November 2012 ~ Akademi Asuransi

Fungsi dan Tujuan Reasuransi



Mekanisme reasuransi diperlukan dalam industri perasuransian dengan fungsi/tujuan sebagai berikut :
A.    Capacity (kapasitas)
Terbatasnya kapasitas yang dimiliki oleh Direct Insurer tertentu membuat Direct Insurer tersebut tidak leluasa mengaksep jumlah-jumlah pertanggungan yang melebihi kapasitasnya. Fasilitas Reasuransi akan memperbesar kapasitas Direct Insurer tersebut, sehingga memungkinkan untuk mengaksep jumlah-jumlah pertanggungan yang tinggi. Dalam hal seperti ini reasuransi berfungsi sebagai “Capacity Boosting”.
B.    Removal of Uncertainty
Terjadinya kerugian dapat dianggap pasti (certain). Tetapi apa yang tidak dapat dipastikan (uncertain) adalah frekwensi terjadinya kerugian, kapan kerugian itu akan terjadi, dan berapa besar kerugian yang akan diderita. Reasuransi dapat membuat kerugian Direct Insurer menjadi pasti; dengan kata lain reasuransi membantu direct insurer dalam menstabilkan tingkat kerugiannya dengan menghilangkan beberapa dari ketidakpastian.
 C.    Confidence
Sebagaimana halnya asuransi yang salah satu manfaatnya bagi Tertanggung adalah menciptakan rasa yakin (confidence), reasuransi pun memberikan manfaat yang sama bagi Direct Insurer. Sebagai contoh, dengan dapat dihilangkannya ketidakpastian (uncertainties) tertentu melalui mekanisme asuransi, pengusaha akan bersedia untuk memperbesar investasinya ketimbang menyimpan uangnya sebagai cadangan. Hal ini berlaku sama bagi Direct Insurer sebagai pengaruh dari beberapa ketidakpastian yang dapat dihilangkan dengan bantuan mekanisme reasuransi.
D.    Catastrophe Protection
Keadaan finansial Direct Insurer dapat menjadi sangat buruk dalam hal ia harus menanggung kerugian-kerugian yang luar biasa jumlahnya (Catastrophic Losses). Reasuransi berperan sebagai pengaman untuk melindungi Direct Insurer dari keadaan seperti ini.
E.    Spread of Risk
Seperti telah dikemukakan di atas, reasuransi adalah mekanisme pengalihan risiko dari Direct Insurer kepada reasuradur. Oleh sebab itu reasuransi berperan sebagai alat penyebar risiko (spread of Risk).

Share:

SURETY BOND: Jamkrida Bali Mandara Luncurkan Produk Bulan Depan



JAKARTA: Besarnya potensi pasar di wilayah Bali, mendorong PT Penjaminan Kredit Daerah Bali Mandara untuk meluncurkan surety bond pada bulan depan.

 “Desember akan kami luncurkan produk surety bond,” ujar Indra Putra, Direktur Jamkrida Bali Mandara, Rabu (28/11).

Indra menjelaskan produk surety bond ini akan mendukung program pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah Bali. Dia menilai potensi pasar surety bond di Bali cukup bagus. “Saya belum tahu nilai proyek pengadaan barang di Bali, namun pasar surety bond di Bali pada tahun depan diperkirakan mendekati Rp1 triliun,” ujarnya.

Sebagai pemain baru, Indra mengaku tidak akan agresif bersaing dengan sejumlah perusahaan asuransi yang telah lebih dulu bermain di surety bond. Terlebih, lanjut dia, kapasitas penjaminan Jamkrida Bali Mandara belum besar untuk menangani seluruh proyek di Bali.

“Kami akan berbagi pasar dengan pemain lama. Tidak mungkin semua proyek kami makan sendiri karena kapasitas yang terbatas. Pasti kami oper ke perusahaan lain yang memiliki kapasitas lebih besar,” ujarnya.

Bila rencana ini jadi dilaksanakan, maka Jamkrida Bali Mandara merupakan perusahaan penjaminan kedua yang meluncurkan produk surety bond. Adapun perusahaan penjaminan yang menjadi pelopor dari surety bond adalah Perum Jamkrido.

Selama ini surety bond lebih dikenal sebagai produk asuransi. Puluhan perusahaan asuransi umum telah memiliki izin untuk memasarkan produk ini. (bas)


Sumber: Bisnis
Share:

Aspek Hukum Perjanjian Asuransi

Disamping dapat dilihat sebagai suatu sistem atau cara penyebaran risiko, reasuransi juga dapat dilihat dari aspek hukum perjanjian.
C.E. Golding, dalam bukunya “The Law and Practice of Reinsurance”, mendefinisikan reasuransi sebagai berikut :
A Reinsurance transactiaon is an agreement made between two parties called Ceding Company and Reinsurer respectively, whereby the Ceding Company agrees to cede and the Reinsurer agrees accept the certain fixed of a Risk upon terms as set out in the agreement.
(Suatu transaksi reasuransi adalah suatu persetujuan yang dibuat antara dua pihak yang masing-masing disebut Ceding Company dan Reinsurer (Reasuradur), dimana Ceding Company menyetujui untuk memberikan dan Reasuradur menyetujui untuk menerima penyertaan tertentu dari suatu risiko berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam perjanjian).

Sesuai definisi, praktek, dan kebiasaan yang telah berlangsung, dapat dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan aspek hukum dalam reasuransi.
  1. Perjanjian reasuransi bersifat konsensual, yaitu berdasarkan kesepakatan antara Ceding Company dan Reasuradur.
  2. Perjanjian reasuransi bersifat timbal balik, yaitu baik Ceding Company maupun Reasuradur mempunyai hak dan kewajiban masing-masing berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui bersama.
  3. Prinsip-prinsip utama asuransi seperti Insurable Interest, Utmost Good Faith, dan Indemnity juga berlaku dalam perjanjian reasuransi.
  4. Perjanjian reasuransi antara Ceding Company dan Reasuradur merupakan suatu perjanjian yang berdiri sendiri dan terpisah dari perjanjian asuransi antara Penanggung dan Tertanggung.
Dalam hal ini ada 4 (empat) hal pokok yang harus diperhatikan sebagai berikut :
  • Tertanggung tidak mempunyai hak apapun terhadap reasuradur.
  • Dalam hal Reasuradur mengalami kebangkrutan, Ceding Company tetap bertanggung jawab kepada Tertanggung sesuai dengan polis yang telah dikeluarkan..
  • Dalam hal Ceding Company mengalami kebangkrutan, reasuradur tetap bertanggung jawab kepada Ceding Company sesuai dengan perjanjian reasuransi yang dibuatnya.
  • Reasuradur tidak mempunyai hak berdasarkan perjanjian terhadap segala kesalahan yang dilakukan oleh Tertanggung.
  1. Perjanjian Reasuransi adalah perjanjian yang bersifat confidential (rahasia) serta tidak dapat dipublikasikan.
  2. Perselisihan yang timbul antara Ceding Company dan Reasuradur biasanya diselesaikan melalui arbitrase dan sangat jarang diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Share:

ASURANSI JIWA: Hasil Investasi industri Meroket 217%



JAKARTA--Imbal hasil investasi asuransi jiwa pada kuartal III/2012 mencapai Rp13,3 triliun, meningkat 217% dari tahun sebelumnya sebesar Rp4,20 triliun. 
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengatakan, faktor pendorong kenaikan imbal hasil ini karena kondisi perekonomian yang membaik dan kinerja positif pasar modal.
"Pertumbuhan ekonomi membaik pada akhirnya mendorong peningkatan aset," ujarnya, Rabu (28/11).
Direktur Eksekutif AAJI Benny Waworuntu menyebutkan reksadana masih menjadi pilihan utama portofolio investasi karena cenderung memberikan imbal hasil tetap dengan risiko rendah. Saat ini posisi investasi industri asuransi pada reksadana tercatat Rp65,4 triliun, naik 12,4% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp58,2 triliun.
"Tentu saja dibagi menjadi beberapa jenis reksadana, sesuai liabilitasnya," ujarnya.
Kondisi pasar modal yang membaik juga menjanjikan pilihan untuk berinvestasi. Meski demikian, proporsi saham justru menurun hingga 31%, dari Rp78,2 triliun pada  kuartal III/2011 menjadi Rp53,4 triliun.
Penurunan itu, menurut Hendrisman, terjadi karena pengalihan portofolio dari saham ke surat berharga negara. Proporsi Obligasi Negara meningkat hampir 5.000%, dari Rp498,3 miliar menjadi  Rp25,3 triliun. (faa)


