September 2017 ~ Akademi Asuransi

Engineering Fee: Beban Berat untuk Asuransi Umum

Tahun 2016 yang lalu, saya menerbitkan artikel berjudul “Kompetisi Industri Asuransi Umum Masih Sehatkah? Sebuah Refleksi Atas Satu Tahun SEOJK No. 21/SEOJK 05/2015”. Artikel itu memuat kecemasan penulis terhadap rapuhnya SE OJK, karena mengatur rate dan diskon tetapi tetap membuka lubang besar yang dinamakan Engineering Fee. Engineering Fee menurut Frequently Asked-Question / FAQ OJK 2014 (yang turut dibatalkan dengan munculnya SE OJK yang terbaru), merupakan biaya survey risiko yang dapat ditagihkan kepada perusahaan asuransi, di mana survey harus dilakukan oleh pihak ketiga dan harus ada invoice asli agar engineering fee tersebut dapat dibayarkan. Kala itu, perantara asuransi masih coba coba cilukba untuk meminta Engineering Fee, entah 2.5% hingga 5%. Disebut coba coba cilukba karena masih ada rasa takut ‘tercyduk’ (bahasa kekinian untuk istilah terjaring) audit OJK jika terbukti melakukan pelanggaran.

Setahun kemudian coba coba cilukba engineering fee ternyata makin terbuka. Apalagi hingga saat ini, belum terdengar jelas adanya perantara (entah perusahaan asuransi, broker, agen, atau peratara sejenisnya) yang ‘tercyduk’ oleh OJK karena secara sah dan meyakinkan memberikan atau menerima biaya akuisisi lebih dari seharusnya. Nilai engineering fee bahkan makin dahsyat (dengar-dengar bisa lebih dari 20% untuk okupasi-okupasi risiko tertentu). Maka ya sudah, konsekuensinya jelas. Perusahaan asuransi makin terbebani dengan biaya engineering fee (atau kadang beberapa menyebutnya sebagai survey fee, additional fee, bahkan ada yang secara terang-terangan menyebut sebagai additional discount untuk tertanggung). Entah apapun namanya, meningkatnya engineering fee menjadi beban berat untuk asuransi umum.

Premi lini asuransi properti turun 7% dan engineering fee yang tidak terkendali
Diberitakan dalam Kontan.co.id (6/9), hingga pertengahan tahun ini, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat perolehan premi dari lini asuransi properti mengalami penurunan sedalam 7%. Dalam rentang waktu yang sama, total premi susut 4% menjadi Rp. 29,16 triliun. Sayangnya, angka tersebut adalah angka kotor. Karena apabila pendapatan bersih dihitung, penurunan premi asuransi properti diyakini akan turun drastis. Saya sendiri yakin, engineering fee yang semakin liar membuat margin premi neto perusahaan asuransi umum semakin terpuruk.

Contoh sederhananya, apabila broker/agen mendapatkan biaya akuisisi 15% dan engineering fee sebesar 15%, maka broker akan mendapatkan total pemasukan 30% premi gross. Nantinya mereka akan menanggung biaya survey, biaya konsultasi, diskon tambahan, dan pajak -- jika ada. Apabila perusahaan asuransi mendapatkan penerimaan komisi dari reasuransi yang berkisar di angka 35%, maka perusahaan asuransi hanya akan mendapatkan margin sekitar 5% dibanding dengan total biaya untuk perantara yang nantinya digunakan untuk membayar klaim, gaji karyawan, biaya adjuster, dan seterusnya. Di sini ada ironi. Asuransi yang membayar klaim, tetapi perantara justru yang memiliki margin sangat lebar; sekalipun kadang kala sebagian besar marginnya diberikan kepada tertanggung sebagai diskon/tambahan diskon. Ini harusnya menjadi perhatian OJK di mana kecukupan premi menjadi faktor penting dalam keberlangsungan bisnis perusahaan asuransi umum dan jaminan pembayaran klaim.

