September 2014 ~ Akademi Asuransi

Batasi Asing di Industri Asuransi

JAKARTA - Tarik ulur pembahasan payung hukum industri asuransi akhirnya mencapai titik akhir. Kemarin (24/9) sidang paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian menjadi undang-undang.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Andi Rahmat menjelaskan, salah satu substansi penting dalam UU Perasuransian adalah batas kepemilikan asing. ''Kami sepakat membatasi kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi secara kualitatif dan kuantitatif,'' katanya saat sidang paripurna di gedung DPR.

Menurut Andi, terdapat syarat dalam pembatasan secara kualitatif tersebut. Syaratnya, pihak asing yang dapat menjadi pembeli perusahaan perasuransian adalah badan hukum asing yang memiliki usaha perasuransian sejenis, atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha perasuransian.

Secara kuantitatif, pembatasan tersebut dilakukan dengan menentukan persentase kepemilikan badan hukum asing dalam perusahaan perasuransian. Namun, UU Perasuransian tidak menyebut secara eksplisit berapa persen maksimal kepemilikan saham asing. Sebab, detail batasan akan diatur tersendiri melalui peraturan pemerintah (PP). ''Tentu, nanti ada konsultasi lebih dulu dengan DPR dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan),'' ungkapnya.

Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Nonbank OJK Firdaus Djaelani mengungkapkan, saat membahas pembahasan RUU dengan DPR, OJK mengusulkan agar kepemilikan asing diperketat dari saat ini 80 persen menjadi hanya 49 persen. ''Ini bakal dibicarakan lagi dengan DPR,'' ujarnya.

Namun, lanjut Firdaus, rencana pengetatan porsi kepemilikan asing tersebut tidak akan berlaku surut. Artinya, perusahaan asuransi yang saat ini mayoritas sahamnya tidak dikuasai asing tidak diharuskan untuk melepas kepemilikan. ''Kami dorong yang sudah eksis untuk go public (di bursa saham),'' tuturnya. (owi/c14/agm) 


Sumber: JPPN
Share:

Premi Bruto Asuransi Syariah Naik Tipis 1,45%

Jakarta - Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mencatat, premi bruto asuransi dan reasuransi syariah mencapai Rp 4,47 triliun atau hanya naik 1,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketua Umum AASI Adi Pramana menjelaskan, kenaikan tipis premi bruto ini disebabkan menurunnya pendapatan premi asuransi dan reasuransi umum syariah sebesar 28,33 persen, yaitu dari Rp 936 miliar pada kuartal II-2013 menjadi Rp 670,79 miliar pada kuartal II-2014.
Sementara pendapatan premi asuransi jiwa syariah bertumbuh 9,46 persen, yaitu dari Rp 3,48 triliun pada kuartal II-2013 menjadi Rp 3,8 triliun pada kuartal II-2014.
Menurunnya pendapatan premi bruto asuransi dan reasuransi umum syariah dikarenakan lesunya bisnis pembiayaan kendaraan bermotor dan properti.
"Pada tahun lalu, saat aturan uang muka (down payment/DP) belum berlaku sama untuk industri pembiayaan syariah, banyak nasabah beralih ke pembiayaan syariah sehingga terjadi peningkatan bisnis pada industri asuransi umum syariah. Namun sekarang saat aturan DP sudah diberlakukan sama, pendapatan premi asuransi umum syariah perlahan menurun," katanya di Jakarta, Kamis (25/9).
Di sisi lain, beban klaim bruto asuransi dan reasuransi syariah justru bertumbuh 12,32 persen, yaitu dari Rp 1,25 triliun pada kuartal II-2013 menjadi Rp 1,4 triliun pada kuartal II-2014. Pertumbuhan klaim bruto asuransi umum syariah sama dengan premi bruto asuransi umum syariah yaitu menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal II-2014 lalu, klaim bruto asuransi umum syariah mencapai Rp 389 miliar, terkoreksi 10,14 persen dibandingkan kuartal II-2013 yang sebesar Rp 433 miliar.
Dari sisi investasi, dana kelolaan investasi asuransi dan reasuransi syariah pada kuartal II-2014 mencapai Rp 16,68 triliun atau naik 22,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Investasi banyak dialokasikan ke deposito," tegasnya.
AASI juga mencatat, kontribusi premi terhadap pendapatan premi asuransi konvensional terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga kuartal II-2014 mencapai Rp 4,47 triliun atau berkontribusi 5,26 persen terhadap total pendapatan premi asuransi dan reasuransi konvensional.
"Sejak 2007, kontribusi premi bruto asuransi syariah baru 2,05 persen, meningkat menjadi 3,9 persen pada 2011, dan pada 2012 mencapai 4,41 persen. Adapun pada Juni 2014 mencapai 5,26 persen," jelasnya.
Adi menyebutkan, dilihat dari kontribusinya, asuransi jiwa syariah berkontribusi lebih besar dibandingkan asuransi umum syariah. Pada kuartal II-2014, pendapatan premi asuransi dan reasuransi jiwa syariah mencapai Rp 3,8 triliun atau berkontribusi 6,64 persen dibandingkan pendapatan premi asuransi dan reasuransi jiwa konvensional sebesar Rp 53,58 triliun.
Sementara pendapatan premi asuransi dan reasuransi umum syariah mencapai Rp 670,79 miliar atau berkontribusi 2,41 persen terhadap asuransi dan reasuransi umum konvensional yang mencapai Rp 27,14 triliun.
Untuk meningkatan kinerja industri syariah, AASI terus menggalakkan program pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan inovasi produk. Selain berguna untuk internal perusahaan, pengembangan ini juga berfungsi sebagai persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2-15 mendatang.