Sumber: Bisnis
Share:

Metode dan Cara Penempatan Reasuransi

Dalam praktek dikenal 4 cara penempatan reasuransi yaitu :
  1. Facultative
  2. Treaty
  3. Facultative Obligatory
  4. Pools
VI.2.1. Facultative
Ciri pokok penempatan reasuransi secara facultative adalah adanya kebebasan baik untuk Ceding Company maupun Reasuradur. Ceding Company bebas untuk mereasuransikan pertanggungan yang ditutup, dan Reasuradur bebas pula untuk menerima atau menolak obyek pertanggungan yang tersebut.
Kebebasan yang diberikan masing-masing pihak dalam penempatan reasuransi secara facultative ini menunjukkan proses yang hampir sama dengan penutupan asuransi langsung yang dilakukan antara Penanggung dengan Tertanggung. Ceding Company, melalui penawaran secara individual (risiko per risiko) kepada Reasuradur, harus full disclosure dalam memberikan data dan informasi mengenai obyek pertanggungan yang ditutup. Ceding Company juga perlu memberikan informasi mengenai terms & conditions atas penutupan tersebut, termasuk kemampuan sendiri (net retensi) Ceding Company. Sebelum memutuskan apakah penawaran dari Ceding Company diaksep atau ditolak, reasuradur melakukan penilaian dan pertimbangan, khususnya yang mencakup aspek underwriting atas obyek pertanggungan tersebut.

Hambatan yang dihadapi dalam penempatan secara facultatative ini antara lain :
  • Memerlukan banyak tambahan pekerjaan, sehingga biaya administrasi baik pada Ceding Company maupun Reasuradur menjadi tinggi, mengingat banyaknya data dan informasi yang harus disampaikan.
  • Waktu yang dibutuhkan untuk menempatkan reasuransi cukup lama, khususnya untuk pertanggungan yang mempunyai nilai risiko tinggi dan melebihi batas kapasitas Ceding Company. Terkadang penempatan reasuransi ini melibatkan partisipasi Reasuradur yang cukup banyak untuk ikut mendukung pertanggungan ini.
  • Kepastian mengenai penutupan pertanggungan tidak dapat langsung diterima oleh Tertanggung, sehingga kurang dapat mendukung operasional perusahaan asuransi.
Disamping hambatan seperti tersebut di atas, penggunaan cara facultative masih banyak dipakai oleh perusahaan asuransi, dengan alasan:
  1. Pertanggungan tersebut telah melebihi kapasitas otomatis (Treaty) yang dimiliki perusahaan asuransi.
  2. Termasuk risiko-risiko yang dikecualikan Treaty.
  3. Membatasi liability Ceding Company dan Reasuradur dalam Treaty terhadap risiko-risiko yang mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi.
  4. Mengurangi beban perusahaan asuransi dalam menghadapi akumulasi risiko yang terlalu besar dalam suatu wilayah atau lokasi tertentu.
  5. Mengadakan pertukaran business dengan perusahaan asuransi lain (reciprocity)
  6. Mendapatkan pengalaman dan keahlian yang dapat diperoleh dari Reasuradur, dalam hal risiko yang sifatnya khusus.

VI.2.2. Treaty
Penempatan reasuransi dengan cara Treaty dilakukan melalui suatu perjanjian antara Ceding Company dan Reasuradur berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disetujui bersama. Dalam perjanjian ini, Ceding Company wajib mereasuransi dan reasuradur wajib menerima seluruh risiko yang termasuk dalam perjanjian tersebut.
Dalam perjanjian ini Ceding Company diwajibkan untuk mereasuransikan pertanggungan yang telah diaksep kepada Reasuradur, dan Reasuradur wajib menerima pertanggungan tersebut.
Sebelum tercapainya kesepakatan, Ceding Company dan Reasuradur melakukan negosiasi mengenai syarat dan kondisi perjanjian Treaty ini. Ceding Company harus memberikan data & informasi secara lengkap kepada Reasuradur seperti detail portfolio business yang akan direasuransikan, underwriting policy Ceding Company, Statistik atau pengalaman treaty selama beberapa tahun terakhir. Hal ini sangat diperlukan mengingat dukungan reasuransi yang diberikan Reasuradur bersifat otomatis dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, Reasuradur telah memberikan suatu kepercayaan penuh kepada Ceding Company untuk menerima risiko-risiko yang sesuai dengan syarat dan kondisi yang sesuai dengan syarat dan kondisi yang ada dalam perjanjian Treaty.
Perjanjian reasuransi yang ditempatkan secara Treaty dibagi 4 macam, dan akan dibahas dalam topik selanjutnya, yaitu :
  1. Proportional Treaty
    1. Quota Share Treaty
    2. Surplus Treaty
  2. Non Proportional Treaty
    1. Excess of Loss Treaty
    2. Stop Loss dan Aggregate Excess of Loss

Keuntungan yang diperoleh dengan cara Treaty ini antara lain adalah :
  • Kepastian dukungan reasuransi secara otomatis atas obyek pertanggungan yang ditutup telah diperoleh, sehingga akan membantu perusahaan asuransi dalam menjalankan operasionalnya.
  • Biaya administrasi yang lebih kecil dibanding dengan cara facultative, mengingat seluruh risiko-risiko dapat seluruhnya di-ceded dalam Treaty tanpa harus menawarkan terlebih dahulu kepada Reasuradur.




VI.2.3. Facultative Obligatory
Facultative Obligatory merupakan kombinasi dari cara facultative pada Ceding Company dan adanya obligation (kewajiban) bagi Reasuradur untuk menerima risiko yang direasuransikan.
Ceding Company tidak mempunyai keharusan untuk memberikan risiko kepada Reasuradur, dan wajib diterima oleh Reasuradur apabila risiko tersebut direasuransikan oleh Ceding Company.
Seperti juga Treaty, cara penempatan facultative obligatory juga berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disetujui bersama melalui suatu perjanjian. Dengan demikian facultative obligatory juga merupakan tambahan kapasitas otomatis yang dimiliki oleh perusahaan asuransi sebagai Ceding Company.
Risiko-risiko yang diberikan oleh Ceding Company kepada Reasuradur, umumnya didistribusikan setelah penggunaan secara penuh kapasitas otomatis dalam treaty, dengan besarnya limit sesuai dengan kelipatan dari kemampuan sendiri Ceding Company, yang disebut dengan “Line”.
Untuk kondisi-kondisi tertentu, facultative obligatory dalam prakteknya sering disebut dengan Open Cover, Broker’s Cover, dan Lines Slip.

VI.2.4. Pools
Pool adalah suatu bentuk perjanjian diantara beberapa perusahaan asuransi untuk menempatkan jenis asuransi tertentu dalam suatu sentral, yang kemudian akan dikembalikan ke masing-masing anggota, atau diretrossesikan kepada Retrocessionaire.
Pembentukan Pools antara lain disebabkan oleh adanya persetujuan untuk mengaksep risiko-risiko besar dan mempunyai tingkat risiko besar (large and hazardous risks) yang disebut “Market Pool”, adanya intervensi pemerintah yang disebut “Goverment Pool”, dan jenis asuransi tertentu yang disebut “Underwriting Pool”.
Sistem ini dikelola oleh suatu “Organisasi” yang menerima Business yang diberikan oleh perusahaan asuransi, baik secara langsung, facultative, maupun Treaty, dan selanjutnya akan diretrossesikan kembali kepada anggota Pool sebagai Retrocessionaire maupun bukan anggota Pool. Beberapa contoh yang berkaitan dengan cara kerja Pool yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia, adalah Pool untuk Asuransi Penerbangan Indonesia (Indonesian Aviation Pool), asuransi terhadap risiko-risiko pasar (konsorsium pasar), Custom Bond Pool, dan sebagainya.

