
Jakarta - Otoritas Jasa
 Keuangan (OJK) mengaku bila saat ini sedang memeriksa dan menyusun 
pemeringkatan terhadap seluruh perusahaan asuransi. Pasalnya, perusahaan
 asuransi kecil dan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) juga pas-pasan,
 dinilai hal yang wajar. Justru yang menjadi masalah apabila perusahaan 
asuransi besar, namun memiliki RBC yang minim, bahkan kecil. Inilah yang
 harus diwaspadai.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Firdaus 
Djaelani mengaku jika pihaknya melakukan pemeringkatan perusahaan 
asuransi lantaran semata-mata ingin mewujudkan iklim investasi di 
industri keuangan, khususnya asuransi, yang sehat dan aman.
“Kita ingin menyatukan pandangan dengan mereka (industri asuransi) 
mengenai pemeringkatan ini. Karena pandangan kita selama ini berbeda. 
Tapi kalau perusahaan asuransi besar namun RBC mereka minim, ini yang 
harus kita waspadai. Karena sekali saja terjadi apa-apa, misalnya 
kolaps, pasti berpengaruh atau berdampak sistemik,” terang Firdaus di 
Jakarta, Jumat (26/7) pekan lalu.
OJK, lanjut dia, selaku regulator akan mengelompokkan pengawasan 
terhadap perusahaan asuransi tersebut. Dia kemudian mencontohkan, 
perusahaan asuransi yang asetnya di atas enam persen dari total aset 
industri nasional, maka dapat dikatakan mereka tergolong perusahaan 
asuransi besar. Sehingga, RBC mereka pun pasti di atas ketentuan 
regulator, yakni minimal 120%.
“Aturan pengelompokkan ini akan kita terapkan awal tahun 2014, saat 
OJK mulai beroperasi penuh ketika fungsi pengawasan bank sudah beralih 
dari Bank Indonesia (BI),”ujarnya. Akan tetapi, Firdaus mengakui kalau 
pengelompokkan tersebut akan mempengaruhi aksi korporasi. Dia 
mengatakan, apabila sebuah perusahaan asuransi ingin go public, tentu mereka harus menambah modal.
Namun sayang, Firdaus masih menutup rapat-rapat adanya beberapa 
perusahaan asuransi besar yang memiliki RBC cekak. “Saya tidak hafal 
nama perusahaannya,” klaim dia. Sebelumnya, industri asuransi nasional 
memang belum siap untuk menjalankan implementasi pengawasan terkait 
dengan izin berjenjang yang disiapkan OJK. Di mana perusahaan asuransi 
bermodal minimum wajib untuk melakukan penambahan modal.
Firdaus juga mengatakan, OJK melakukan pengawasan agar industri 
asuransi nasional menjadi berimbang. Pihaknya mendukung pertumbuhan 
industri asuransi dengan mengutamakan kepada perlindungan konsumen. 
Kini, OJK sedang melakukan evaluasi kembali terhadap pencabutan izin 
perusahaan asuransi yang tidak memenuhi persyaratan minimum modal.
Regulator akan memaksimalkan kewenangannya dengan melakukan pemindahan 
portofolio asuransi yang tidak mampu memenuhi kewajiban modal (insolvent)
 dan mendorong perseroan untuk merger. Hal inilah dilakukan untuk 
melindungi nasabah. Dia pun menyebutkan beberapa skenario yang bisa 
diterapkan. Misalnya, perusahaan yang belum mampu memenuhi modal namun 
berkondisi sehat hanya diperbolehkan menutup risiko dari produk yang 
sederhana seperti personal accident, asuransi rumah tinggal, dan asuransi kendaraan.
Lalu, mereka tidak lagi diperbolehkan menutup risiko yang bersifat korporasi atau kumpulan. Namun, bagi perusahaan yang insolvent
 yang dianggap berpotensi mengganggu pasar dan tidak mampu menambah 
modal atau mencari investor baru, izin usahanya akan tetap dicabut. 
Berikutnya, OJK mempersilahkan perusahaan asuransi yang tidak mampu 
memenuhi modal minimal Rp70 miliar untuk secepatnya mengkonversi 
perusahaannya menjadi asuransi syariah. [sylke]
Sumber: Neraca 