Engineering fee yang tidak terkendali tidak hanya menurunkan premi neto yang didapatkan perusahaan asuransi, namun juga membuat persaingan industri asuransi menjadi sangat tidak sehat. Perusahaan asuransi yang memberikan  engineering fee yang paling tinggi akan memenangkan persaingan dengan mereka yang memberikan engineering fee lebih rendah. Broker/agen/perantara asuransi yang memberikan diskon yang paling tinggi akan memenangkan persaingan dengan mereka yang memberikan diskon lebih rendah. Perang tarif memang sudah usai, tetapi perang engineering fee dan perang diskon berkecamuk di medan perang yang sama.

Penutup: siapa kambing hitamnya?
Lantas perlukah kita mencari kambing hitam? Mungkin tidak perlu ya. Toh, sepertinya perusahaan asuransi umum tidak terdengar mengajukan komplain ke OJK. Broker juga tidak terdengar mengajukan keberatan kepada regulator. Saya saya yang gemas dengan aturan OJK yang sepertinya tanggung dan bisa dibilang anget-anget tahi ayam. Saya sebut tanggung karena OJK sungguh mengatur tarif asuransi harta benda dan kendaraan bermotor agar ada kecukupan premi bagi perusahaan asuransi untuk membayar klaim dan untuk pertumbuhan perusahaan, tetapi di sisi lain seolah membuka kompetisi engineering fee yang tidak sehat dan berbahaya. Disebut hangat-hangat tahi ayam karena tampak sangat garang dan ditakuti ketika mengeluarkan SE OJK tentang asuransi – beserta FAQ-nya di awal-awal, tetapi kini tampak acuh dengan perang engineering fee yang semakin menggila.

Regulasi yang jelas mengenai engineering fee atau additional fee atau survey fee atau sponsorship atau apapun bentuknya harus segera dibuat. Wibawa OJK sebagai regulator atau wasit-pun harus kembali ditunjukkan biar tidak tampak seperti macan ompong. Jika tidak cepat, tunggu saja perusahaan asuransi yang lelah menanggung beban ini. Jadi bagaimana OJK, bisa?


-------------------------------
Opini Oleh: Afrianto Budi
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan instansi tempat saya bekerja atau pun posisi yang saya miliki.
-------------------------------
Share:

Business Interruption dalam Asuransi: Apa saja yang dijamin?

Apa saja sih yang dijamin dalam Business Interruption? Bagian ini akan menjawab pertanyaan tersebut.

Kerugian Business Interruption (BI) selalu terjadi pada periode waktu, di mana:
- Kita tidak dapat menghitung nilai kerugian BI setelah kerugian fisik terjadi
- Potensi pemulihan atas kerugian BI ada meskipun tampaknya tidak ada kerugian material damage
- Mungkin akan ada penundaan sebelum material damage berdampak pada bisnis

Indemnity period adalah periode yang diawali dengan terjadinya material damage dan berakhirnya tidak lebih dari jumlah bulan yang ditentukan dalam Schedule Polis, selama Bisnis masih terpengaruh oleh konsekuensi dari kerusakan.

Setidaknya ada empat hal yang ada dalam Basis of Settlement dari klaim Business Interruption, yaitu:
Item 1 – Gross profit
Item 2 – Claim preparation cost
Item 3 – Payroll
Item 4 – Additional Increase Cost of Working

Untuk Anda ketahui, item 2, 3, 4 itu bisa dimasukkan dalam Declare Value, tergantung pada karakteristik bisnis / suatu negara.