Share:

Surety Bond Akan Tingkatkan Pendapatan Non KUR Jamkrindo



JAKARTA: Regulator mendukung Perum Jamkrindo untuk menerbitkan  produk surety bond guna memperbesar pendapatan pada bisnis di luar penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Mulabasa Hutabarat, Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), mengatakan peluncuran produk surety bond oleh Perum Penjamin Kredit Indonesia (Jamkrindo) dapat mendongkrak pendapatan di luar bisnis Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Selain itu produk surety bond juga dapat menyebarkan portofolio bisnis dari Jamkrindo," ujarnya pada kata sambutan peluncuran produk Surety Bond, Rabu (28/11).
Lebih rinci dia menjelaskan sekitar 74% laba Perum  Jamkrindo merupakan kontribusi dari bisnis penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun bisnis di luar KUR baru memberikan kontribusi sekitar 26%.
Mulabasa mengatakan surety bond sebenarnya merupakan produk dari perusahaan penjaminan. Hal tersebut karena ada tiga pihak yang terlibat, yaitu pemilik proyek, pelaksana dan perusahaan penjaminan. "Sementara itu produk asuransi itu biasanya cuma dua pihak. Jadi surety bond itu lebih condong ke perusahan penjaminan," ujarnya. 
Pada hari ini Jamkrindo meluncurkan surety bond yang terdiri atas empat produk jaminan penawaran (bid bond), jaminan uang muka (advance payment bond), jaminan pelaksanaan (performance bond), dan jaminan pemeliharaan (maintenance bond). Jamkrindo merupakan perusahaan penjaminan pertama yang meluncurkan produk surety bond. (Faa)
Sumber: Bisnis
Share:

Bentuk-bentuk Reasuransi

Bentuk Reasuransi dapat digolongkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
  1. Reasuransi Proporsional
  2. Reasuransi Non Proporsional


VI.3.1. Reasuransi Proporsional
Reasuransi Proporsional adalah bentuk reasuransi atas suatu risiko dengan pembagian saham yang telah ditetapkan, baik untuk Ceding Company maupun Reasuradur. Tanggung jawab masing-masing pihak dalam suatu kerugian (klaim) adalah sesuai dengan saham yang ditetapkan dalam pembagian premi dan liabilitynya.
Contoh :
Sebuah gedung perkantoran diasuransikan kepada perusahaan asuransi A, untuk risiko kebakaran dengan jumlah harga pertanggungan Rp. 2 Milyar dan rate 1,5 %o per tahun serta pertanggungan dimulai sejak tanggal 1/1/98 - 1/1/99. Adapun batas kemampuan perusahaan asuransi sendiri (Own Retention) untuk menanggung jenis risiko tersebut adalah Rp. 600 juta. Pada tanggal 30 Juli 1998 terjadi kebakaran yang mengakibatkan taksiran total kerugian - berdasarkan penilain Independent Loss Adjuster - sebesar Rp. 1,5 Milyar.
Dalam contoh di atas, Ceding Company harus mengasuransikan jumlah pertanggungan di atas Own Retention perusahaan asuransi A sebesar 1,4 Milyar, dengan komposisi saham sebagai berikut :
  • Harga Pertanggungan : Rp. 2.000.000.000,- (100%)
  • Own Retention : Rp. 600.000.000,- (30% of 100%)
  • Reasuradur : Rp. 1.400.000.000,- (70% of 100%)

Dengan demikian pembagian premi dan klaim berdasarkan proporsi di atas adalah sebagai berikut :
  • Premi 100% : Rp. 2.000.000.000,- X 1,5%o = Rp. 3.000.000,-
  • Own Retention : Rp. 30% X Rp. 3.000.000,- = Rp. 900.000,-
  • Reasuradur : Rp. 70% X Rp. 3.000.000,- = Rp. 2.100.000,-
  • Klaim 100% : Rp. 1.500.000.000,-
  • Own Retention : 30% X Rp. 1.500.000.000,- = Rp. 450.000.000,-
  • Reasuradur : 70% X Rp. 1.500.000.000,- = Rp. 1.050.000.000,-
Berdasarkan uraian dan contoh tersebut di atas, hal-hal pokok dalam bentuk reasuransi proporsional adalah :
  1. Ceding Company dan Reasuradur mempunyai kepentingan yang sama atas suatu risiko sesuai dengan saham yang ditetapkan.
  2. Dilakukan berdasarkan Original Terms & Conditions of Contract (syarat dan kondisi perjanjian asli), yaitu asuransi.
Dalam prakteknya, reasuransi proporsional dipergunakan untuk penempatan reasuransi secara facultative, Treaty (Quota Share dan Surplus), serta Facultative Obligatory.

VI.3.2. Reasuransi Non Proporsional

Dalam reasuransi non proporsional ini, Ceding Company dan Reasuradur tidak membagi proporsi setiap kerugian (klaim) , premi, dan liability, dalam suatu perbandingan yang tetap.
Tanggung jawab Reasuradur baru akan timbul dalam suatu kerugian, apabila kerugian (klaim) tersebut telah melebihi suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkan oleh Ceding Company.
Meskipun Ceding Company harus menanggung suatu bagian dari suatu kerugian yang menjadi kewajibannya (liability-nya) di bawah kontrak asuransi yang telah dibuatnya atau diadakannya dengan Tertanggung-nya, bagian dari kerugian yang melibatkan Ceding Company itu tidak harus melibatkan Reasuradur dalam reasuransi non-proporsional. Ini dimungkinkan karena dalam bentuk reasuransi seperti itu Ceding Company menetapkan suatu limit sebagai retensinya, yakni bahwa Ceding Company akan menanggung setiap kerugian sampai suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkannya dan Reasuradur hanya akan terlibat di atas jumlah tertentu tersebut.
Dengan demikian, dalam reasuransi non-proporsional:
  1. Pengaturan Ceding Company dan Reasuradur dalam hal premi dan liability tidak selalu sama atau sebanding.
  2. Tidak mengikuti perjanjian aslinya antara tertanggung dan Penanggung langsung (Insurer).
Bentuk-bentuk utama asuransi non proporsional biasanya digunakan dalam Excess of Loss Reinssurance Treaty (Excess of Loss, Stop Loss, Aggregate Excess of Loss).

Share:

SINERGI: Askrindo tanggung penjaminan kredit Bank Mega Syariah

JAKARTA--PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) menyepakati pertanggungan penjaminan pembiayaan kredit kendaraan bermotor oleh PT Bank Mega Syariah sebesar 64% dari nilai kredit.
Pertanggungan secara otomatis dilakukan terhadap pembiayaan joint financing kendaraan bermotor dengan plafon pembiayaan hingga Rp 300 juta untuk tiap nasabah.
Direktur Utama Bank Mega Syariah Beny Witjaksono mengatakan, target pembiayaan yang diasuransikan hingga akhir 2013 sebesar Rp 1,5 triliun atau sekitar Rp 100 miliar-Rp 200 miliar perbulan.
"Terserah nanti berapa yang diterima Askrindo dari nilai penjaminan yang kami ajukan sebesar Rp 1,5 triliun di tahun pertama 2013," ujar Beny.
Direktur utama Askrindo Antonius Chandra S. Napitupulu mengatakan, kerja sama penjaminan kredit ini merupakan salah satu bentuk kemitraan yang telah dijalanan perseroan dengan industri perbankan, yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan Askrindo secara keseluruhan yang ditargetkan tumbuh 30% pada 2013.
Saat ini, porsi bisnis Askrindo di luar pgrogram Kredit Usaha Rakyat (KUR) dibagi hampir merata antara bisnis surety ship sebesar 55% dan penjaminan kredit sebesar 45%.
Di sektor penjaminan kredit, Askrindo telah bekerja sama dengan sejumlah bank yang menyalurkan kredit pembiayaan. Pada 2012, Askrindo menandatangani perjanjian kerja sama dengan Bank Bukopin, Bank Kalteng, Bank Kaltim, Bank DKI, Bank Jatim, Bank BJB, Bank Sumbar dan Bank Agro.
Hingga periode 31 Oktober 2012, Askrindo membukukan laba sebesar Rp 210.922 miliar, meningkat  dari laba periode yang sama tahun lalu senilai Rp 96,365 miliar.
"Perolehan laba ini masih di bawah target prognosis yang ditetapkan sebesar Rp 225 miliar, meski kami yakin bakal tercapai," ujarnya.
Meningkatnya pendapatan disumbang oleh peningkatan volume bisnis penjaminan yang terutama ditopang oleh penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Sumber: Bisnis
Share:

INDEKS SAHAM SYARIAH tumbuh lebih baik dari IHSG

JAKARTA - Kinerja indeks saham syariah indonesia(ISSI) secara year to date hingga 23 November mencapai 16,75% atau bertumbuh dari 125,4 pada akhir tahun lalu menjadi 146,4. Pertumbuhan tersebut berhasil melampaui indeks harga saham gabungan (IHSG) yang ada di titik 13,79% atau menjadi 4.348,8 dari 30 Desember 2011 sebesar 3.821,9.
Tidak hanya dari saham-saham keseluruhan, bila ditilik perbandingan antara Jakarta Islamic Index (JII) dan LQ45, pertumbuhan JII yang terdiri dari 30 saham dengan market cap terbesar dari ISSI pun berhasil menunjukan performa yang melebihi LQ45 yakni mencapai 13,17% dibandingkan LQ45 10,82%.
Kepala Biro Standar Akutansi dan Keterbukaan Bapepam LK Etty Retno Wulandari mengatakan kinerja yang cemerlang dari indeks saham syariah tersebut karena ketatnya kriteria dan persyaratan yang ditetapkan Bapepam LK untuk saham-saham yang masuk ke dalam DES.
"Performance saham syariah lebih baik dan akan lebih tinggi lagi dari waktu ke waktu karena lebih tersortir dan ada kriterianya, yang masuk dalam DES ISSI adalah saham pilihan yang utangnya rendah sehingga tidak beresiko serta pendapatannya halal," tuturnya dalam konfrensi pers, Senin (26/11/2012).
Menurutnya untuk masuk ke dalam daftar efek syariah, setiap perusahaan publik dan emiten harus sesuai dengan aturan Bapepam LK No.II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Setidaknya ada dua syarat terkait rasio keuangan yang harus dipenuhi emiten. Pertama, total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%. Kedua, total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.
Selain itu, juga diatur berdasarkan kegiatan usaha dimana perusahaan yang berbisnis di bidang perjudian, jasa keuangan yang berbasis bunga, asuransi konvensional, perusahan yang menjual barang-barang haram, serta yang melakukan transaksi suap tidak diperkenankan masuk sebagai DES. (faa)


Indeks                  30 Desember 2011           23 November 2012          %
IHSG                      3.821,9                                  4.348,8                                  13,79
ISSI                         125,4                                     146,4                                     16,75
LQ45                      673,5                                     746,4                                     10,82
JII                            537,0                                     607,7                                     13,17


Sumber: Bisnis
Share:

Prudential Indonesia Peroleh Premi Baru Rp7,7 Triliun



Jakarta–PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) mencatat perolehan total premi bisnis baru pada kuartal III-2012 sebesar Rp7,7 triliun, atau naik 28% dibandingkan perolehan premi pada periode pada 2011. Pertumbuhan tersebut memperkuat basis nasabah dengan memberikan proteksi kepada 300 ribu nasabah baru, menjadikan total nasabah lebih dari 1,6 juta orang.

Dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, 27 November 2012, Presiden Direktur Prudential Indonesia William Kuan mengatakan,  Prudential Indonesia membayarkan klaim dan manfaat sebesar Rp4,4 triliun kepada nasabah, angka ini bertumbuh 41,2% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Pada kuartal ketiga 2012, Prudential Indonesia juga mencatat peningkatan dana kelolaan sebesar 32% dari tahun sebelumnya menjadi Rp34,3 triliun,” ujarnya.

Ia mengatakan, peningkatan tersebut mendorong kenaikan total aset sebesar 32% dibandingkan pada 2011 menjadi Rp38,7 triliun. Pertumbuhan aset perusahaan semakin memperkuat kondisi kesehatan keuangan Prudential Indonesia.

Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal yang telah memperhitungkan aspek risiko (risk based capital/RBC) yang mencapai 376% untuk portfolio konvensional dan mencapai 75,6% untuk dana tabbaru’ dari portofolio syariah. Angka-angka tersebut jauh melebihi ketentuan minimum yang dipersyaratkan oleh regulator perasuransian yakni 120% untuk portofolio konvensional dan 30% untuk portofolio syariah. (*)



Sumber: InfobankNews
Share:

Obligasi menjadi tumpuan asuransi umum



JAKARTA. Perusahaan asuransi bakal mengandalkan obligasi sebagai keranjang investasinya dibandingkan di deposito pada kuartal terakhir ini. Return alias imbal hasil yang lebih menjanjikan menjadi alasan perusahaan asuransi berbondong-bondong memindahkan dan investasi ke obligasi sejak pertengahan tahun 2012.

Eddy Candra, Direktur Keuangan Asuransi Wahana Tata (Aswata), melihat, return obligasi bisa mencapai 8% sedangkan deposito berkisar 6% per tahun. Tapi, asuransi harus tetap menyeleksi obligasi yang aman.

Aswata menempatkan dana investasi di obligasi dan reksadana masing-masing sebesar 30% pada kuartal III-2012. Porsi tersebut naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 20,9%. Sedangkan deposito masih mendominasi, dengan porsi sekitar 51%. Total dana kelolaan Aswata saat ini
Rp 815 miliar. "Investasi di reksadana dan obligasi akan diperbanyak jadi 35% hingga akhir 2012," kata Eddy.

Sunyata Wangsadarma, Presiden Direktur Asuransi Harta Aman Pratama (AHAP), juga berencana menambah porsi investasi di obligasi pada kuartal IV. Per akhir September 2012, dana investasi AHAP Rp 71,9 miliar. Dari jumlah itu, 78,8% tersimpan di deposito, reksadana 2,8%, obligasi 11,8%, dan saham 3,4%.

"Obligasi akan diperbanyak," kata Sunyata tanpa merinci porsinya. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan hasil investasi. Maklum, hingga triwulan ketiga, hasil investasi AHAP Rp 2,8 miliar, menyusut 9,6% dibandingkan periode sama 2011. Peningkatan hasil investasi bakal membantu mereka mencapai target laba Rp 17,5 miliar tahun ini.

Investasi Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) di keranjang obligasi pada triwulan ketiga tahun ini juga ikut terkerek menjadi 18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang di bawah 10%. Porsi itu akan meningkat lagi pada kuartal IV ini karena Askrindo bakal mengurangi investasi di deposito yang per September 2012 mencapai 82%.

T. Widya Kuntarto, Direktur Keuangan, Investasi dan TI Askrindo, bilang, penempatan investasi di pasar modal diatur supaya tetap aman dan memberikan keuntungan optimal. "Obligasi diperbanyak, tapi kami tidak akan sembarangan memilih, harus korporasi BUMN," katanya.

Sampai September lalu, Askrindo sudah membukukan hasil investasi Rp 135 miliar, naik 77,6% dari Rp 76 miliar pada periode sama tahun lalu. Jumlah dana kelolaan Askrindo Rp 2,9 triliun, tumbuh dibandingkan periode yang sama 2011 yang Rp 1,7 triliun.

Akhir tahun ini, diperkirakan, dana kelolaan asuransi pelat merah ini mencapai
Rp 3,9 triliun karena ada penyertaan modal negara (PNM) sebesar Rp 831 miliar.

Sumber: Kontan
Share:

BADAI SANDY: Swiss Re estimasi klaim capai US$900 juta



ZURICH-- Swiss Re Ltd memproyeksi jumlah beban klaim yang akan ditanggung akibat bencana badai Sandy sekitar US$900 juta.
 
Perusahaan reasuransi terbesar kedua di dunia ini juga memperkirakan total kerugian yang dihadapi pasar asuransi mencapai US$25 miliar. 
 
Nilai estimasi klaim dihitung berdasarkan retrosesi bersih atau perusahaan reasuransi mengasuransikan lagi kepada reasuransi lain sebelum pajak. Namun, estimasi klaim tersebut bisa berubah-ubah jika pemegang polis terus mengajukan klaim asuransi.
 
Badai Sandy yang terjadi pada akhir Oktober lalu menyebabkan banjir yang memakan korban penduduk Northeast Coast, Amerika Serikat.
 
Menurut Chief Underwriting Officer Swiss Re Matthias Weber, bencana alam tersebut juga menyebabkan pemadaman listrik massal, gangguan sarana transportasi, dan kerusakan infrastruktur sehingga proses perbaikan dirasa sulit.
 
"Proyeksi nilai klaim dibuat lebih besar dibandingkan dengan biasanya karena mempertimbangkan faktor ketidakpastian dan membutuhkan penyesuaian," ujar Weber.
 
Sebelumnya, perusahaan penghitung risiko bencana Eqecat Inc memperkirakan kerugian asuransi akibat badai Sandy mencapai US$20 miliar.


