TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) berjanji akan melobi pemerintah agar menurunkan besaran iuran
program pensiun di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.
Sebab, iuran BPJS Ketenagakerjaan yang direncanakan sebesar 8 persen, bisa memukul industri dana pensiun swasta.
Menurut Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK, pelaku
usaha dana pensiun banyak mengeluhkan rencana besaran iuran 8 persen
dari gaji pegawai. Jumlah itu terlalu tinggi. Beban perusahaan peserta
BPJS Ketenagakerjaan makin berat. Apalagi, mereka juga masih menanggung
iuran BPJS Kesehatan.
Jika tetap 8 persen, perusahaan yang selama ini menjadi peserta dana
pensiun bisa saja menghentikan jasa pengelola pensiun swasta. Alhasil,
penyelenggara bisnis dana pensiun bisa kolaps.
Sebagai gambaran, saat ini saja, belum memasukkan iuran pensiun,
setiap perusahaan menanggung beban kesejahteraan mencapai 18,24
persen-20,74 persen. Pemberi kerja menanggung 14,24 persen-16,74 persen
dan pekerja 4 persen.(Baca: BPJS MAkin Mantap Persiapkan Jaminan Pensiun)
Beban tersebut untuk membayar iuran program jaminan hari tua, jaminan
kematian dan jaminan kecelakaan kerja yang dijalankan BPJS
Ketenagakerjaan, dan program jaminan kesehatan nasional oleh BPJS
Kesehatan dan pesangon.
Heru mengatakan, kalau iuran jaminan pensiun sebesar 3 persen masih
bisa diterima pelaku usaha dana pensiun. Karena, kesejahteraan pensiun
bisa dipenuhi lewat sistem jaminan sosial nasional untuk kebutuhan
dasar, serta dana pensiun swasta dan tabungan yang bersifat sukarela.
"Keduanya dapat seiring sejalan dalam menjalankan program," kata Heru, Selasa (14/4/2015).
Ia menambahkan, racikan tingkat penghasilan pensiun (TPP) sebaiknya
berada pada level 15 persen – 20 persen dari upah bulan terakhir. Toh,
kesejahteraan purna bakti dapat diwujudkan dengan program lain, seperti
jaminan hari tua.
TPP sudah tinggi
Berdasarkan hitung-hitungan OJK, dengan jaminan hari tua dan pesangon
saja, sebetulnya TPP yang diperoleh oleh para pensiunan nantinya
mencapai 29,70 persen. (Baca: Hingga Maret 2015, BPJS Beri Klaim Pesertanya Rp 13 Miliar)
Jumlah itu berasal dari iuran jaminan hari tua sebesar 5,70 persen
yang memenuhi TPP 12,20 persen, dan iuran pesangon 7 persen – 8 persen
yang memenuhi TPP 17,50 persen.
Nah, dengan tambahan TPP 15 persen–20 persen dari iuran jaminan
pensiun sekitar 2 persen–3 persen, berarti TPP yang diperoleh pekerja
pada masa pensiun berada di kisaran 35 persen–40 persen. Angka itu pun
belum termasuk program lainnya dari dapen swasta atau tabungan yang bisa
diperoleh secara sukarela, di luar program wajib.
Memang, TPP di negara-negara lain sudah di atas 20 persen. Sebut
saja, Inggris 32,6 persen, Jepang 35,6 persen dan Australia 52,3 persen.
Maklum, iuran yang dibayarkan juga tinggi.
Namun iuran yang diberlakukan oleh negara-negara lain dilakukan
secara berjenjang. Oleh karena itu, Steven Tanner, Aktuaris Dayamandiri
Dharmakonsilindo, mengusulkan, penetapan iuran 1 persen–2 persen dan
meningkat secara bertahap menjadi 3 persen pada tahun 2030 dan mencapai 4
persen–5 persen pada tahun 2050.
"Ini cukup memadai untuk membiayai program jaminan pensiun," kata dia.
Toh, tidak ada pembayaran manfaat pensiun selama 15 tahun pertama,
melainkan setelah tahun 2030. Manfaat pensiun baru bisa dinikmati oleh
kalangan pekerja setelah 15 tahun masa iuran, kecuali si pekerja
meninggal atau cacat tetap.(Christine Novita Nababan)
Sumber: Tribunnews
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung. Silakan meninggalkan komentar, bertanya, atau menambahkan materi yang telah saya sediakan.