Item 1 – Gross profit
Kerugian atas Gross profit terjadi karena ada penurunan dalam turnover dan karena peningkatan Cost of Working, di mana nanti biaya-biaya ini (atau penggantian klaim) akan dikurangi dengan Savings (penghematan) dan Average (jika terjadi underinsured). Oleh karena itu, dalam bagian ini akan dibahas 2 hal, yaitu:
Item 1(a) Loss of Gross Profit karena Reduction in Turnover
Item 1(b) Loss of Gross Profit karena Increase in Cost of Working

Item 1(a) Loss of Gross Profit karena Reduction in Turnover
Dalam formulasi polis, pertama-tama kita akan menghitung kerugian Gross Profit karena penurunan turnover (penjualan selama setahun). Ada 3 cara dalam mengitungnya, yaitu:
1. Menentukan Reduction in Turnover (penurunan turnover)
2. Menentukan Rate of Gross Profit
3. Menerapkan Rate of Gross Profit pada Reduction in Turnover

1.  Menentukan Reduction in Turnover (penurunan turnover)
Dalam menentukan Reduction in Turnover (penurunan turnover), kita harus melakukan 3 langkah berikut ini:
a. Menetapkan standard turnover (akan disebut dengan “sales” atau penjualan). Standard turnover didapat dari tahun-tahun sebelumnya.
b. Dikurangi dengan: Maintained Turnover (atau actual sales)
c. Persamaan: Penurunan dalam Turnover (atau kerugian sales)

Contohnya dapat Anda lihat dari grafik berikut ini:


 


Alangkah baiknya kita langsung belajar dengan contoh kasus:

Sebuah Restoran yang merupakan group dari PT Restoran XYZ sebagian rusak akibat kebakaran pada 1 Oktober 2009. Awalnya terjadi penghentian penjualan secara total dan kemudian terjadi gangguan parsial (seturut dengan dimulainya kembali perdagangan terbatas).
Perbaikan selesai pada tanggal 28 Februari 2010 dan perdagangan penuh dilanjutkan pada tanggal tersebut. Event khusus untuk menandai pembukaan kembali Restoran tersebut diadakan pada pertengahan Maret dan Penanggung memberikan kontribusi untuk biaya katering. Angka penjualan yang diambil dari catatan keuangan Tertanggung adalah sebagai berikut (semua angka adalah $ 000's):
Pertanyaan 1: Berapa lama indemnity period yang diperlukan untuk klaim Restoran tersebut?
Jawaban 1: Indemnity period dimulai dari tanggal kerugian hingga tanggal di mana bisnis tidak lagi dipengaruhi oleh kerugian tersebut (atau kembali ke tren turnover normal). Dengan demikian, indemnity period dimulai sejak 1 Oktober 2009 sampai dengan 31 Maret 2010 (ketika penjualan mencapai standar) karena promosi spesial di bulan tersebut, atau totalnya 6 bulan.
Pertanyaan 2: Berapa sih Reduction in turnover dialami oleh Restoran tersebut?
Jawaban 2: Jika Anda bandingkan penjualan kuarter 2 dan 3, maka tren kenaikan penjualan tahun 2007/08 dengan 2008/2009 adalah 10%. Karena itu: 
Standard turnover:1 Oktober 2008 s.d. 31 Maret 2009 : $   400
Adjust for trend 10% : $     40
Adjust Standard Turnover : $   440 
Less: Maintained Turnover1 Oktober 2009 s.d. 31 Maret 2010 : $   277 
Reduction in turnover : $   163

2.  Menentukan Rate of Gross Profit
Rate of Gross Profit biasanya digambarkan dengan prosentase. Rate of Gross Profit ini didapat dengan membagi Gross Profit dengan Sales; juga subject to “Adjustment Clause”

Contohnya dapat Anda lihat di tabel berikut ini:


Sesudah itu, terapkanlah Rate of Gross Profit tersebut pada Reduction in Turnover, dengan contoh sebagai berikut:


Formulanya digambarkan dalam grafik berikut ini:



Item 1(b) Loss of Gross Profit karena Increase in Cost of Working

Syarat-syarat suatu biaya dapat dimasukkan ke dalam Increse in Cost of Working adalah:
1. Pengeluaran tambahan
2. Biaya muncul karena diperlukan dan masuk akal
3. Dibuat untuk menghindari penurunan Turnover selama indemnity period. Jika ternyata tidak ada efeknya pada perbaikan Turnover, maka tidak masuk dalam kategori ini.
4. Sebagai konsekuensi dari kerusakan / material damage
5. Memiliki limit ekonomis

Contohnya antara lain sebagai berikut:
1. Kerja lembur untuk mengatasi kerugian
2. Penanda dan iklan agar customer tahu bahwa bisnis masih berlangsung / atau telah kembali beroperasi
3. Biaya transportasi untuk memindahkan stock / pabrik, dst
4. Menyewa pabrik atau tempat sementara

Nah, di sini Anda harus tahu dua variabel yang dapat mengurangi nilai penggantian klaim, yaitu:

1. Savings atau penghematan yang otomatis terjadi karena bisnis berhenti beroperasi sebagai akibat dari material damage
Contoh: Pengurangan biaya sewa, upah biasa, pemanas, penerangan, dan listrik, dst; biaya lembur / gaji yang dibayar dalam penyelesaian material damage

Contoh savings dalam kasus:
Dalam skenario loss 1 pada tabel di atas, asumsikan ada suatu savings sebesar $ 10 yang muncul dari fixed cost, misalnya pengurangan biaya sewa. Maka, klaim yang dibayar adalah sebesar:


Dalam tabel, grafik sebelum perhitungan Savings rent sbb:


Setelah perhitungan savings, maka Savings akan mengurangi Fixed cost sbb:



2. Average, yang muncul apabila ada underinsured.
Average muncul dari beberapa hal berikut ini:
o Membandingkan  Declare Value dengan Value at Risk
o Akibat dari Adjustment clause
o Threshold and Adequacy clauses
o Indemnity period 6 bulan

Rangkuman dari Item 1 – Loss of Gross Profit



Item 2 – Claim Preparation Cost
Ini biasanya masuk dalam sub limit dari Section 1 maupun Section 2. Ini tidak terbatas untuk akuntan eksternal tetapi juga untuk membayar claim preparers. Biaya claim prepares mungkin akan jauh dari biaya yang diperkirakan.

Item 3 – Payroll
Payroll atau biaya gaji mungkin dapat dibedakan menjadi:
- Gaji yang menjadi bagian dari gross profit dari item 1 di atas (di sini payrolls harus dideclare dalam Gross profit dan jangan pernah meletakkan payroll sebagai Uninsured Working Expense), atau
- Gaji yang dipisahkan dari gross profit, sehingga harus dibuat dalam rincian khusus. Di sini jangan pernah Anda memasukkan payroll dalam decare value dari Gross Profit. Payroll harus dibuat secara spesifik dalam declare value untuk payroll.
Tetapi tidak bisa masuk dalam keduanya sekaligus.

Item 4 – Additional increased cost of working
Ini merupakan ring kedua dari jaminan kenaikaan biaya, untuk memastikan operasi bisnis tetap berlanjut. Di sini tidak ada batasan ekonomis.

Demikian semoga berguna.

Bekasi, 3 September 2017
Afrianto Budi Purnomo, MM, AAAIK
Share:

Business Interruption dalam Asuransi: Bagaimana Kerusakan Material Damage mempengaruhi Income?

Dikatakan di atas bahwa polis Business Interruption mengkover penurunan income/pendapatan tertanggung karena diakibatkan oleh kerusakan properti. Meski demikian sebenarnya hanya ada dua hal yang dikover dalam asuransi Business Interruption, yaitu:
- Sales decrease (penurunan penjualan)
- Cost increase (kenaikan biaya).