Sumber: Beritasatu
Share:

Koordinasi BPJS Kesehatan dan Industri Asuransi Masih Terbatas

Jakarta― PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life) berharap, batas akhir pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan untuk karyawan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil pada 1 Januari 2015 dapat diundur. Pasalnya, perseroan menilai, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga saat ini baru siap sekitar 30 persen terkait kerja sama manfaat tambahan atau coordination of benefit (CoB).
Head of Group Policy Management and Claim Angelia Agustine mengatakan, koordinasi yang dilakukan antara BPJS Kesehatan dan industri asuransi masih terbatas. Sampai saat ini, koordinasi yang baru dicapai sebatas mengenai kepesertaan untuk pegawai perusahaan. Namun, koordinasi lainnya seperti terkait peserta individu, premi, dan klaim belum ada.
“Kami berharap, batas pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan dapat sedikit diundur. Sebab, estimasi kami BPJS Kesehatan baru siap sekitar 30 persen terkait CoB sampai saat ini. Kalau pun diundur juga tidak masalah karena batas paling lambat keseluruhan pendaftaran jaminan kesehatan itu, 1 Januari 2019 menurut Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan,” ujar dia dalam acara Sinergi Asuransi Swasta dan BPJS yang Bermanfaat Bagi Masyarakat di Jakarta, (16/9).
Kementerian Kesehatan (Menkes), jelas Angelia, sebelumnya telah membuat aplikasi INA CBG's yang saat ini dipakai oleh BPJS Kesehatan dan 20 rumah sakit yang bekerja sama sebagai parameter untuk mendiagnosa dan prosedur. Namun, aplikasi tersebut belum tersedia untuk perusahaan asuransi sehingga kami harus datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan terkait penggantian klaim. “Hal itu, membuat perusahaan asuransi masih melihat INA CBG's sebagai tatangan terkait perhitungan premi dari risiko,” jelas dia yang juga anggota Tim Teknis Asosiasi Asuransi untuk BPJS Kesehatan.
Aplikasi INA CBG's, menurut Angelia, sebenarnya sangat bagus karena membuat rumah sakit lebih kritis saat memberikan pelayanan. Pasalnya, pemeriksaan kepada pasien yang tidak sesuai dengan prosedur INA CBG's tidak akan diganti oleh BPJS Kesehatan. “Akan sangat baik kalau INA CBG's dapat diterapkan ke seluruh rumah sakit di Indonesia,” ujar dia.
Sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai CoB, jelas angelia, masih kurang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus terus meningkatkan prasarana dan mekanisme. “Mungkin saat ini, konsentrasi BPJS Kesehatan masih berfokus kepada masyarakat. Tetapi, alangkah baiknya kalau mekanisme dan prasarana CoB berjalan dengan sempurna, sehingga bukan tidak mungkin nantinya tarif premi asuransi jiwa dapat turun. Karena itu, kami sangat mengharapkan kesiapan 100 persen dari BPJS Kesehatan,” ujar dia.
Di sisi lain, Angelia mengakui perusahaan asuransi sedikit terkendala mengenai data kepersertaan. BPJS Kesehatan meminta 30 perusahaan asuransi yang menandatangani CoB untuk melengkapi 34 data mengenai peserta. Sementara perusahaan asuransi umumnya hanya memiliki tujuh data, antara lain tanggal lahir, jender, dan hubungan keluarga.
“BPJS Kesehatan berharap, kami (perusahaan asuransi) dapat memiliki data fasilitas kesehatan peserta, data alamat anggota keluarga lengkap, dan lain sebagainya. Padahal untuk polis kumpulan dari perusahaan sulit mendapatkan data-data pribadi yang detail. Jadi kami harus mengembangkan sistem untuk mewujudkan CoB,” ungkap dia.

