhan tujuan di lambung atau geladak kapal, atau di dermaga, maka terminologi yang seharusnya dipakai adalah DES atau DEQ.

Cara Penyebutan Incoterms harus disebutkan secara jelas dan tepat untuk menghindari perbedaan interpretasi. Oleh karenanya, Incoterms dilengkapi dengan panduan penyebutannya, yaitu harus diikuti dengan nama tempat yang sesuai dan versinya. Berikut ini adalah beberapa contoh penyebutan Incoterms yang benar di dalam kontrak.

Tulisan ini disadur dari: https://customclearance.wordpress.com/2011/10/07/pemahaman-incoterms-2010/
Share:

Istilah Utama Perdagangan

Incoterms adalah seperangkat aturan sebagai alat untuk membantu memudahkan perjalanan barang dari suatu  negara ke negara lain ketika melakukan kontrak untuk penjualan barang internasional.

Di  bawah ini adalah daftar terms standar bersama dengan singkatan yang digunakan untuk kemudahan komunikasi:

Rules of any mode or modes of transport (incoterms 2000):

  1. EXW (nama tempat): Ex Works, Dalam persyaratan penyerahan barang dengan menggunakan Ex Works yang memiliki kewajiban utama adalah pembeli dengan kewajiban untuk memikul semua biaya dan risiko terhadap barang. Selain itu pembeli harus bertanggung jawab juga dalam pengurusan formalitas melalakukan ekspor. Penyerahan dengan Ex Works dilakukan pada gudang penyimpanan barang penjual (loco gudang penjual).
  2. FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk mengurus izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang telah ditentukan. Detail pengertian FCA ini dapat anda lihat dengan klik link berikut INI
  1. FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung jawab sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal untuk dimuat. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  2. FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab dari mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  3. CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya sampai kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  4. CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  5. CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai barang tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang diserahkan ke pihak pengangkut.
  6. CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.
  7. DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
  8. DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk dibongkar. izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  9. DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah dibongkar dan disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk transportasi air.
  10. DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak pembeli. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
  11. DDP (nama tempat tujuan): Delivered Duty Paid, pihak penjual bertanggung jawab mengantar barang sampai di tempat tujuan, termasuk biaya asuransi dan semua biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak pembeli. Izin impor juga menjadi tanggung jawab pihak penjual.
Contoh penggunaan Incoterms 2000:
  • FCA Jakarta Incoterms 2000
  • FOB Liverpool Incoterms 2000
  • DDU Frankfurt Schmidt GmbH Warehouse 4 Incoterms 2000


Share:

Asuransi Protection & Indemnity

P&I menjamin kerugian atas yang timbul terhadap pihak ketiga akibat kerugian yang timbul dari pengoperasian kapal. P&I memberikan jaminan kepada pihak pemilik kapal atas Tanggung Jawab (Legal Liability) mereka yang timbul dalam hal pengoperasian kapal. 

Secara singkat kerugian yang dijamin oleh P&I adalah :