Apa yang terjadi jika penjualan menurun?
- Jumlah uang yang diterima berkurang
- Variable Cost berkurang secara proporsional
- Fix Cost tidak berubah
- Net profit menurun

Asumsikan bisnis dengan kondisi sbb:
- Penjualan Rp. 100
- Variable cost Rp 50
- Fixed cost Rp 30
- Net profit Rp 20

Dapat dijabarkan dalam bagan sbb:

Setelah loss digambarkan sbb:


After Loss ke-2 digambarkan sbb:


Harus Anda pahami bahwa yang bisa diasuransikan adalah GROSS PROFIT yang didapat dengan menambahkan FIXED COST dan NET PROFIT. Variable cost tidak diasuransikan; dalam hal ini Variable Cost dimasukkan dalam kategori “Uninsured Working Expenses” atau UWE.

Sebenarnya, ada dua cara dalam menghitung Gross Profit, yaitu:
- Sales dikurangi dengan Variable Cost (top down methodology) – ini lebih sering dipakai
- Net proft ditambah dengan Fixed Cost (additional basis)

Hal itu digambarkan dalam grafik sbb:


Harus Anda catat bahwa Gross profit dalam asuransi berbeda dengan Gross Profit dalam akuntansi. Biaya yang diasuransikan dan tidak diasuransikan dapat berbeda-beda, tergantung dari kompleksitas bisnis tertanggung.

Lihatlah dalam contoh di bawah ini, mana yang menurut Anda dapat diasuransikan:
- Sales / revenue
- Stock – opening dan closing
- Material purchase
- Insurance
- Fuel and oil
- Gas and oxygen
- Light and power  - 85%

Yang dapat diasuransikan adalah sales/revenue, stock, dan insurance. Sisanya dapat digolongkan sebagai variable cost (kembali lagi seperti tulisan saya di atas bahwa dalam beberapa bisnis, variable cost itu dapat menjadi fixed cost!)

Bagaimana kenaikan biaya dapat diasuransikan? Biaya yang dapat diasuransikan adalah biaya:
-  untuk memulihkan damage (dikover dalam Section 1: Material Damage)
-  untuk mengurangi ganguan (dikover dalam Section 2: Business Interruption)

Dalam bagian selanjutnya, Anda akan belajar menghitung besaran nilai penggantian dalam business interruption. Selamat membaca.

Ditulis oleh Afrianto Budi Purnomo, AAAIK
Share:

Business Interruption dalam Asuransi: Pengertian dan Claim Triggers

Oleh Afrianto Budi Purnomo

Business Interruption merupakan suatu bagian dari jaminan asuransi yang penting namun tidak banyak pelaku industri asuransi umum yang memahaminya dengan baik.  Agen, broker, maupun marketing asuransi begitu saja mencatat nilai sum insured dari Business Interruption tanpa memastikan bahwa nilai itu proper atau tidak. Jika tidak proper, maka bisa jadi tertanggung akan mengasuransikan nilai business interruption yang terlalu besar, atau bahkan terlalu kecil sehingga terjadi underinsurance. Penting bagi  agen, broker, maupun marketing asuransi untuk memiliki pengetahuan mengenai business interruption secara cukup sehingga mampu memberikan kepastian kepada tertanggung bahwa mereka mendapatkan jaminan asuransi yang mereka butuhkan.

Terminologi
Ada beberapa terminologi atau istilah lain dari Business Interruption (atau “BI”), yaitu:
- Business Interruption (BI)
- Consequential Loss (Con Loss)
- Loss of Profit (LoP)
- Time Element (TE)

Keempat istilah tersebut merupakan terminologi yang sama untuk jaminan perlindungan terhadap income/pendapatan yang dimiliki oleh tertanggung (Section 2), apabila terjadi gangguan aset yang dicover dalam material damage (Section 1). Dengan kata lain, Business Interruption Insurance adalah asuransi yang memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Tertanggung karena tidak bisa menjalankan kegiatan usahanya akibat harta  benda yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha mengalami kerugian / kerusakan yang dijamin pada Section I – Material Damage (yang dicover dalam asuransi Fire atau Property All Risks)