Sumber: BeritaSatu
Share:

Premi Bruto Reasuransi Umum Turun 12,8%


Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat, premi bruto reasuransi umum mencapai Rp 1,66 triliun pada semester I-2014. Pendapatan premi ini menurun 12,8 persen dibandingkan semester I-2013 yang mencapai Rp 1,9 triliun.
Kepala Statistika, Informasi dan Analisis AAUI Dadang Sukresna mengatakan, penurunan pendapatan premi terbesar terjadi pada lini asuransi penjaminan yang menurun 95,6 persen dari posisi Rp 130,6 miliar menjadi Rp 5,7 miliar. Penurunan paling besar lainnya juga terjadi pada lini industri tanggung gugat yang menurun 74 persen dari Rp 33 miliar menjadi Rp 8,5 miliar.
"Penurunan pada lini usaha penjaminan dan tanggung gugat terjadi karena pencatatannya dilakukan setelah semester satu," ujar Dadang di Jakarta akhir pekan lalu.
Kendati terjadi penurunan pada dua lini usaha tersebut, namun di sisi lain terjadi peningkatan pendapatan premi reasuransi pada lini asuransi kecelakaan yaitu 407,8 persen. Begitu pada lini usaha lain yaitu pada industri energi off shore yang meningkat 207,1 persen dan kredit insurance sebesar 109 persen.
Penurunan pendapatan premi bruto ternyata tidak diikuti oleh penurunan klaim bruto. Dadang menyebutkan, klaim bruto reasuransi umum mencapai Rp 803,5 miliar atau meningkat 4,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kontributor peningkatan klaim bruto menurut Dadang berasal dari asuransi kecelakaan yang meningkat 2250,8 persen dan energi off shore sebesar 604,1 persen.
"Asuransi kecelakaan diri pencatatannya baru dipisahkan dari asuransi kesehatan sehingga terlihat pendapatan premi dan klaim brutonya meningkat drastis,"ujarnya.
Namun demikian, penurunan pendapatan premi bruto dan peningkatan klaim bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil underwriting industri reasuransi umum. Pada semester I-2014, hasil underwriting reasuransi umum meningkat 37,9 persen ke angka Rp 105,2 miliar. Peningkatan hasil underwriting tertinggi terjadi pada lini usaha harta benda yaitu sebesar 211 persen.
Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor berharap ke depannya, pendapatan premi bruto reasuransi umum terus meningkat. Hal ini seiring dengan menurunnya premi reasuransi yang diletakkan di luar negeri.
Penurunan premi reasuransi yang terbang ke luar negeri ini tidak bisa berjalan sendiri tanpa didukung oleh payung hukum yang jelas.
"Semoga RUU Asuransi yang baru bisa menjadi alat untuk memaksa pelaku industri agar lebih mengoptimalkan kapasitas reasuransi di dalam negeri,"tegasnya.
Sampai akhir 2013, Julian menyebutkan, premi reasuransi yang terbang ke luar negeri mencapai Rp 9 triliun. Dengan adanya inisiatif pemerintah untuk mengoptimalkan kapasitas reasuransi dalam negeri dengan membentuk perusahaan reasuransi nasional, diharapkan premi yang keluar tersebut bisa ditekan hingga 50 persen.

Sumber: Beritasatu
Share:

Penetrasi Rendah, OJK Optimis Asuransi Tetap Tumbuh

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menuturkan, bahwa saat ini penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah, yakni 1,1%. Bahkan, angka ini tertinggal dari negara-negara tetangga, yaitu Malaysia dengan penetrasi 3% dan Singapura 4,3%.

"Optimis karena pertumbuhan asuransi tetap bagus, pasar cukup besar, di antara 5 besar ASEAN, potensi yang luar biasa. Jadi mungkin dalam 10 tahun ke depan peneterasi Indonesia bisa mencapai 5%. Pasalnya GDP kita kan besar," ujarnya dia di Kempinski Hotel Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Saat ini, lanjut dia, penetrasi asuransi Indonesia masih di bawah 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebab itu, dirinya berharap agar perusahaan asuransi dapat terus berinovasi mengeluarkan produk-produk yang inovatif.

"Ya tadi bantu industri berinovasi dalam produk dan layanan karena meningkatkan penetrasi ini tunjukan dalam masyarakat pelayanan terbaik," ucap dia.

OJK pun terus mendukung agar industri asuransi dapat tumbuh dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui sistem pelaporan bulanan, serta penerapan regulasi tentang asuransi mikro.

"Sehingga diharapkan dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia," pungkasnya.