  1. Life Salvage: Awards in respect of live salvage
  2. Bodily Injury: Bodily Injury to Passengers, Crew and Others
  3. Quarantine: Expenses relating to Disease on Insured Vessel, in respect of Disinfecting, Fuel or towage and port of refuge
  4. Diversion: Expenses in relation to Diversion to Secure Treatment
  5. Repatriation & Forwarding: Expenses incurred in relation to Repatriation & Forwarding of any stowaway, deserter, Crew Member and Passenger
  6. Personal Effects: Liability for Loss of Personal Effects of Crew, Passenger and Others
  7. Total Loss Crew Compensation: Liability for Crew Wages Following Total Loss
  8. Collision: Liabilities Following Collision with Another Vessel
  9. Property Damage: Liability for incidental expenses arising from and damages or compensation for infringement of rights in connection with Fixed & Floating Objects, Non Collision Damage and Other Property
  10. Pollution: Liability and Expenses relating to Pollution Incidents, Damages or Compensation, Minimisation and Clean-up and Order of an Authority
  11. Salvage: Liability for Compensation to Salvor
  12. Accommodation & Maintenance: Expenses of Crew Members following Fire, Collision, Stranding or Contact with any substance other than water.
  13. Towage of an Insured Vessel: Liability and incidental expenses of the Assured which arise out of a contract for the towage of the Insured Vessel.
  14. Towage by an Insured Vessel: Liability arising from towage by an Insured Vessel.
  15. Contracts & Indemnities: Liability under the terms of any contract or indemnity made or given by or on behalf of the Assured under the terms of which facilities or services are to be rendered to the Insured Vessel that is for Bodily Injury and Subject to Underwriter prior written approval
  16. Wreck Removal: Liability and Expenses in relation to Wreck Removal
  17. Cargo Liability: Damage to, Loss or Shortage of, or otherwise arising from the Assured’s responsibility for Cargo
  18. Unrecovered Proportion of General Average from Cargo Interest or Others
  19. Ship’s Proportion of General Average, special charges or salvage not recoverable under the Hull Policies
  20. Fine & Penalties: Fines and penalties upon Assured, Crew Members whom the Assured is legally liable to reimburse in respect of Documentation, Smuggling and Breach of Immigration Laws, Pollution Laws, Act of Employee and Stowaway or Refugee
  21. Enquiries: Expenses incurred in relation to enquiry into the loss or casualty to the Insured Vessel
  22. Expenses Incidental to Shipowning: Discretionary Costs and Expenses incidental to the business of owning, operating or managing ships
  23. Costs & Expenses in relation to Minimisation of Loss
  24. Expenses in relation to Stowaways & Refugees
  25. Legal Costs & Expenses Cover

Sumber: 
- http://ummiqu-abubakar.blogspot.com/2012/06/protection-and-indemnity.html
- http://ahliasuransi.com/protection-indemnity-cover/
 
Share:

1 Maret, Semua Kapal Motor Lebih Dari GT 35 Wajib Cover Wreck Removal

Guna lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran di seluruh perairan Indonesia, terhitung mulai tanggal 1 Maret 2015, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menginstruksikan kepada seluruh pemilik kapal yang memiliki kapal motor dengan ukuran GT 35 atau lebih, wajib untuk mengasuransikan kapalnya dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi.

Pemberlakukan Ketentuan tersebut berdasarkan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor. AL.801/1/2 Phb 2014 tanggal 8 Desember 2014 perihal Kewajiban Mengasuransikan Kapal dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi. Dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan dimaksud, apabila pemilik kapal tidak mematuhi ketentuan ini maka akan dikenakan sanksi adminsitratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin.

Namun demikian, kewajiban untuk mengasuransikan kapal dimaksud dikecualikan bagi kapal perang, kapal Negara yang digunakan untuk melakukan tugas pemerintahan, kapal layar dan kapal layar motor, atau kapal motor dengan tonase kotor kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage)
Kewajiban asuransi penyingkiran tersebut di atas sudah diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 203. Kewajiban itu juga diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air. Untuk melaksanakan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut telah mengeluarkan peraturan dengan Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Tidak Diberikan Pelayanan Operasional Kapal.

Peraturan Dirjen Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tanggal 3 Desember 2014 mengatur dalam Pasal 1 sebagai berikut:
-Ayat (1) Pemilik kapal wajib mengasuransikan kapalnya yang berukuran sama atau lebih 35 GT dengan asuransi atas kewajiban menyingkirkan kerangka kapal dan/atau asuransi perlindungan dan ganti rugi;
-Ayat (2) Pemilik kapal dan/atau Nakhoda wajib melaporkan kerangka kapalnya yang kandas atau tenggelam;
-Ayat (3) Pemilik kapal wajib menyingkirkan kapalnya yang kandas atau tengelam sesuai batas waktu yang ditetapkan.

