April 2020 ~ Akademi Asuransi

5 Ciri Khas Asuransi Syariah


Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah cukup unik dan berbeda dibandingkan dengan asuransi konvensional. Berikut ini beberapa ciri khas asuransi syariah menurut Akademi Asuransi:

Premi tidak hangus
Istilah premi mungkin kurang tepat. Dalam asuransi syariah lebih tepat disebut sebagai 'dana'. Dalam asuransi syariah, dana masih bisa diambil, meskipun ada sebagian kecil yang diberikan kepada perusahaan asuransi syariah.

Dana iuran menjadi milik peserta
Dana asuransi syariah sepenuhnya tetap milik peserta asuransi. Penyedia jasa asuransi pun hanya menjadi pengelola dana saja. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang memiliki wewenang penuh untuk setiap pengalokasian dana maupun alokasi investasi yang dimiliki oleh peserta asuransi.

Akad
Asuransi Konvensional menggunakan akad tabaduli, yakni akad jual beli. Tentunya di dalam akad jual beli menurut syara’ harus jelas ada penjual, pembeli, barang (objek) yang diperjualbelikan, harga, dan sighat (ijab qabul). Sedangkan dalam asuransi syariah, akad yang digunakan adalah akad takaful (akad tolong menolong), yaitu suatu akad tolong menolong sesama peserta, jika salah seorang peserta terkena musibah maka peserta yang lainnya membantu dengan dana tabarru’ (dana sosial).

Wakaf
Ada manfaat produk Asuransi Syariah yang tidak ada di Asuransi Konvensional, yaitu Wakaf. Wakaf merupakan penyerahan hak milik atau harta benda yang tahan lama kepada penerima Wakaf atau Nazhir, yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. Karena Wakaf memiliki manfaat perlindungan, nasabah dapat mewakafkan manfaat asuransi berupa Santunan Asuransi meninggal dunia dan nilai tunai polis.

Zakat
Asuransi syariah  mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan. Tentunya selain mendapatkan pahala dari akad tolong menolong, masyarakat jadi punya kesempatan untuk membayarkan zakatnya melalui asuransi syariah.
Share:

3 Akad dalam Asuransi Syariah


Ada 3 akad asuransi syariah yang perlu kamu ketahui yaitu Akad Tabarru, Akad Wakalah Bil Ujrah, dan akad Mudharabah.

Akad Tabarru’
Dalam asuransi syariah, sesama peserta menanggung risiko di antara peserta secara bersama-sama atas dasar tolong-menolong dan saling melindungi (Akad Tabarru’/Hibah). Akad Tabarru ini dijalankan bukan untuk mencari laba karena dilakukan atas dasar saling menolong dan melindungi.
Karena itu, dalam asuransi syariah, peserta bisa berasuransi sekaligus beramal.Dengan akad ini, peserta tidak mengharapkan keuntungan, melainkan imbalan dari Allah.

Akad Wakalah bil Ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad peserta dengan perusahaan auransi syariah untuk pengelolaan risiko.  Akad Wakalah bil Ujrah yang juga disebut Akad Tijarah ini memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
Wakalah itu juga bisa diartikan perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al- kifayah), tanggungan (al-dhamah), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.

Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah akad antara peserta dengan perusahaan untuk mengatur bagi hasil  investasi kumpulan dana tabarru’. Dalam hal ini, akad tidak boleh mengandung gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), riba (bunga), serta hal-hal lainnya yang tidak sesuai dengan Syariat Islam.
Nasabah juga berhak mengetahui pengaturan bagi hasil investasi, berapa besarnya bagi hasil dengan detail dan jelas.
Share:

Pengecualian Asuransi Syariah


Pengertian asuransi syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Pengertian ini seturut dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Ada beberapa pengecualian asuransi syariah yang harus kamu tahu. Pengecualian ini terkait dengan prinsip asuransi syariah.