(gpr)

Sumber: Sindonews
Share:

OJK: 10 Tahun Lagi Industri Asuransi Capai 5%


JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan industri perasuransian memiliki arah yang jelas dan dapat berkembang lebih besar lagi.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menyampaikan, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah atau sekitar 1,1 persen. Jumlah ini tertinggal dari negara-negara tetangga, yaitu Malaysia dengan penetrasi 3 persen dan Singapura 4,3 persen.

Meskipun begitu, dia optimistis pertumbuhan industri asuransi di Indonesia dapat berkembang. Hal ini didasari atas pertumbuhan penduduk Indonesia yang tergolong besar.

"Optimis karena pertumbuhan asuransi tetap bagus, pasar cukup besar, di antara lima besar ASEAN, potensi yang luar biasa. Jadi mungkin dalam 10 tahun ke depan penetrasi Indonesia bisa mencapai 5 persen. Pasalnya GDP kita kan besar," kata dia saat ditemui di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Menurutnya, saat ini penetrasi asuransi Indonesia masih rendah bahkan di bawah 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk itu Firdaus meminta perusahaan asuransi dapat berinovasi mengeluarkan produk-produk teranyar.

"Ya tadi bantu industri berinovasi dalam produk dan layanan karena meningkatkan penetrasi ini tunjukan dalam masyarakat pelayanan terbaik," tambahnya.

Selain itu, OJK juga menyatakan akan mendukung perkembangan industri asuransi. Salah satunya dengan merancang sistem pelaporan bulanan dan regulasi tentang asuransi mikro. "Sehingga diharapkan dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia," tukas dia. (rzy)

Sumber: Okezone
Share:

RUU Perasuransian Dorong Perusahaan Asuransi untuk IPO

Bagi perusahaan asuransi yang seluruh sahamnya dimiliki asing, wajib melakukan penawaran umum kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

Setelah membutuhkan waktu dua tahun pembahasan semenjak Surat Presiden Nomor: R-63/Pres/07/2012 tanggal 17 Juli 2012 sampai ke DPR, RUU tentang Perasuransian akhirnya disetujui menjadi UU. Pengesahan tersebut dilakukan melalui rapat paripurna DPR di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (23/9).
 
Wakil Ketua Komisi XI DPR Andi Rahmat menuturkan, atas surat presiden tersebut dewan menindaklanjutinya dengan membahas RUU di proses pembicaraan tingkat I. Beberapa kali rapat kerja dengan pemerintah, pembahasan di tingkat panitia kerja (panja), tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin) dilakukan DPR.
 
"Berdasarkan pendapat akhir mini yang disampaikan fraksi-fraksi dan pemerintah, seluruh fraksi dan pemerintah menyatakan persetujuan terhadap naskah RUU," kata Andi.
 
Kepemilikan perusahaan perasuransian asing juga diatur dalam beleid ini. Namun, pembatasan kepemilikan asing dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk besaran pastinya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Dalam ketentuan peralihan, tepatnya Pasal 88 ayat (1) terdapat kewajiban perusahaan asuransi yang seluruh sahamnya dimiliki asing untuk melakukan penawaran umum atau initial public offering (IPO) kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
 
Jangka waktu IPO ini paling lambat telah dilakukan lima tahun sejak RUU ini diundangkan. Kewajiban IPO ini untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a RUU Perasuransian. "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan sanksi bagi perusahaan perasuransian yang tidak melakukan penyesuaian kepemilikan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)," kata Andi.
 
Selain mendorong IPO, lanjut Andi, perubahan sejumlah substansi lainnya terkait dengan bentuk badan hukum. Sebelumnya di UU yang lama, bentuk badan hukum penyelenggara usaha perasuransian hanya Perseroan Terbatas (PT). Kini di RUU yang baru disahkan, ditambahkan dengan bentuk badan hukum koperasi dan usaha bersama.
 
Menurutnya, RUU ini lahir lantaran pertumbuhan industri perasuransian baik secara nasional maupun global mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya volume usaha dan layanan jasa perasuransian yang semakin bervariasi. Sejalan dengan itu, keberadaan RUU ini penting karena sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat dalam pengelolaan risiko dan investasi yang semakin tidak terpisahkan.
 
"Penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk menciptakan industri yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah dan kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong pembangunan nasional," katanya.
 
Jika dibandingkan dengan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, kata Andi, terdapat sejumlah tambahan pasal dalam RUU ini. Sebelumnya, pada UU tentang Usaha Perasuransian (UU yang lama) hanya terdapat 72 pasal, lalu dalam RUU bertambah menjadi 92 pasal. Selain itu, juga terdapat penambahan bab, dari 15 bab di UU yang lama menjadi 18 bab.
 