Sumber: Bisnis Indonesia
Share:

OJK Risau, Asuransi Tanpa Lender of Last Resort

INILAH.COM, Jakarta - Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) perlu melanjutkan pembahasan kemungkinan BI untuk menjadi lender of last resort industri asuransi.

"Pernah ada pemikiran ke sana. Kalau di bank itu kan BI bertindak sebagai lender of the last resort. Jadi kalau ada bank kesulitan likuiditas, bank tersebut bisa pinjam dari BI," ujar Anggota Dewan Komisioner OJK, Firdaus Djaelani kepada INILAH.COM, Kamis (23/11/2012) malam.

"Terus kalau asuransi bagaimana ya kalau dia kesulitan likuiditas, siapa yang harus berfungsi sebagai lender of the last resort," kata Firdaus.

Pemikiran untuk menjadikan BI menjadi lender of last resort bagi industri asuransi ini muncul mengingat BI bisa mencetak uang untuk menalangi dulu industri yang lagi kesulitan likuiditas. "Nah, terus kalau selama ini fungsi tersebut ada di sentral bank kenapa, karena kalau ada apa-apa bank sentral bisa cetak uang untuk menalangi dulu. Barangkalai waktu itu pembicaraan antara kementerian keuangan atau pemerintah dengan BI belum tuntas karena BI kalau mau bertindak lender of the last resort bagi industri asuransi harus juga mau tahu industri ini kayak apa, dia harus dapat data," tuturnya.

Ke depan, lanjutnya, perlu ada pembahasan lebih lanjut memang. "Iya tentunya siapa, LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) juga nggak mungkin karena di mana-mana yang namanya yang punya itu hanya bank sentral. Jadi, pembahasannya belum tuntas," ujarnya.


Sumber: Inilah
Share:

OJK: Dana Tabarru Asuransi Tanpa Jaminan

INILAH.COM, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan tidak akan menjamin dana tabarru di asuransi syariah.

"Di asuransi itu kan ada produk, di mana dana masyarakat disisihkan untuk donasi misalnya kalau ada orang meninggal atau dana tabarru. Itu namanya dana yang memang untuk disumbangkan. Jadi kalau sewaktu-waktu asuransi itu dicabut dana tersebut tidak akan dijamin karena tidak tahu itu dana atas nama siapa, tapi dana rame-rame," ujar Anggota Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani kepada INILAH.COM, Jumat (23/11/2012) malam.

Jadi, tegasnya, itu tidak akan dijamin karena nasabah asuransi itu sudah sidakohan. Sebelumnya diberitakan Otoritas Jasa (OJK) tetap akan membentuk lembaga penjamin nasabah perusahaan asuransi.

"Lembaga penjamin nasabah asuransi kalau dilihat dari draftnya kita ingin serahkan aja ke LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Artinya nanti programnya kita buatkan, tapi yang melaksanakan LPS," ujar Firdaus Djaelani.

Sekarang, lanjutnya, OJK masih menunggu kesepakatan dengan DPR. Untuk besaran penjaminananya, dia mengatakan perlu ada hitungan khusus.


Sumber: Inilah
Share:

Jenis-jenis Reasuransi

Proteksi otomatis terhadap setiap risiko yang memenuhi persyaratan perjanjian reasuransi atas dasar Treaty membuat reasuransi Treaty menjadi sangat vital bagi sebuah perusahaan asuransi dalam melakukan operasionalnya sebagai Direct Insurer.
Berdasarkan bentuknya, jenis-jenis reasuransi Treaty digolongkan ke dalam 2 (dua) katagori, yakni :
  1. Reasuransi Treaty Proporsional, yang meliputi :
    1. Quota Share Reinsurance Treaty
    2. Surplus Reinsurance Treaty
  2. Reasuransi Treaty Non Proporsional
    1. Excess of Loss Reinsurance
    2. Stop Loss (Excess of Loss Ratio)
    3. Aggregate Excess of Loss Reinssurance Treaty




VI.4.1. Treaty Proporsional
Jenis Treaty ini didasarkan pada adanya suatu perbandingan yang tetap antara premi, klaim, dan liability. Dalam bentuk reasuransi ini jumlah harga pertanggungan yang ditahan dan yang direasuransikan akan merepresentasikan suatu proporsi tertentu, dan premi yang diperoleh akan dibagi oleh Ceding Office dan Reasuradur sesuai dengan proporsi tersebut. Demikian pula apabila suatu klaim timbul dari risiko yang bersangkutan, maka pembayaran klaim akan dibagi oleh Ceding Company dan Reasuradur dengan proporsi yang sama pula, terlepas dari besar atau kecilnya nilai klaim.

VI.4.1.1. Quota Share
Dalam program reasuransi Treaty proporsional dengan bentuk Quota Share disepakati suatu limit tertentu untuk Quota Share tersebut. Jumlah sampai dengan suatu jumlah maksimum yang telah disepakati oleh Ceding Company & Reasuradur akan dibagi diantara Ceding Company dan Reasuradur Quota Share dalam proporsi atau prosentase yang tetap.
Contoh:
Perusahaan XYZ (Ceding Company) mempunyai Quota Share Treaty dengan perusahaan MNO (Reasuradur) untuk periode 12 bulan dari 1 Januari 1995 dengan Quota Share Limit 100% Rp. 4.000.000.000,-, dan pembagian sebagai berikut :
  • Own Retention Ceding Company : 30% of 100%
  • Reasuradur Quota Share : 70% of 100%
Dalam hal Ceding Company telah mengaksep suatu risiko yang termasuk dalam Quota Share Treaty tersebut dengan harga pertanggungan Rp. 5.000.000.000,- (100%) dan premi sebesar Rp. 15.000.000,-, maka dengan menggunakan program Quota Share Treaty dalam contoh di atas, premi sebesar Rp. 15.000.000,- tersebut akan dibagi sebagai berikut :
  • Premi Quota Share = = Rp. 12.000.000,-
Jumlah tersebut di atas selanjutnya akan dibagi diantara Ceding Company dan Reasuradur Quota Share seperti di bawah ini :
  • Own Retention Ceding Company : 30% X Rp. 12.000.000,- = Rp. 3.600.000,-
  • Reasuradur Quota Share : 70% X Rp. 12.000.000,- = Rp. 8.400.000,-

Catatan : Premi sebesar Rp. 3.000.000,- atas Excess harga pertanggungan sebesar Rp. 1.000.000.000,- menjadi tambahan Own Retention Ceding Company menjadi Rp. 3.600.000,- + Rp. 3.000.000,- = Rp. 6.600.000,-
Jika Ceding Company telah mereasuransikan kelebihan harga pertanggungan sebesar Rp. 1.000.000.000,- tersebut dengan bentuk reasuransi proporsional lainnya, maka premi untuk Own Retentio Ceding Company akan tetap Rp. 3.600.000,- dan jumlah premi Rp. 3.000.000,- untuk kelebihan harga pertanggungan Rp. 1.000.000.000,- tersebut akan menjadi hak Reasuradur dalam reasuransi proporsional lainnya itu.

Quota Share Treaty biasanya dipakai untuk perusahaan asuransi (Direct Insurer) yang masih baru atau perusahaan asuransi yang masih kurang berpengalaman dalam meng-underwrite bisnis tertentu.
Bagi Ceding Company pemakaian Quota Share Treaty memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :
  1. Karena proporsi-proporsi atau prosentase-prosentase saham Own Retention Ceding Company dan Reasuradur sudah tetap dan Quota Share Limit sudah ditetapkan secara jelas, maka cara kerja Quota Share Limit sudah ditetapkan secara jelas, maka cara kerja Quota Share Treaty menjadi sangat sederhana dan tidak memerlukan banyak pekerjaan administrasi.
  2. Quota Share Treaty memberikan proteksi otomatis kepada Ceding Company, sekalipun untuk risiko yang buruk.
  3. Komisi Reasuransi untuk Ceding Company dalam Quota Share Treaty pada umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan komisi reasuransi dalam reasuransi Treaty lainnya.
Disamping manfaat-manfaat seperti yang dijelaskan di atas, pemakaian Quota Share Treaty mempunyai keburukan tertentu bagi Ceding Company. Ini dapat terjadi dalam hal business yang direasuransikan dalam bentuk Quota Share itu cenderung memberikan hasil yang baik atau menguntungkan, dalam keadaan mana keuntungan harus dialokasikan kepada Reasuradur dengan prosentase yang telah ditetapkan. Keadaan seperti itu dapat membuat kemampuan dan modal Ceding Company kurang cepat berkembang.

