Di bagian ini, kita akan mempelajari fase/tahapan dari suatu manajemen risiko. Fase ini digunakan untuk menganalisa, mengevaluasi, dan menilai ulang semua detail, masalah, dan risiko yang kritis sehingga perusahaan asuransi dan semua stakeholder MERASA NYAMAN dengan program asuransi.
Ada 3 tahapan/fase dari suatu manajemen risiko, yaitu:
- Identifikasi risiko
- Evaluasi risiko
- Kontrol risiko
Proses manajemen resiko dapat digambarkan sebagai berikut :
Manajemen resiko jauh lebih luas dari pada asuransi karena tidak hanya mencakup resiko murni, tetapi juga resiko lainnya (seluruh resiko yang mungkin terjadi). Dalam diagram di atas terlihat bahwa asuransi dilibatkan dalam tahap financial transfer of risk. Asuransi merupakan mekanisme pengalihan resiko yang berhubungan dengan risk management. Jadi, pada dasarnya asuransi merupakan sub unit dari risk management.
Metode Manajemen Resiko
1. Identifikasi Resiko (Risk Indentification)
Di sini resiko dipandang dari cakupan yang luas, tidak terbatas pada resiko-resiko yang dapat diasuransikan. Dengan menggunakan alat-alat indentifikasi resiko, langkah-langkah diambil untuk melihat seluruh aspek yang dapat menyebabkan perusahaan menderita kerugian.
Teknik-teknik identifikasi resiko:
a. Bagan organisasi
Bagan ini menunjukkan struktur organisasi perusahaan secara keseluruhan. Bagan ini memperlihatkan hubungan antar personil sehingga dapat memperlihatkan kelemahan-kelemahan dalam struktur organisasi yang dapat menimbulkan masalah bagi risk management.
Contoh:
pembagian tugas tidak memadai
ability personil/kompetensi
Juga digunakan untuk melihat apakah bagan organisasi sudah sesuai untuk diterapkan di perusahaan tersebut.
b. Flow chart
Flow chart ini berguna untuk perusahaan-perusahaan di mana sistim produksinya melibatkan proses dari bahan baku sampai menjadi barang jadi. Flow chartmenunjukkan aliran (flow) operasi perusahaan serta dapat menunjukkan masalah-masalah yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang tidak nampak.
c. Check List
Merupakan daftar pertanyaan tentang masing-masing bagian dalam perusahaan.
Contoh klasifikasi resiko yang ditanyakan dalam check list:
2. Evaluasi Resiko (Risk Evaluation)
Tahap kedua dari proses manajemen resiko adalah mengevaluasi dampak dari resiko kepada perusahan. Evaluasi dapat dilakukan dalam bentuk analisa kuantitatif dan analisa kualitatif. Analisa kualitatif dilakukan apabila tidak ada data-data analisa kuantitatif, sehingga evaluasi dilakukan berdasarkan pengalaman.
Analisa kuantitatif hanya bisa dilakukan dengan statistik di mana ada data-data/catatan-catatan yang memadai. Kesulitan yang timbul adalah data-data tersebut harus tersedia segera sebelum kebutuhan akan data tersebut muncul. Data statistik sangat diperlukan untuk administrasi : seberapa besar kemungkinannya terjadi lagi, sebab-sebab terjadinya resiko tersebut, sehingga dapat ditentukan control atas resiko tersebut.
3. Pengendalian Resiko (Risk Control)
Ada 2 segi yang harus ditinjau:
a. Pengendalian fisik (Physical Control of Risk)
Ada 2 cara pengendalian fisik;
(1) Eliminasi
Loss prevention dapat dilakukan dengan mengeliminasi resiko.
Contohnya: Usahawan yang ingin membuat pabrik baru pasti memiliki resiko. Resiko tersebut bisa dieliminasi dengan tidak membuat pabrik baru tersebut.
Namun dalam bisnis, tidak semua resiko bisa dihilangkan. Contohnya seperti pabrik diatas, walaupun ada resiko terbakar, namun karena seluruh nasib perusahaan tergantung pada pabrik baru tersebut dan karenanya pabrik tersebut harus dibangun, maka berarti resiko terhadapnya tidak bisa dielimanasi seluruhnya. Namun, bisa diminimize dengan membangun pabrik di tempat yang aman/tidak rawan kebakaran.
(2) Minimisasi
Ada 2 cara:
1. pre loss minimisation
Dampak dari kerugian diantisipasi dan langkah-langkah yang diambil adalah untuk meyakinkan bahwa frequency/severity telah ditekan seminimum mungkin.
Contoh : penggunaan seat bealt di mobil pribadi, penempatan penjagaan mesin-mesin berbahaya untuk mengantisipasi kecelakaan pekerja.
2. post loss minimisation
Bahkan setelah resiko terjadi, masih ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk meminimumkan kerugian.
Contoh : menyelamatkan barang pada saat kebakaran dan harta benda lain yang memiliki nilai sisa dapat dijual untuk mengurangi kerugian, sprinkler untuk meminimalkan dampak kebakaran.
b. Pengendalian financial (Financial Control of Risk)
Ada 2 cara pengendalian financial:
(1) Retensi
Tujuan asuransi adalah untuk mengalihkan resiko yang tidak dapat diperkirakan. Namun bila berdasarkan pengalaman tingkat resiko dapat diperkirakan, jumlah perkiraan tersebut bisa diantisipasi dan ditanggung sendiri. Kerugian yang dapat diperkirakan tersebut dapat dibayar dari penghasilan saat itu dan dibebankan sebagai biaya produksi. Alternatif lain, diadakan dana terpisah yang dibentuk untuk mengatasinya atau untuk resiko-resiko lain yang dapat ditanggung sendiri (retain) sepenuhnya.
Macam-macam cara retensi:
- full; resiko ditanggung sendiri, tidak melibatkan pihak lain
- sebagian; semacam perlakuan deductible, di mana lebih dari jumlah tertentu ditanggung pihak lain/asuransi.
- sebagian yang bukan deductible; di mana resiko tertentu tidak diasuransikan, tapi resiko yang lain diasuransikan
- captive; mendirikan perusahan asuransi sendiri dengan tujuan untuk mengelola resiko usahanya sendiri
(2) Transfer
Metode kedua adalah di mana perusahaan mengalihkan dampak kerugian kepada organisasi/perusahaan lain. Contohnya adalah asuransi atau kontrak sewa rumah di mana pemilik mengalihkan tanggung jawaab atas bangunan tersebut kepada penyewa.
Tendensi dalam beberapa tahun mendatang adalah untuk retain resiko yang memiliki high frequenc, low severity dan meretain sebagian dari kerugian yang besar dengan deductible atau captive insurance.