Sedangkan Pasal 2 Peraturan Dirjen Perhubungan Laut di atas mengatur sanksi kepada pemilik kapal yang tidak memenuhi kewajibannya seperti tersebut di atas yaitu: Ayat (1) Terhadap pemilik kapal yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana pasal 1 ayat (1) dikenakan sanksi tidak diberikan pelayanan operasional sebagai berikut: a. Pemanduan; b. Sandar; c. Bongkar dan/atau muat.
Terkait dengan ketentuan di atas dan guna lebih mensosialisasikan kepada seluruh stakeholders terkait, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyelenggarakan Seminar Sehari Tantang Pelaksanaan Kewajiban Asuransi Kerangka Kapal (Wreck Removal Insurance) pada tanggal 24 Februari 2015 bertempat di Ruang Mataram Kantor Pusat Kementerian Perhubungan. Acara ini dibuka oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut dengan menghadirkan para pembicara dari Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Otoritas Jasa Keuangan, dan P & I Club.

Sebagaimana diketahui, Pasal 203 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam. Untuk menjamin tanggung jawab pemilik kapal menyingkirkan kerangka kapalnya seperti tersebut di atas, pemilik wajib mengasuransikan kapalnya.

Pemerintah menyadari, apabila kapal mengalami musibah dan tenggelam tentunya diperlukan upaya tindak lanjut untuk segera dilakukan penyingkiran dalam rangka menghilangkan hambatan dan menjaga kelancaran operasional kapal lainnya terkait aspek keselamatan dan keamanan pelayaran pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Untuk melakukan kegiatan tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan cukup besar yang dapat memberatkan para pemilik kapal. Untuk itulah kewajiban asuransi tersebut di atas diberlakukan.

Sumber: www.dephub.go.id
Share:

Labels

News (621) Clause (338) aamai (98) Buku (82) LSPP (79) Artikel Afrianto (78) Soal AAMAI (75) OJK (65) Engineering Clause (60) AAAIK (59) C Clause (55) A Clause (44) P Clause (43) Soal Jawab (40) S Clause (37) D Clause (35) Banjir (31) 102 (29) R Clause (28) 101 (27) Clause Liability (27) Istilah (27) 103 (26) CAR Clause (26) E Clause (25) Pengetahuan (25) L Clause (23) Praktek Bisnis (23) reasuransi (23) Klausul (22) Marine Cargo (22) pengertian (22) liability insurance (21) Headline (20) asuransi kebakaran (20) I Clause (19) Risk Management (18) Clause PAR (17) F Clause (17) M Clause (17) B Clause (16) asuransi syariah (16) Clause Property (15) Syariah (15) klaim (15) Marine Hull (14) Prinsip Asuransi (14) Asuransi Mikro (13) 104 (12) 201 (12) N Clause (12) O Clause (12) Surety Bond (12) cargo (12) pengantar asuransi kerugian komersil (12) Asuransi kendaraan bermotor (11) Clause Marine (11) Motor Car (11) prosedur klaim (11) 303 (10) Hukum Asuransi (10) Jasindo (10) PA (10) asuransi kecelakaan diri (10) asuransi personal (10) KOMPAS001 (9) Magang Beasiswa (9) contractor (9) hull (9) 108 (8) BPJS (8) BUMN Reasuransi (8) Business Interruption (8) dikecualikan (8) micro insurance (8) perluasan jaminan (8) Directors’ And Officers’ Liability (7) Engineering (7) FAQ OJK (7) Insurance Day (7) Jiwasraya (7) Merger (7) Peringkat Asuransi (7) Risk Management Calculations (7) erection (7) fidelity (7) kebongkaran (7) pengirimanuang (7) 106 (6) Bali Rendezvous (6) Maritime Convension (6) Regulasi (6) dijamin (6) penyimpananuang (6) 107 (5) Asuransi Kredit (5) Asuransi Pertanian (5) Broker (5) Case Study (5) IGTC (5) LEG Clause (5) asuransi properti (5) marketing (5) objek pertanggungan (5) polis (5) premi (5) Asuransi Ternak (4) Benefit (4) CGI (4) Contoh (4) Gempa (4) Kendaraan (4) Money Insurance (4) Nelayan (4) Online Marketing (4) Perlindungan Konsumen (4) Produk (4) Sejarah (4) Survey Report (4) brand (4) investasi (4) jenis (4) jenis jaminan (4) limit pertanggungan (4) risiko (4) Asuransi Perjalanan (3) BJPS (3) Bencana (3) CPM / HE (3) Chubb (3) Contractor Plant and Machinery (3) Deductible BI (3) Forwarder Liability (3) G Clause (3) Hukum Dagang (3) Hukum Ketenagakerjaan (3) ICC 1982 (3) ICC 2009 (3) Iklan (3) Incoterms (3) Maipark (3) Pesawat (3) Professional Indemnity (3) Prudential (3) Sengketa Asuransi (3) Sinar Mas (3) hukum (3) periode pertanggungan (3) public liability (3) struktur polis (3) Asuransi Jiwa Jaminan (2) Asuransi Politik (2) Asuransi Sosial (2) Asuransi Tanaman (2) Bank Garansi (2) Bukopin (2) Bumi Asih (2) Clause Motor Car (2) Custom Bond (2) Fronting Company (2) GDEAI (2) Galeri Foto (2) Great Eastern (2) H Clause (2) Hukum Perdata (2) Izin Usaha (2) Kebijakan (2) Khusus (2) Kurikulum Asuransi (2) Market (2) Media Asuransi (2) Opini (2) PMA (2) PSAK 62 (2) Personal Accident (2) Perusahaan atau Korporasi (2) Professional Liability (2) RSKKNI (2) Rangkuman (2) Reportase (2) SPPA (2) Sertifikasi Agen (2) Soal (2) Stockthroughput (2) Undang-undang (2) asuransi tradisional (2) aturan pemerintah (2) danaACA (2) dokumen pendukung (2) ganti rugi (2) harga pertanggungan (2) ifrs (2) indemnity (2) ketentuan (2) kontribusi (2) liability (2) perkecualian (2) product liability (2) rating (2) sharing (2) subrogasi (2) 105 (1) 202 (1) 302 (1) 304 (1) 401 (1) AXA Mandiri (1) Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (1) Asuransi Migas (1) Asuransi Parkir (1) Asuransi Petani (1) Asuransi Peternak (1) BRI (1) BTN (1) Badai Sandy (1) Banker Clause (1) Boiler and Pressure Vessel (1) Bosowa (1) Bringin Life (1) Bumiputera Life (1) Burglary Insurance (1) Cakrawala Proteksi (1) Cigna (1) Ciputra (1) Commonwealth Life (1) Contractor Allrisk (1) Daftar Perusahaan Asuransi (1) DanaGempa (1) DanaRumah (1) Dayin Mitra (1) Ekspor (1) Electronic Equipments (1) Emiten (1) Energi (1) Engineering Fee (1) Erection Allrisk (1) FPG Indonesia (1) File Insurance (1) Financial Planning (1) Forum Diskusi (1) Haji (1) Hanwha Life (1) Himalaya (1) IPO (1) ISO 31000 (1) InHealth (1) Insurance Act 2015 (1) J Clause (1) JKN (1) Jokowi (1) KOMPASANGGI (1) KOMPASMEGA (1) Kanker (1) Kebakaran (1) Kelas Konstruksi (1) Kilasdunia (1) Kinerja Asuransi Umum (1) Korupsi (1) Kupasi (1) LPS (1) Lloyd's (1) Loss Limit (1) Manulife (1) Medi Plus (1) Mitra Maparya (1) Multifinance (1) NMA (1) Obamacare (1) P&I (1) P&I Insurance (1) PAYDI (1) PSKI (1) Pailit (1) Pasar Senen (1) Penerbangan (1) Pertambangan (1) Perubahan Iklim (1) Powerpoint (1) Pungutan OJK (1) RBC (1) Ritel (1) SDM (1) Sadar Asuransi (1) Slide (1) asuransi warisan (1) aturan (1) bapepam-lk (1) biaya (1) biro klasifikasi (1) business (1) definisi (1) fungsi asuransi (1) insurable interest (1) jaminan (1) judi (1) kapal (1) komposisi (1) kurs valas (1) kyc (1) laik (1) manfaat asuransi (1) modifikasi (1) ownrisk (1) pemasaran (1) penutupan asuransi (1) perlengkapan tambahan (1) product guarantee (1) proximate cause (1) sistem pemasaran asuransi (1) strategi pemasaran (1)

Blog Archive

Recent Posts