VI.4.1.2. Surplus Treaty
Surplus Treaty adalah suatu perjanjian reasuransi dengan mana Reasuradur menyatakan persetujuannya untuk menerima kelebihan suatu risiko di atas jumlah retensi Ceding Company sesuai persyaratan yang telah disepakati dalam perjanjian itu. Salah satu dari persyaratan itu adalah adalah hal yang mengatur tentang maximum limit untuk jumlah yang dapat disessikan atau diberikan oleh Ceding Company dari Surplus Treaty tersebut.
Dalam Surplus Treaty, Own Retention dari Ceding Company dinyatakan sebagai “1 Line”, yakni batas maksimum dari jumlah yang akan ditahan sendiri oleh Ceding Company dalam suatu risiko. Batas maksimum tersebut ditetapkan oleh Ceding Company dengan memperhatikan jenis dan tingkat risiko yang bersangkutan. Saham Reasuradur dalam Surplus Treaty juga dinyatakan dalam “Lines” sebagai kelipatan dari 1 line untuk Own Retention dari Ceding Company. Jadi Ceding Company dapat membeli proteksi Surplus Treaty misalnya “3 Lines” atau “4 Lines” yang berarti bahwa jumlah yang dapat disesikan oleh Ceding Company kepada Reasuradur Surplus Treaty tersebut maksimum adalah sebesar 3 kali atau 4 kali lipat dari jumlah yang diambil oleh Ceding Company untuk Own Retention-nya. Dengan demikian, jika Ceding Company telah membeli Surplus Treaty 3 lines dan dalam Treaty itu Own Retention Ceding Company dalam setiap risiko adalah maksimum Rp. 500.000.000,-, maka dalam hal Ceding Company telah mengaksep suatu risiko dengan harga pertanggungan Rp. 2.500.000,-, maka untuk risiko itu Ceding Company dapat menetapkan Own Retention-nya Rp. 500.000.000,- dan mereasuransikan kelebihannya kepada Reasuradur Surplus Treaty maksimum Rp. 1.500.000.000,- (yakni 3 X Rp. 500.000.000,-), sedangkan kelebihannya (excess) sebesar Rp. 500.000.000,- di atas Own Retention Ceding Company dan sesi Reasuradur Surplus Treaty dapat direasuransikan oleh Ceding Company yang bersangkutan dengan cara facultative.
Ceding Company biasanya akan mengambil Own Retention maksimum (dalam contoh Rp. 500.000.000,-) apabila risiko yang bersangkutan dinilai sebagai kelas risiko yang paling baik (the best class of Risk). Dalam hal suatu risiko yang dinilainya kurang baik, Ceding Company dapat mengambil Own Retention yang lebih kecil dari Rp. 500.000.000,-, misalnya Rp. 400.000.000,-, dan dalam hal seperti itu dan dengan fasilitas Surplus Treaty 3 lines, Ceding Company hanya dapat mensesikan kepada Reasurasdur Surplus Treaty maksimum sebesar 3 X Rp. 400.000.000,- = Rp. 1.200.000.000,-.
Untuk mencegah terjadinya kecenderungan Ceding Company menggunakan Surplus Treaty untuk mensesikan sebesar-besarnya risiko-risiko jelek, maka dalam perjanjian reasuransi itu pihak Reasuradur biasanya memberlakukan suatu ketentuan yang menetapkan retensi minimum Ceding Company disamping retensi maksimumnya.
Berikut ini diberikan sebuah contoh aplikasi Surplus Treaty 2 lines dengan retensi maksimum Ceding Company Rp 250 juta.
Line (Sum Insured) yang ditutup oleh Direct Insurer
Retensi Sendiri Ceding Company
Sessi untuk Surplus 2 lines
Risiko A Rp 250 juta
Rp 250 juta
-----
Risiko B Rp 500 juta
Rp 250 juta
Rp 250 juta
Risiko C Rp 750 juta
Rp 250 juta
Rp 500 juta
Risiko D Rp 800 juta
Rp 250 juta
Rp 500 juta
Risiko E Rp 150 juta
Rp 50 juta
Rp 100 juta
Untuk Risiko A, Ceding Company mengambil retensi maksimum, yakni Rp 250 juta, sehingga tidak ada sesi untuk Reasuradur Surplus Treaty.
Untuk Risiko B, Ceding Company mengambil retensi maksimum, yakni Rp 250 juta, dan sisanya Rp 250 juta masih dibawah Surplus Limit, sehingga Reasuradur Surplus mendapat sesi sebesar Rp 250 juta.
Untuk Risiko C (Rp 750 juta), Ceding Company mengambil retensi maksimum, yakni Rp 250 juta dan sisanya Rp 500 juta adalah sama dengan Surplus Limit, sehingga jumlah sisa yang Rp 500 juta itu seluruhnya menjadi sesi untuk Suplus.
Untuk Risiko D (Rp 800 juta), Ceding Company mengambil retensi maksimum (Rp 250 Juta), tetapi sisanya (Rp 550 juta) ternyata masih Rp 50 juta lebih besar dari Surplus Limit yang hanya Rp 500 juta. Sehingga Reasuradur Surplus Treaty menerima sesi Rp 500 juta, sedangkan kelebihan Rp 50 juta tersebut kembali ke Ceding Company sebagai tambahan atas retensinya. Kelebihan yang Rp 50 juta ini dapat direasuransikan secara fakultatif jika Ceding Company tidak ingin retensi maksimumnya bertambah.
Untuk Risiko E (Rp 150 juta) Ceding Company hanya mengambil retensi sebesar Rp 50 juta, sehingga Resuradur Surplus mendapat Rp 100 juta.
Jika setiap risiko tersebut di atas mengalami sebuah klaim sebesar Rp 80 juta, maka:
  • Untuk klaim Rp 80 juta pada Risiko A, jumlah itu seluruhnya menjadi tanggungan Ceding Company.
  • Untuik klaim Rp 80 juta pada Risiko B, Ceding Company akan membayar/menanggung Rp 40 juta dan Reasuradur Surplus membayar Rp 40 juta.
  • Untuk klaim Rp 80 juta pada Risiko C, Ceding Company membayar 26,7 juta dan Reasuradur Surplus membayar Rp 53,3 juta.
  • Untuk klaim Rp 80 juta pada Risiko D, jumlah yang harus dibayar/ditanggung oleh Ceding Company adalah Rp 25 juta ditambah Rp 5 juta (jika bagian Sum Insured yang Rp 50 juta itu tidak diasuransikan). Sedangkan Reasuradur Surplus akan membayar Rp 50 juta.
  • Untuk klaim Rp 80 juta pada risiko E, Ceding Company akan menanggung Rp 26,7 juta dan Reasuradur Surplus Rp 53,3 juta.