Menteri Keuangan M Chatib Basri menyambut baik pengesahan RUU ini. Ia mengatakan, substansi dari RUU ini memberikan aturan lebih baik bagi masyrakat. "UU Usaha Perasuransian telah tertinggal dari praktik dan celah hukum kalau tidak ditangani akan merugikan masyarakat dan komunitas global," katanya.
 
Menurut Chatib, Indonesia yang merupakan bagian dari komunitas global itu perlu menyelaraskan praktik standar organisasi sesuai yang berlaku di internasional. Terlebih lagi, dalam industri jasa keuangan percepatan distribusi dan teknis mekanisme sering terjadi. Hal ini berdampak dengan munculnya risiko keuangan baru.
 
"Kehadiran RUU Perasuransian harus kita syukuri, kemudian harus dibuat peraturan pemerintah dan peraturan OJK dan dilakukan upaya edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat luas terkait RUU ini," tutup Chatib.

Sumber: Hukumonline
Share:

UU Asuransi (Foto)





Menteri Keuangan Chatib Basri (kanan) memberi salam kepada anggota DPR dengan disaksikan pimpinan DPR Priyo Budi Santoso saat rapat paripurna tentang RUU Asuransi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/9). DPR mengesahkan RUU Perasuransian menjadi Undang-Undang, yang terdiri atas 18 bab dan 92 pasal dengan 18 hal substantif antara lain bentuk badan hukum, kepemilikan perusahaan perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, dan asuransi syariah. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Share:

Inovasi Produk Asuransi Umum Perlu Dukungan Reasuransi


Jakarta – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan, kurangnya inovasi pada produk asuransi umum menjadi tantangan industri ini di masa mendatang.
Untuk bertumbuh pesat, harus menciptakan produk sesuai keinginan pasar.
Ketua Umum AAUI Ahmad Fauzie Darwis menuturkan, produk asuransi umum di Indonesia masih konvensional sehingga sulit  berkembang. Seharusnya perusahaan asuransi umum tidak hanya menjual produk yang selama ini ada.
“Kalau menurut saya asuransi umum harus mulai interaktif menciptakan produk. Mereka (industri asuransi umum) harus mulai mencari ceruk pasar yang yang sesuai dengan kondisi pasar,” ujar dia dalam acara diskusi bertema "Industrial, Economy, and Business Outlook Talkshow" pada "Indonesia Operational Excellence Conference and Award 2014 (Opexcon 2014)" di Jakarta, Senin (22/9).
Fauzie mengatakan, umumnya asuransi umum hanya menawarkan asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, pengangkutan, rekayasa konstruksi engineering, dan alat berat. Padahal, industri asuransi umum Tanah Air dapat mengkombinasikan produk asuransi umum.
“Misalnya, pada produk asuransi kebakaran bisa ditambahkan perlindungan untuk kecelakaan dan sewa rumah. Kalau sekarang kan sendiri-sendiri. Jadi semestinya ada produk inovatif yang menggabungkan beberapa risiko, sehingga orang tidak perlu banyak membeli polis,” jelas dia.
Namun dia mengakui, inovasi-inovasi tersebut sulit diterapkan jika perusahaan reasuransi tidak mau meng-cover (melindungi). Padahal apabila nilai nominal produk dan uang pertanggungannya besar, perusahaan asuransi umum akan membutuhkan reasuransi.
“Permasalahannya nanti, kalau perusahaan reasuransi belum paham produk baru itu, mereka ngga mau meng-cover. Sebab, mereka tidak punya data. Untuk itu, nanti diperlukan sosialiasi dari perusahaan asuransi umum kepada reasuransi,” ujar dia.
Reasuransi adalah istilah yang digunakan saat satu perusahaan asuransi melindungi dirinya terhadap risiko asuransi dengan memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain. Alasan perusahaan asuransi melakukan reasuransi salah satunya pembagian risiko. Pada dasarnya hal ini mirip dengan tindakan hedging pada industri keuangan lainnya.
Fauzie memberikan contoh pada produk asuransi ternak sapi. Menurut dia, saat pertama kali diluncurkan, tidak banyak perusahaan asuransi dan reasuransi yang berminat, karena produk tersebut memproteksi pencurian, meninggal, terkena penyakit, dan kredit sapi yang menunggak.
Tetapi, produk asuransi ini justru berkembang di Bali. Pasalnya, masyarakat paguyuban Bali selalu tolong menolong terkait utang piutang. "Di sana tidak terjadi pencurian sapi, karena sapi dihormati. Jadi risikonya tinggal penyakit saja,” jelas dia.
Fauzie menuturkan, tantangan industri asuransi umum juga terletak pada sumber daya manusia (SDM). Banyak orang awam beranggapan bekerja pada perusahaan asuransi hanya menjadi agen. Padahal faktanya mereka bisa menjadi aktuaris maupun underwritter.
Dia mengatakan, Indonesia berpotensi memiliki tenaga aktuaris yang mumpuni sebab dasar pendidikan aktuaris adalah matematika. Adapun orang-orang yang menempuh pendidikan di jurusan tersebut tergolong banyak di negara ini. Sayangnya, khusus industri asuransi umum saja baru memiliki delapan orang aktuaris.
Sejak tahun lalu pemerintah menargetkan, dalam lima tahun mendatang jumlah aktuaris di Indonesia dapat mencapai 1.000 orang, dengan 600 orang berada di industri asuransi umum. “Jadi mulai sekarang kami harus mulai menyiapkan penambahan tenaga. Tetapi rasanya, tahun depan jumlahnya masih sedikit,” ujar dia.