Claim Triggers
Lantas apa sih claim triggers dari Business Interruption? Penjelasan mengenai claim triggers dari Business Interruption dapat kita temukan dalam point “The Indemnity” dari wording “Mark IV ISR Policy ” (Insurance Special Risk Policy Wording) di bawah ini:

In the event of any building or any other property ... used by the Insured at the Premises for the purpose of the Business being physically lost, destroyed or damaged by any cause or event not hereinafter excluded ... and the Business carried on by the Insured being in consequence thereof interrupted or interfered with, the Insurer(s) will, ..., pay to the Insured.

Dalam hal bangunan atau properti lainnya ... yang digunakan oleh Tertanggung di Tempat untuk tujuan Bisnis hilang secara fisik, hancur atau rusak oleh sebab atau kejadian apa pun yang tidak dikecualikan ... dan Bisnis dijalankan oleh Tertanggung karena akibatnya terganggu atau terhambat, Penanggung akan, ..., membayar kepada Tertanggung.

Dari wording di atas, sangat jelas bahwa business interrruption hanya bisa muncul jika ada material damage (Section 1: bangunan atau properti lainnya ... yang digunakan oleh Tertanggung di Tempat untuk tujuan Bisnis hilang secara fisik, hancur atau rusak oleh sebab atau kejadian apa pun yang tidak dikecualikan) sehingga menyebabkan bisnis tertanggung terganggu atau terhambat. Untuk dapat dijamin dalam Polis Business Interruption diperlukan adanya “physical damage” tehadap premises atau objek pertangungan yang disebabkan oleh risiko yang dijamin dalam polis property.

Contoh: Ada pembunuhan di hotel sehingga hotel itu mengalami penurunan pengunjung selama berbulan-bulan. Di sini, terjadi gangguan usaha karena pembunuhan. Pembunuhan memang tidak dikecualikan dalam polis, tetapi tidak ada material damagae. Oleh karena itu, gangguan usaha akibat pembunuhan tidak dikover oleh polis ini.

Nah, dari penjelasan tersebut Anda mungkin akan ingat dua klausul yang sering muncul dalam asuransi Business Interruption: Material Damage Proviso Waiver dan Prevention or Denial of Access yang dijelaskan oleh Pak Imam Musjab dalam ahliasuransi.org sbb:

(1) Material Damage Proviso Waiver
Klausul ini tetap mengharuskan adanya kerusakan fisik (physical damage) pada bangunan, mesin, stock atau harta benda lainnya yang diasuransikan walaupun kerugian fisik yang ditimbulkan minor atau dibawah potongan klaim (deductible), Business Interruption yang terjadi haruslah merupakan dampak langsung dari kerusakan fisik (yang minor tadi).

(2) Prevention or Denial of Access
Nah klausul ini memang tidak mengharuskan adanya kerusakan fisik (physical damage) pada pabrik yang diasuransikan, namun yang dipersyaratkan untuk berlakunya klausul ini adalah adanya kerusakan fisik (physical damage) pada lingkungan sekitarnya (in consequence of damage (as within defined), in the vicinity of the premises which shall prevent or hinder the use thereof or access thereto) yang sedemikian rupa sehingga menghalangi atau mencegah akses (orang, kendaraan, barang ke lokasi pabrik).

Contoh:
Sebuah Hotel yang memiliki Klub dan Diskotik di dalamnya rusak berantakan pada bagian Klub dan Diskotik karena perkelahian dua geng pada hari Jumat malam. Karena kerusakan ini, Hotel tutup untuk perbaikan dan baru selesai perbaikan pada hari Minggu. Pada hari Senin, hotel buka seperti biasa. Namun, karena pemberitaan media, Hotel menjadi sepi selama berminggu-minggu sehingga keuntungan hotel menurun.
Bagaimana polis Business Interruption menanggapi klaim tersebut? Jawab: Polis hanya merespon kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan properti. Karenanya, polis Business Interruption hanya akan merespon kerugian gangguan usaha dari Jumat hingga Minggu. Penurunan keuntungan yang dialami oleh tertanggung sesudahnya lebih karena pemberitaan media ketimbang karena material damage.

