Bogor – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan
penetrasi asuransi di Indonesia segera menyusul penetrasi di negara
Malaysia atau Filipina, yaitu sekitar 3-5 persen. Untuk itu, OJK bersama
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)
meluncurkan produk standar asuransi mikro dan mikro syariah.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliman D Hadad, menuturkan, penetrasi
asuransi di Indonesia adalah yang terendah di wilayah asia karena baru
mencapai 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi OJK bersama
industri asuransi harus menciptakan kesempatan untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat agar memiliki asuransi.
Oleh karena itu OJK berupaya mengembangkan asuransi mikro, sehingga
asuransi menjadi produk inklusif bukan eksklusif untuk kalangan menengah
ke atas.
Adapun produk standar asuransi mikro dan mikro syariah yang
diluncurkan tiga asosiasi asuransi di Indonesia berjumlah tujuh produk.
Produk tersebut ialah Asuransi Mikro Warisanku, Rumahku, Stop Usaha
Erupsi, Stop Usaha Gempa Bumi, dan Asuransiku oleh AAUI.
Asuransi Mikro Penuh Cinta atau Si Peci dari AAJI, dan Asuransi Mikro
Syariah Si Bijak merupakan produk AASI. Produk standar tersebut dijual
dengan harga yang beragam selama setahun, tetapi dengan premi maksimal
sebesar Rp 50.000.
Muliaman menilai, asuransi mikro ibarat pintu masuk agar semakin
banyak orang memiliki asuransi. Pasalnya, asuransi ini akan dipasarkan
ke pelosok-pelosok dan bertujuan memenuhi kebutuhan banyak orang yang
selama ini belum tersentuh atau terlindungi asuransi.
“Kami harapkan dengan peluncuran produk asuransi standar mikro dan
mikro syariah ini dapat memacu penetrasi asuransi kita hingga sebesar
3-5 persen dan menyamai negara tetangga, seperti Malaysia dan Filipina,”
ujar dia dalam acara Pasar Asuransi Mikro Indonesia di Bogor, Kamis
(30/10).
Produk standar asuransi mikro, jelas Muliaman, bukan suatu program
sosial, sebaliknya ini adalah kesempatan komersial yang dapat berkembang
seperti di negara-negara lain. Untuk itu, edukasi kepada masyarakat,
terutama kelas menengah ke bawah sangat diperlukan.
“Selain itu, perusahaan asuransi harus mempertahankan kredibilitas dan mengelola dana asuransi secara profesional,” jelas dia.
Pada kesempatan sama, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non
Bank (IKNB), Firdaus Djaelani, memaparkan, dari 140 perusahaan asuransi
hanya ada 20 persen atau 30 perusahaan yang menjual 60 produk asuransi
mikro. Jumlah pemegang polis asuransi mikro sebanyak 5,8 juta orang.
“Padahal pemegang asuransi non mikro individu maupun kumpulan jika
digabungkan sekitar 50 juta. Jadi sebenarnya potensi asuransi mikro
tumbuh di Indonesia besar sekali,” ungkap dia.
Dengan peluncuran produk standar asuransi mikro, Firdaus berharap,
penetrasi asuransi akan terus meningkat. Pasalnya, jika dulu banyak
orang beranggapan asuransi hanya terbatas untuk kalangan menengah ke
atas, saat ini asuransi pun dapat dimiliki masyarakat kelas menengah ke
bawah.
“Kami menciptakan asuransi mikro, dengan harapan suatu saat jika
masyarakat kelas menengah ke bawah naik tingkat menjadi kelas menegah ke
atas mereka sudah paham asuransi. Untuk total premi asuransi mikro
masih sedikit, tetapi saya pikir dua tahun mendatang pemegang polis
asuransi mikro dapat menjadi 10 juta orang,” tutur dia.
Sumber:
Beritasatu