Sumber: Beritasatu
Share:

OJK Diharap Revisi Tarif Premi Asuransi Kendaraan dan Properti


Jakarta - Kalangan praktisi asuransi umum di Indonesia berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merevisi Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 yang menetukan tarif bawah dan atas premi asuransi umum, yaitu kendaraan dan properti. Mereka menilai, penentuan tarif tersebut mendatangkan beberapa permasalahan di industri asuransi dan merugikan konsumen.

Praktisi asuransi Benny Hapsoro mengatakan, penetapan Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi Serta Ketentuan Biaya Akuisisi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor dan Harta Benda serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi dan Tsunami Tahun 2014 oleh OJK sebenarnya merupakan pertimbangan yang baik. OJK selaku regulator tidak ingin ada kompetisi pasar yang tidak sehat, persaingan pelayanan, premi yang tidak memadai, dan defisit neraca perdagangan, serta kerugian bagi industri asuransi umum.
"Namun, penetapan tarif premi bawah dan atas untuk lini usaha asuransi kendaraan serta asuransi properti malah membuat permasalahan lain dan tentunya merugikan bagi konsumen," ujar dia di Jakarta, Senin (8/9).

Daya saing industri asuransi umum nasional, jelas Benny, akan melemah dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015. Kenaikan biaya risiko akan membuat konsumen membayar mahal padahal mereka memperoleh jaminan terbatas.

"Konsumen kemungkinan akan mengurangi jaminan agar sesuai dengan anggaran keuangan yang dimiliki. Mereka nantinya akan memilih melindungi harta bendanya dengan uang pertanggungan yang lebih rendah. Atau bahkan, ada konsumen yang memilih tidak menggunakan jasa asuransi lagi karena tidak mampu membeli asuransi," jelas dia.

Tarif premi, ujar Benny, seharusnya merefleksikan tingkat risiko yang akan dihadapi. Karena kunci utama dalam industri asuransi bukan mengenai tarif premi. Tetapi, apakah risiko yang dihadapi perusahaan asuransi sudah layak atau belum.

"Jadi saya berharap, OJK mau mempertimbangkan untuk merevisi Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 dan nantinya fokus terhadap biaya risiko yang harus dihadapi perusahaan asuransi umum," tutur dia.
Perusahaan asuransi lokal, jelas Benny, sulit berkompetisi dengan perusahaan asuransi joint venture (JV) maupun perusahaan asuransi asing karena penetapan tarif premi bawah dan atas dari OJK. Ia menuturkan, ketika asuransi tidak mampu bersaing dengan sehat seharsnya perusahaan juga jangan membebankan kepada konsumen.

"Saya berharap, Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 untuk dikaji dan direvisi. Karena saya khawatir, perusahaan asuransi umum nantinya malah mengandalkan ketersediaan perusahaan reasuransi untuk mengahadpi permasalahan ketidakmampuan menanggung biaya klaim," jelas dia.
Sepaham dengan hal tersebut, praktisi asuransi Andreas Freddy Pieloor juga memberikan komentar. Ia mengatakan, pengalaman perusahaana asuransi umum tentu masing-masing berbeda. Perbedaan juga dapat terlihat dari sisi biaya akuisisi, pemasaran, maupun biaya operasional.

"Perusahaan asuransi umum lokal jelas berbeda biaya operasionalnya dibandingkan perusahaan joint venture," jelas dia.

Perang tarif antara perusahaan asuransi umum, ujar Freddy, sebenarnya boleh saja karena produsen berbeda, tetapi masing-masing asuransi harus tetap disiplin dalam menjalankan bisnis. Tetapi, dengan penetapan tarif premi bawah dan atas untuk lini usaha asuransi kendaraan dan properti dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi perusahaan lokal di Indonesia.