Bagaimana penurunan “income” yang disebabkan oleh Damage?
Dikatakan di atas bahwa polis Business Interruption mengkover penurunan income/pendapatan tertanggung karena diakibatkan oleh kerusakan properti. Meski demikian sebenarnya hanya ada dua hal yang dikover dalam asuransi Business Interruption, yaitu:
- Sales decrease (penurunan penjualan)
- Cost increase (kenaikan biaya).

Di artikel selanjutnya, Anda akan belajar secara specific mengenai Sales decrease dan Cost increase yang dikover dalam Business Interruption.
Share:

Labels

News (621) Clause (338) aamai (98) Buku (82) LSPP (79) Artikel Afrianto (78) Soal AAMAI (75) OJK (65) Engineering Clause (60) AAAIK (59) C Clause (55) A Clause (44) P Clause (43) Soal Jawab (40) S Clause (37) D Clause (35) Banjir (31) 102 (29) R Clause (28) 101 (27) Clause Liability (27) Istilah (27) 103 (26) CAR Clause (26) E Clause (25) Pengetahuan (25) L Clause (23) Praktek Bisnis (23) reasuransi (23) Klausul (22) Marine Cargo (22) pengertian (22) liability insurance (21) Headline (20) asuransi kebakaran (20) I Clause (19) Risk Management (18) Clause PAR (17) F Clause (17) M Clause (17) B Clause (16) asuransi syariah (16) Clause Property (15) Syariah (15) klaim (15) Marine Hull (14) Prinsip Asuransi (14) Asuransi Mikro (13) 104 (12) 201 (12) N Clause (12) O Clause (12) Surety Bond (12) cargo (12) pengantar asuransi kerugian komersil (12) Asuransi kendaraan bermotor (11) Clause Marine (11) Motor Car (11) prosedur klaim (11) 303 (10) Hukum Asuransi (10) Jasindo (10) PA (10) asuransi kecelakaan diri (10) asuransi personal (10) KOMPAS001 (9) Magang Beasiswa (9) contractor (9) hull (9) 108 (8) BPJS (8) BUMN Reasuransi (8) Business Interruption (8) dikecualikan (8) micro insurance (8) perluasan jaminan (8) Directors’ And Officers’ Liability (7) Engineering (7) FAQ OJK (7) Insurance Day (7) Jiwasraya (7) Merger (7) Peringkat Asuransi (7) Risk Management Calculations (7) erection (7) fidelity (7) kebongkaran (7) pengirimanuang (7) 106 (6) Bali Rendezvous (6) Maritime Convension (6) Regulasi (6) dijamin (6) penyimpananuang (6) 107 (5) Asuransi Kredit (5) Asuransi Pertanian (5) Broker (5) Case Study (5) IGTC (5) LEG Clause (5) asuransi properti (5) marketing (5) objek pertanggungan (5) polis (5) premi (5) Asuransi Ternak (4) Benefit (4) CGI (4) Contoh (4) Gempa (4) Kendaraan (4) Money Insurance (4) Nelayan (4) Online Marketing (4) Perlindungan Konsumen (4) Produk (4) Sejarah (4) Survey Report (4) brand (4) investasi (4) jenis (4) jenis jaminan (4) limit pertanggungan (4) risiko (4) Asuransi Perjalanan (3) BJPS (3) Bencana (3) CPM / HE (3) Chubb (3) Contractor Plant and Machinery (3) Deductible BI (3) Forwarder Liability (3) G Clause (3) Hukum Dagang (3) Hukum Ketenagakerjaan (3) ICC 1982 (3) ICC 2009 (3) Iklan (3) Incoterms (3) Maipark (3) Pesawat (3) Professional Indemnity (3) Prudential (3) Sengketa Asuransi (3) Sinar Mas (3) hukum (3) periode pertanggungan (3) public liability (3) struktur polis (3) Asuransi Jiwa Jaminan (2) Asuransi Politik (2) Asuransi Sosial (2) Asuransi Tanaman (2) Bank Garansi (2) Bukopin (2) Bumi Asih (2) Clause Motor Car (2) Custom Bond (2) Fronting Company (2) GDEAI (2) Galeri Foto (2) Great Eastern (2) H Clause (2) Hukum Perdata (2) Izin Usaha (2) Kebijakan (2) Khusus (2) Kurikulum Asuransi (2) Market (2) Media Asuransi (2) Opini (2) PMA (2) PSAK 62 (2) Personal Accident (2) Perusahaan atau Korporasi (2) Professional Liability (2) RSKKNI (2) Rangkuman (2) Reportase (2) SPPA (2) Sertifikasi Agen (2) Soal (2) Stockthroughput (2) Undang-undang (2) asuransi tradisional (2) aturan pemerintah (2) danaACA (2) dokumen pendukung (2) ganti rugi (2) harga pertanggungan (2) ifrs (2) indemnity (2) ketentuan (2) kontribusi (2) liability (2) perkecualian (2) product liability (2) rating (2) sharing (2) subrogasi (2) 105 (1) 202 (1) 302 (1) 304 (1) 401 (1) AXA Mandiri (1) Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (1) Asuransi Migas (1) Asuransi Parkir (1) Asuransi Petani (1) Asuransi Peternak (1) BRI (1) BTN (1) Badai Sandy (1) Banker Clause (1) Boiler and Pressure Vessel (1) Bosowa (1) Bringin Life (1) Bumiputera Life (1) Burglary Insurance (1) Cakrawala Proteksi (1) Cigna (1) Ciputra (1) Commonwealth Life (1) Contractor Allrisk (1) Daftar Perusahaan Asuransi (1) DanaGempa (1) DanaRumah (1) Dayin Mitra (1) Ekspor (1) Electronic Equipments (1) Emiten (1) Energi (1) Engineering Fee (1) Erection Allrisk (1) FPG Indonesia (1) File Insurance (1) Financial Planning (1) Forum Diskusi (1) Haji (1) Hanwha Life (1) Himalaya (1) IPO (1) ISO 31000 (1) InHealth (1) Insurance Act 2015 (1) J Clause (1) JKN (1) Jokowi (1) KOMPASANGGI (1) KOMPASMEGA (1) Kanker (1) Kebakaran (1) Kelas Konstruksi (1) Kilasdunia (1) Kinerja Asuransi Umum (1) Korupsi (1) Kupasi (1) LPS (1) Lloyd's (1) Loss Limit (1) Manulife (1) Medi Plus (1) Mitra Maparya (1) Multifinance (1) NMA (1) Obamacare (1) P&I (1) P&I Insurance (1) PAYDI (1) PSKI (1) Pailit (1) Pasar Senen (1) Penerbangan (1) Pertambangan (1) Perubahan Iklim (1) Powerpoint (1) Pungutan OJK (1) RBC (1) Ritel (1) SDM (1) Sadar Asuransi (1) Slide (1) asuransi warisan (1) aturan (1) bapepam-lk (1) biaya (1) biro klasifikasi (1) business (1) definisi (1) fungsi asuransi (1) insurable interest (1) jaminan (1) judi (1) kapal (1) komposisi (1) kurs valas (1) kyc (1) laik (1) manfaat asuransi (1) modifikasi (1) ownrisk (1) pemasaran (1) penutupan asuransi (1) perlengkapan tambahan (1) product guarantee (1) proximate cause (1) sistem pemasaran asuransi (1) strategi pemasaran (1)

Blog Archive

Recent Posts