VI.4.1.3. Excess of Loss Reinsurance Treaty
Dalam bentuk reasuransi ini Reasuradur hanya akan terlibat dalam suatu kerugian apabila kerugian itu melebihi jumlah kerugian yang menjadi Net Retention Ceding Company. Demikian Net Retention Ceding Company dalam setiap kerugian terlampaui, Reasuradur menjadi terlibat dan harus membayar jumlah kelebihan (excess) diatas jumlah kerugian yang menjadi Net Retention Ceding Company.
Excess of Loss Reinsurance Cover dapat diatur untuk menjamin jumlah kerugian, misalnya Rp 750.000.000,-, diatas klaim Net Retention Ceding Company sebesar Rp 750.000.000,- (atau Rp 750.000.000,- excess of Rp 750.000.000,-) dalam setiap kerugian, setiap risiko (each and every loss, each and every Risk). Jenis Excess of Loss Reinsurance seperti ini disebut Risk Exces of Loss Reinsurance.
Contoh penggunan Risk Excess of Loss Reinsurance Treaty adalah sebagai berikut:
  • Perusahaan Asuransi ABC memiliki Risk Excess of Loss Reinsurance Treaty dengan Cover Limit (limit jaminan reasuransi) Rp 600 juta, each and every loss, each and every Risk, excess of Rp 400 juta, each and every loss, each and every Risk.
  • Dalam periode Treaty tersebut terjadi 4 kali kerugian/klaim dalam waktu yang berbeda-beda untuk masing-masing kejadian itu dan terhadap risiko-risiko yang berbeda antara satu dari lainnya. Kerugian pertama Rp 300 juta, kerugian kedua Rp 400 juta, kerugian ketiga Rp 500 juta, dan kerugian keempat Rp 1,2 milyar.
  • Dalam kerugian pertama sebesar Rp 300 juta jumlah tersebut seluruhnya menjadi Net Retention Ceding Company, dan Reasuradur bebas dari klaim itu karena batas Net Retention Ceding Company yang ditetapkan sebesar Rp 400 juta, tidak terlampaui oleh jumlah kerugiain itu.
  • Dalam kerugian kedua sebesar Rp 400 juta, jumlah tersebut masih tetap seluruhnya menjadi Net Retention Ceding Company, dan Reasuradur masih tetap bebas dari klaim itu dengan alasan yang sama seperti untuk kerugian pertama di atas.
  • Dalam kerugian ketiga sebesar Rp 500 juta, Rp 400 juta menjadi Net Retention Ceding Company dan sisanya 100 juta seluruhnya menjadi tanggungan Resuradur karena masih di bawah Cover Limit dari Treaty yang ada.
  • Dalam kerugian keempat sebesar 1,2 milyar, Rp 400 juta menjadi Net Retention Ceding Company, dan Rp 600 juta menjadi tanggung jawab Reasuradur, sedangkan sisanya Rp 200 juta kembali kepada Ceding Company menambah Net Retentionnya. Jika Ceding Company telah membeli Cover tambahan dalam bentuk Risk Excess of Loss Treaty dengan Cover Limit, misalnya Rp 1 milyar excess of 1 milyar, maka Ceding Company dapat mengklaim sisa sebesar Rp 200 juta tersebut dari Reasuradur Risk of Loss Treaty tambahan ini.
Proteksi Risk Excess of Loss Treaty biasanya diatur dalam lapis-lapis (layers) guna proteksi reasuransi yang lebih besar dan sekaligus untuk memperkecil premi resuransinya. Sistem layering memungkinkan Ceding Company menekan premi reasuransi Treaty seperti itu, karena makin tinggi jarak suatu layer dari layer pertama, semakin kecil kemungkinan bagi layer yang lebih tinggi itu untuk terkena klaim, dan premi resuransi untuk layer yang lebih tinggi itu akan lebih kecil dibanding dengan premi reasuransi untuk layer dibawahnya.
Selain proteksi reasuransi Excess of Loss yang didasarkan pada each and every loss, each and every Risk (atau Risk Excess of Loss Reinsurance), proteksi reasuransi Excess of Loss dapat pula diberikan atas setiap kerugian atau seri kerugian-kerugian yang timbul dari satu peristiwa atau kejadian (each and every loss, or series of losses arising out of one event or occurance). Bentuk reasuransi Excess of Loss seperti ini disebut “Catastrophe Excess of Loss Reinsurance” (atau “Event Excess of Loss”).
Excess Point atau Net Retention Ceding Company dalam Catastrophe Excess of Loss Treaty biasanya ditetapkan lebih tinggi dari Excess Point atau Net Retention Ceding Company dalam Risk Excess of Loss Treaty (atau Working Excess of Loss Treaty), akan tetapi cara bekerjanya sama dengan Working Excess of Loss Treaty.
Catastrophe Excess of Loss Treaty melindungi stabilitas keuangan Ceding Company dalam hal terjadi satu peristiwa (one single event) yang membawa kerugian yang luar biasa (catastrophic losses) atau lebih dari satu risiko, sehingga Ceding Company akan menanggung Own Retention secara terakumulasi dalam setiap risiko itu tanpa adanya Catastrophe Excess of Loss Treaty, atau seandainya Ceding Company hanya mempunyai Risk Excess of Loss Treaty.
Kerugian-kerugian katastropik dapat terjadi dalam peristiwa-peristiwa seperti banjir besar yang melanda suatu daerah tertentu, atau gempa bumi yang memusnahkan banyak harta benda di suatu atau pada beberapa daerah.

VI.4.1.4. Stop Loss (Excess of Loss Ratio)
Cara kerja Stop Loss Treaty (atau Excess of Loss Ratio Treaty) sama dengan cara kerja Excess of Loss Treaty pada bahasan di atas. Perbedaannya dengan Excess of Loss Treaty pada bahasan di atas adalah terletak pada dasar penetapan tanggung jawab (liability) Ceding Company dan Reasuradur. Dalam Excess of Loss Treaty (baik Working Cover maupun Catastrophe Cover), penetapan liability Ceding Company dan Reasuradur dilihat apakah jumlah kerugian yang telah terjadi telah melampaui suatu jangka/jumlah tertentu yang telah ditetapkan oleh Ceding Company sebagai Net Retention-nya; sedangkan dalam Stop Loss Treaty , penetapan liability Ceding Company dan Reasuradur didasarkan pada ratio kerugian terhadap premi (Loss Ratio) dalam suatu periode tertentu, biasanya 12 bulan.
Dalam Stop Loss (atau Excess of Loss Ratio) Treaty, Reasuradur baru akan terlibat dalam klaim apabila loss ratio dari Ceding Company dalam periode tertentu tersebut telah melebihi loss ratio yang telah ditetapkan sebelumnya; dan tanggung jawab Reasuradur dalam hal seperti itu adalah atas kelebihan loss ratio di atas loss ratio yang telah ditetapkan sebelumnya itu.
Sebagai contoh, jikal ratio rata-rata dari klaim Own Retention terhadap pendapatan premi Own Retention perusahaan asuransi “ABC” dalam bisnis asuransi kebakaran dalam periode beberapa tahun (misalnya 5 tahun) terakhir adalah 60%, perusahaan asuransi tersebut mungkin berkeinginan untuk menghindari loss ratio mencapai jauh lebih tinggi dari 70% dalam satu tahun. Untuk itu perusahaan ini akan membeli suatu perjanjian reasuransi yang melindunginya dalam situasi yang ingin dihindari seperti itu; dan Stop Loss Treaty (atau Excess of Loss Ratio Treaty) adalahsuatu perjanjian reasuransi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan Ceding Company (perusahaan asuransi “ABC”) tersebut.
Dalam proteksi atau Cover yang diberikan oleh Stop Loss Reinsurance (atau Excess of Loss Ratio Reinsurance), biasanya Ceding Company mengambil suatu porsi tertentu, misalnya 10%, dan Reasuradur hanya bertanggung jawab atas porsi yang 90%.
Contoh :
Perusahaan asuransi “XZY” memiliki Stop Loss Treaty dengan cover 90% (10% menjadi tanggungan Ceding Company) dari kelebihan loss ratio di atas 70% hingga 100%. Pendapatan premi Own Retention Ceding Company selama periode Treaty tersebut, misalnya Rp. 100.000.000.000,- dan klaim-klaim yang menjadi tanggung jawab Own Retention Ceding Company dalam periode yang sama, misalnya, Rp. 120.000.000.000,- (atau loss ratio 120%).
Pembagian tanggung jawab masing-masing pihak dalam klaim Rp. 120.000.000.000,- tersebut adalah sebagai berikut :
Nilai Klaim
Prosentase
thd. Premi
Tanggungan Ceding Company
Tanggungan Reasuradur
Rp. 70 Milyar
70%
Rp. 70 Milyar
---
Rp. 30 Milyar 30
30%
Rp. 3 Milyar (10%)
Rp. 27 Milyar
Rp. 20 Milyar
20%
Rp. 20 Milyar

Total
120%
Rp. 93 Milyar (93%)
Rp. 27 Milyar

Hasil pertanggungan di atas menunjukkan bahwa fasilitas Stop Loss Treaty ini dapat memperkecil atau menekan Loss Ratio dari klaim-klaim Own Retention Ceding Company dari yang semula 120% menjadi hanya 93%.