"Bukan tidak mungkin, perusahaan asuransi akan banyak yang memilih perusahaan reasuransi di luar negeri karena lebih murah dan mudah," ujar dia.

Selain itu, Benny menambahkan, terkait kenaikan total premi asuransi umum faktor utamanya bukan karena ada peningkatan jumlah konsumen atau nasabah asuransi. Tetapi karena kenaikan tarif premi.
"Karena perusahaan asuransi umum sebenarnya malah mulai kehilangan beberapa klien (konsumen)," ujar dia.

Industri tekstil, contoh Benny, kemungkinan tertekan dengan penentuan tarif premi bawah dan atas. "Kenaikan gaji buruh, kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan sekarang ditambah dengan penatapan tarif. Jelas hal tersebut menghambat bisnis mereka (pelaku di industri tekstil)," jelas dia.
Di sisi lain, Direktur Pengawasan Perasuransian OJK Darul Dimasqy sebelumnya mengungkapkan, pihaknya berencana mengubah tarif premi serta ketentuan biaya akuisisi lini usaha asuransi kendaraan dan properti. Namun, Otoritas Jasa Keuangan hingga saat ini masih melakukan evaluasi.
"Kami meminta perusahaana asuransi (khusus kendaraan dan properti) melaporkan profil risiko dan biaya. Nanti OJK yang mengolah tarif premi baru berdasarkan data yang diterima," jelas dia.
Pada kesempatan itu, Darul menjelaskan, OJK juga akan melakukan perubahan aspek kualitatif pada Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013. "Tetapi, kami masih melakukan evaluasi untuk menentukan penyesuaian apa yang perlu dilakukan," ungkap dia.

Hal yang sedang dipertimbangkan, ujar Darul, adalah insentif bagi paket pertanggungan. Otoritas Jasa Keuangan ingin paket tersebut lebih murah. Namun, hal tersebut masih dalam tahap penggajian. "Kami berharap, kebijakan bisa segera. Kalau masalah nominal tarif harus menunggu data," jelas dia.
Terkait dengan pengumpulan data, OJK merencanakan pengumpulan akan mulai dilakukan pada November 2014. Setelah itu, pihaknya akan melakukan review hingga Desember atau Januari 2015.
"Target optimistis kami, paling cepat semester I-2015 sudah sudah keluar tarif yang baru," ujar dia.


Penulis: C-01/FER
Sumber: Investor Daily, beritasatu
Share:

Labels

News (621) Clause (338) aamai (98) Buku (82) LSPP (79) Artikel Afrianto (78) Soal AAMAI (75) OJK (65) Engineering Clause (60) AAAIK (59) C Clause (55) A Clause (44) P Clause (43) Soal Jawab (40) S Clause (37) D Clause (35) Banjir (31) 102 (29) R Clause (28) 101 (27) Clause Liability (27) Istilah (27) 103 (26) CAR Clause (26) E Clause (25) Pengetahuan (25) L Clause (23) Praktek Bisnis (23) reasuransi (23) Klausul (22) Marine Cargo (22) pengertian (22) liability insurance (21) Headline (20) asuransi kebakaran (20) I Clause (19) Risk Management (18) Clause PAR (17) F Clause (17) M Clause (17) B Clause (16) asuransi syariah (16) Clause Property (15) Syariah (15) klaim (15) Marine Hull (14) Prinsip Asuransi (14) Asuransi Mikro (13) 104 (12) 201 (12) N Clause (12) O Clause (12) Surety Bond (12) cargo (12) pengantar asuransi kerugian komersil (12) Asuransi kendaraan bermotor (11) Clause Marine (11) Motor Car (11) prosedur klaim (11) 303 (10) Hukum Asuransi (10) Jasindo (10) PA (10) asuransi kecelakaan diri (10) asuransi personal (10) KOMPAS001 (9) Magang Beasiswa (9) contractor (9) hull (9) 108 (8) BPJS (8) BUMN Reasuransi (8) Business Interruption (8) dikecualikan (8) micro insurance (8) perluasan jaminan (8) Directors’ And Officers’ Liability (7) Engineering (7) FAQ OJK (7) Insurance Day (7) Jiwasraya (7) Merger (7) Peringkat Asuransi (7) Risk Management Calculations (7) erection (7) fidelity (7) kebongkaran (7) pengirimanuang (7) 106 (6) Bali Rendezvous (6) Maritime Convension (6) Regulasi (6) dijamin (6) penyimpananuang (6) 107 (5) Asuransi Kredit (5) Asuransi Pertanian (5) Broker (5) Case Study (5) IGTC (5) LEG Clause (5) asuransi properti (5) marketing (5) objek pertanggungan (5) polis (5) premi (5) Asuransi Ternak (4) Benefit (4) CGI (4) Contoh (4) Gempa (4) Kendaraan (4) Money Insurance (4) Nelayan (4) Online Marketing (4) Perlindungan Konsumen (4) Produk (4) Sejarah (4) Survey Report (4) brand (4) investasi (4) jenis (4) jenis jaminan (4) limit pertanggungan (4) risiko (4) Asuransi Perjalanan (3) BJPS (3) Bencana (3) CPM / HE (3) Chubb (3) Contractor Plant and Machinery (3) Deductible BI (3) Forwarder Liability (3) G Clause (3) Hukum Dagang (3) Hukum Ketenagakerjaan (3) ICC 1982 (3) ICC 2009 (3) Iklan (3) Incoterms (3) Maipark (3) Pesawat (3) Professional Indemnity (3) Prudential (3) Sengketa Asuransi (3) Sinar Mas (3) hukum (3) periode pertanggungan (3) public liability (3) struktur polis (3) Asuransi Jiwa Jaminan (2) Asuransi Politik (2) Asuransi Sosial (2) Asuransi Tanaman (2) Bank Garansi (2) Bukopin (2) Bumi Asih (2) Clause Motor Car (2) Custom Bond (2) Fronting Company (2) GDEAI (2) Galeri Foto (2) Great Eastern (2) H Clause (2) Hukum Perdata (2) Izin Usaha (2) Kebijakan (2) Khusus (2) Kurikulum Asuransi (2) Market (2) Media Asuransi (2) Opini (2) PMA (2) PSAK 62 (2) Personal Accident (2) Perusahaan atau Korporasi (2) Professional Liability (2) RSKKNI (2) Rangkuman (2) Reportase (2) SPPA (2) Sertifikasi Agen (2) Soal (2) Stockthroughput (2) Undang-undang (2) asuransi tradisional (2) aturan pemerintah (2) danaACA (2) dokumen pendukung (2) ganti rugi (2) harga pertanggungan (2) ifrs (2) indemnity (2) ketentuan (2) kontribusi (2) liability (2) perkecualian (2) product liability (2) rating (2) sharing (2) subrogasi (2) 105 (1) 202 (1) 302 (1) 304 (1) 401 (1) AXA Mandiri (1) Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (1) Asuransi Migas (1) Asuransi Parkir (1) Asuransi Petani (1) Asuransi Peternak (1) BRI (1) BTN (1) Badai Sandy (1) Banker Clause (1) Boiler and Pressure Vessel (1) Bosowa (1) Bringin Life (1) Bumiputera Life (1) Burglary Insurance (1) Cakrawala Proteksi (1) Cigna (1) Ciputra (1) Commonwealth Life (1) Contractor Allrisk (1) Daftar Perusahaan Asuransi (1) DanaGempa (1) DanaRumah (1) Dayin Mitra (1) Ekspor (1) Electronic Equipments (1) Emiten (1) Energi (1) Engineering Fee (1) Erection Allrisk (1) FPG Indonesia (1) File Insurance (1) Financial Planning (1) Forum Diskusi (1) Haji (1) Hanwha Life (1) Himalaya (1) IPO (1) ISO 31000 (1) InHealth (1) Insurance Act 2015 (1) J Clause (1) JKN (1) Jokowi (1) KOMPASANGGI (1) KOMPASMEGA (1) Kanker (1) Kebakaran (1) Kelas Konstruksi (1) Kilasdunia (1) Kinerja Asuransi Umum (1) Korupsi (1) Kupasi (1) LPS (1) Lloyd's (1) Loss Limit (1) Manulife (1) Medi Plus (1) Mitra Maparya (1) Multifinance (1) NMA (1) Obamacare (1) P&I (1) P&I Insurance (1) PAYDI (1) PSKI (1) Pailit (1) Pasar Senen (1) Penerbangan (1) Pertambangan (1) Perubahan Iklim (1) Powerpoint (1) Pungutan OJK (1) RBC (1) Ritel (1) SDM (1) Sadar Asuransi (1) Slide (1) asuransi warisan (1) aturan (1) bapepam-lk (1) biaya (1) biro klasifikasi (1) business (1) definisi (1) fungsi asuransi (1) insurable interest (1) jaminan (1) judi (1) kapal (1) komposisi (1) kurs valas (1) kyc (1) laik (1) manfaat asuransi (1) modifikasi (1) ownrisk (1) pemasaran (1) penutupan asuransi (1) perlengkapan tambahan (1) product guarantee (1) proximate cause (1) sistem pemasaran asuransi (1) strategi pemasaran (1)

Blog Archive

Recent Posts