Maisyir
Maisyir adalah suatu tindakan perjudian yang berarti seseorang ingin mendapatkan harta tanpa harus bersusah payah bekerja juga suatu tindakan memperkaya diri dengan cara merugikan orang lain. Secara harfiah, maisir adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Ada juga konteks kegiatan bisnis yang di dalamnya jelas bersifat untung-untungan atau spekulasi yang tidak rasional, tidak logis, tak jelas barang yang ditawarkan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Gharar
Gharar yaitu suatu tindakan penipuan yang dapat merugikan orang lain, dimana dalam transaksi terdapat unsur- unsur tersembunyi yang dilakukan oleh salah satu pihak untuk mendapatkan keuntungan. Dalam gharar, terminologinya mengarah pada penipuan dan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Ada unsur kegiatan bisnis yang tidak jelas kuantitas, kualitas, harga, dan waktu terjadinya transaksi. Biasanya kegiatan bisnis gharar mengandung risiko tinggi dan tak pasti.

Riba
Yaitu tambahan atas suatu transaksi yang dilakukan biasanya dalam utang piutang yaitu dalam bentuk bunga. Islam tidak membenarkan riba dalam bentuk apapun walaupun keduanya sama-sama rela, kecuali dalam bentuk bonus atau bentuk terima kasih peminjam kepada yang meminjami. Riba bermakna pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Share:

Asuransi ngga penting selama corona?


Corona membuat setiap negara berpikir untuk merevisi target pertumbuhan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 2,3 persen, jauh di bawah prediksi pra-virus corona sebesar 5 persen.

Koreksi target ekonomi sejalan dengan menurunnya rantai pasokan bahan baku dan permintaan barang jadi di industri manufaktur. Industri rumah tangga pun terganggu. Restoran hanya melayani take away. Kedai kopi tutup. Bahkan indomaret, alfamart, dan sejenisnya membatasi jam operasionalnya.

Dengan keadaan tersebut, apakah asuransi masih perlu? Menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu tau apa itu asuransi. Menurut KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Dengan premi yang sangat kecil, asuransi melindungi aset nilainya ribuan kali lipat dari premi yang kamu bayarkan.

Lantas, apakah corona ini membuat risiko aset kita berkurang? Tentu, risiko tidak pernah hilang. Karena pengunjung berkurang, misalnya, bukan berarti hotel ataupun shopping center tidak lagi punya risiko atau mobil dan motor kamu bebas dari bahaya. Risiko banjir dan gempa bumi tetap ada. Bahkan, risiko pencurian dengan kekerasan mungkin meningkat.

Memang ada beberapa risiko yang jauh menurun. Asuransi gadget mungkin akan berkurang potensi klaimnya karena selalu digunakan di rumah. Demikian pula dengan mobil dan motor kamu. Karena jarang digunakan, risiko kecelakaan menjadi berkurang.

Lantas, apakah asuransi menjadi tidak penting selama Corona? Silakan berkomentar di kolom komentar dan kita bisa berdiskusi lebih lanjut.

aan // gambar dari Finance.Detik.com
Share:

Cara Pembatalan Polis Asuransi Perjalanan Akibat Corona


Sejumlah penerbangan internasional semenjak Januari 2020 lalu terganggu akibat mewabahnya virus corona atau Covid-19. Akibatnya penumpang harus menanggung risiko yang timbul, mulai dari batalnya pertemuan hingga tertundanya jadwal yang disusun.

Polis asuransi perjalanan merupakan salah satu polis yang tidak bisa dibatalkan untuk sebagian besar perusahaan asuransi. Tidak hanya karena periode asuransinya yang pendek, preminya juga relatif kecil.

Imbas corona ini, beberapa asuransi memberikan kebijakan khusus terkait pembatalan polis asuransi. Berikut ini adalah beberapa syaratnya:

Sebelum tanggal efektif
Pembatalan Polis Anda harus dilakukan sebelum tanggal efektif Polis. Tanggal efektif polis biasanya merupakan tanggal keberangkatan. Anda tidak bisa membatalkan polis yang sudah aktif karena benefit asuransi perjalanan sudah berjalan dan risiko-risiko yang dijamin dalam polis Anda sudah tercover.