VI.4.1.5. Agregate Excess of Loss
Dalam hal treaty Aggregate Excess of Loss, Ceding Company menentukan berapa besar jumlah bersih yang akan ditahannya sendiri (Net Retention) dari jumlah total semua kerugian-kerugian dari suatu tahun penutupan (underwriting year) tertentu; bilamana jumlah total (aggregate) semua kerugian-kerugian dari underwriting year tersebut telah melebihi Net Retention yang telah ditetapkan oleh Ceding Company tersebut, Reasuradur akan bertanggung jawab atas kelebihan total (aggregate) semua kerugian-kerugian hingga suatu jumlah yang telah ditetapkan dalam treaty tersebut sebagai cover limit (batas tanggung jawab) dari Reasuradur.
Contoh :
Perusahaan asuransi “PQR” memiliki Aggregate Excess of Loss Treaty untuk kerugian-kerugian yang terjadi dalam 12 bulan dari 1 Januari 1995 dengan cover :
Rp. 5.000.000.000,- (total atau aggregate) dari semua kerugian-kerugian yang dialami underwriting year 1995
di atas (excess of)
Rp.1.000.000.000,- (total atau aggregate) dari semua kerugian yang dialami underwriting year 1995
Setelah periode treaty tersebut berakhir dan semua kerugian-kerugian dari undewriting year 1995 dijumlahkan/ditotal, ternyata total atau aggregate dari semua kerugian-kerugian dari underwriting year 1995 ini adalah Rp. 7.000.000.000,-.
Dengan treaty yang telah dibeli perusahaan asuransi “PQR” seperti tersebut di atas, kerugian total (aggreagate) Rp. 7.000.000.000,- tersebut akan dibagi sebagai berikut :
  • Net Retention Ceding Company : Rp. 1.000.000.000,-
  • Reasuradur Aggregate Excess of Loss Treaty : Rp. 5.000.000.000,-
  • Sisa (menjadi tambahan atas Net Retention Company) : Rp. 1.000.000.000,-
Catatan :
Jika Ceding Company telah membeli cover tambahan, jumlah sisa Rp. 1.000.000.000,- tersebut di atas akan menjadi liability dari Reasuradur yang memberikan cover tambahan itu.

Share:

Labels

News (621) Clause (338) aamai (98) Buku (82) LSPP (79) Artikel Afrianto (78) Soal AAMAI (75) OJK (65) Engineering Clause (60) AAAIK (59) C Clause (55) A Clause (44) P Clause (43) Soal Jawab (40) S Clause (37) D Clause (35) Banjir (31) 102 (29) R Clause (28) 101 (27) Clause Liability (27) Istilah (27) 103 (26) CAR Clause (26) E Clause (25) Pengetahuan (25) L Clause (23) Praktek Bisnis (23) reasuransi (23) Klausul (22) Marine Cargo (22) pengertian (22) liability insurance (21) Headline (20) asuransi kebakaran (20) I Clause (19) Risk Management (18) Clause PAR (17) F Clause (17) M Clause (17) B Clause (16) asuransi syariah (16) Clause Property (15) Syariah (15) klaim (15) Marine Hull (14) Prinsip Asuransi (14) Asuransi Mikro (13) 104 (12) 201 (12) N Clause (12) O Clause (12) Surety Bond (12) cargo (12) pengantar asuransi kerugian komersil (12) Asuransi kendaraan bermotor (11) Clause Marine (11) Motor Car (11) prosedur klaim (11) 303 (10) Hukum Asuransi (10) Jasindo (10) PA (10) asuransi kecelakaan diri (10) asuransi personal (10) KOMPAS001 (9) Magang Beasiswa (9) contractor (9) hull (9) 108 (8) BPJS (8) BUMN Reasuransi (8) Business Interruption (8) dikecualikan (8) micro insurance (8) perluasan jaminan (8) Directors’ And Officers’ Liability (7) Engineering (7) FAQ OJK (7) Insurance Day (7) Jiwasraya (7) Merger (7) Peringkat Asuransi (7) Risk Management Calculations (7) erection (7) fidelity (7) kebongkaran (7) pengirimanuang (7) 106 (6) Bali Rendezvous (6) Maritime Convension (6) Regulasi (6) dijamin (6) penyimpananuang (6) 107 (5) Asuransi Kredit (5) Asuransi Pertanian (5) Broker (5) Case Study (5) IGTC (5) LEG Clause (5) asuransi properti (5) marketing (5) objek pertanggungan (5) polis (5) premi (5) Asuransi Ternak (4) Benefit (4) CGI (4) Contoh (4) Gempa (4) Kendaraan (4) Money Insurance (4) Nelayan (4) Online Marketing (4) Perlindungan Konsumen (4) Produk (4) Sejarah (4) Survey Report (4) brand (4) investasi (4) jenis (4) jenis jaminan (4) limit pertanggungan (4) risiko (4) Asuransi Perjalanan (3) BJPS (3) Bencana (3) CPM / HE (3) Chubb (3) Contractor Plant and Machinery (3) Deductible BI (3) Forwarder Liability (3) G Clause (3) Hukum Dagang (3) Hukum Ketenagakerjaan (3) ICC 1982 (3) ICC 2009 (3) Iklan (3) Incoterms (3) Maipark (3) Pesawat (3) Professional Indemnity (3) Prudential (3) Sengketa Asuransi (3) Sinar Mas (3) hukum (3) periode pertanggungan (3) public liability (3) struktur polis (3) Asuransi Jiwa Jaminan (2) Asuransi Politik (2) Asuransi Sosial (2) Asuransi Tanaman (2) Bank Garansi (2) Bukopin (2) Bumi Asih (2) Clause Motor Car (2) Custom Bond (2) Fronting Company (2) GDEAI (2) Galeri Foto (2) Great Eastern (2) H Clause (2) Hukum Perdata (2) Izin Usaha (2) Kebijakan (2) Khusus (2) Kurikulum Asuransi (2) Market (2) Media Asuransi (2) Opini (2) PMA (2) PSAK 62 (2) Personal Accident (2) Perusahaan atau Korporasi (2) Professional Liability (2) RSKKNI (2) Rangkuman (2) Reportase (2) SPPA (2) Sertifikasi Agen (2) Soal (2) Stockthroughput (2) Undang-undang (2) asuransi tradisional (2) aturan pemerintah (2) danaACA (2) dokumen pendukung (2) ganti rugi (2) harga pertanggungan (2) ifrs (2) indemnity (2) ketentuan (2) kontribusi (2) liability (2) perkecualian (2) product liability (2) rating (2) sharing (2) subrogasi (2) 105 (1) 202 (1) 302 (1) 304 (1) 401 (1) AXA Mandiri (1) Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (1) Asuransi Migas (1) Asuransi Parkir (1) Asuransi Petani (1) Asuransi Peternak (1) BRI (1) BTN (1) Badai Sandy (1) Banker Clause (1) Boiler and Pressure Vessel (1) Bosowa (1) Bringin Life (1) Bumiputera Life (1) Burglary Insurance (1) Cakrawala Proteksi (1) Cigna (1) Ciputra (1) Commonwealth Life (1) Contractor Allrisk (1) Daftar Perusahaan Asuransi (1) DanaGempa (1) DanaRumah (1) Dayin Mitra (1) Ekspor (1) Electronic Equipments (1) Emiten (1) Energi (1) Engineering Fee (1) Erection Allrisk (1) FPG Indonesia (1) File Insurance (1) Financial Planning (1) Forum Diskusi (1) Haji (1) Hanwha Life (1) Himalaya (1) IPO (1) ISO 31000 (1) InHealth (1) Insurance Act 2015 (1) J Clause (1) JKN (1) Jokowi (1) KOMPASANGGI (1) KOMPASMEGA (1) Kanker (1) Kebakaran (1) Kelas Konstruksi (1) Kilasdunia (1) Kinerja Asuransi Umum (1) Korupsi (1) Kupasi (1) LPS (1) Lloyd's (1) Loss Limit (1) Manulife (1) Medi Plus (1) Mitra Maparya (1) Multifinance (1) NMA (1) Obamacare (1) P&I (1) P&I Insurance (1) PAYDI (1) PSKI (1) Pailit (1) Pasar Senen (1) Penerbangan (1) Pertambangan (1) Perubahan Iklim (1) Powerpoint (1) Pungutan OJK (1) RBC (1) Ritel (1) SDM (1) Sadar Asuransi (1) Slide (1) asuransi warisan (1) aturan (1) bapepam-lk (1) biaya (1) biro klasifikasi (1) business (1) definisi (1) fungsi asuransi (1) insurable interest (1) jaminan (1) judi (1) kapal (1) komposisi (1) kurs valas (1) kyc (1) laik (1) manfaat asuransi (1) modifikasi (1) ownrisk (1) pemasaran (1) penutupan asuransi (1) perlengkapan tambahan (1) product guarantee (1) proximate cause (1) sistem pemasaran asuransi (1) strategi pemasaran (1)

Blog Archive

Recent Posts