Belum pernah klaim
Tidak ada pengajuan klaim atas manfaat pembatalan perjalanan. Untuk polis Perjalanan Jamak (Tahunan), premi akan dikembalikan berdasarkan persentase jika tidak ada pengajuan atau pelaporan klaim selama periode pertanggungan berlaku. Tabel prosentase pengembalian preminya adalah sbb:
Pembatalan Polis% Pengembalian
Tidak Lebih Dari 2 Bulan60%
Tidak Lebih Dari 3 Bulan50%
Tidak Lebih Dari 4 Bulan40%
Tidak Lebih Dari 5 Bulan30%
Tidak Lebih Dari 6 Bulan25%
Lebih Dari 6 Bulan0%
Maka, segera lakukan permohonan pembatalan polis jika Anda yakin bahwa Anda tidak akan bepergian.
Share:

Penundaan Pembayaran Premi Akibat Covid-19 : Bagimana cara mengajukan?


Tepat pada tanggal 30 Maret 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan surat bernomor S-11/D.05/2020. Surat ini berisi Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Bagi Perusahaan Perasuransian. AAUI merespon surat OJK tersebut dengan surat edaran SE-No.42/AAUI/2020, 1 April 2020. Singkatnya, OJK dan AAUI memberikan beberapa kelonggaran kepada perusahaan asuransi terkait beberapa hal sebagai respon atas Covid-19. 

Salah satu hal yang penting bagi perusahaan asuransi adalah relaksasi pembatasan pada Aset Yang Diberkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tagihan premi, dari 2 (dua) bulan menjadi 4 (empat) bulan. Pembatasan 2 (dua) bulan atau 60 hari ini menjadikan batas waktu tertanggung, agen, atau broker untuk melakukan pembayaran premi tidak lebih dari 60 hari.

Nah, dengan adanya relaksasi tersebut, sebenarnya tidak ada alasan bagi perusahaan asuransi untuk menolak pengajuan penundaan pembayaran premi juga. Jika Anda beruntung, maka Anda bisa mendapatkan relaksasi pembayaran premi s.d. 90 bahkan 100 hari sejak periode polis.

Bagaimana cara mengajukannya? Akademi Asuransi memberikan beberapa cara agar Anda mendapatkan benefit tersebut

Pastikan Anda terdampak
Sebelum mengajukan penundaan pembayaran, pastikan Anda yakin bahwa Anda atau bisnis Anda terdampak pandemi virus corona ini. Jika Anda kesulitan mendapatkan bahan baku; jika omset Anda turun; jika Anda kesulitan dalam menggaji karyawan, berarti Anda terdampak covid-19. Jika tidak, segeralah membayar premi. Menunda pembayaran berarti menunda utang. Anda harus tahu bahwa saat klaim terjadi, Anda wajib melakukan pembayaran premi jika mau klaimnya segera diproses. 

Buat list polis yang outstanding
Pastikan Anda mengetahui polis-polis asuransi mana saja yang preminya belum terbayar (outstanding). Dari situ akan terlihat polis mana saja yang segera jatuh tempo dan membutuhkan relaksasi pembayaran premi. Polis-polis yang masih dalam tenggang waktu pembayaran cukup lama pun dapat Anda ajukan bersamaan dengan polis lainnya, walau tidak terlalu perlu. Anda juga perlu melihat polis mana yang harus dibayarkan telebih dahulu tanpa meminta perpanjangan pembayaran



Membuat surat permohonan
Buatlah surat permohonan kepada perusahaan asuransi, dengan menyebutkan nomor polis Anda. Alasan permohonan perlu Anda masukkan. Tidak lupa, tulis komitmen Anda kapan akan melunasi tunggakan premi. Pastikan Anda mendapatkan persetujuan dari asuransi terkait penundaan pembayan premi tersebut ya.

Dengan mendapatkan persetujuan dari asuransi, klaim-klaim yang terjadi selama periode tersebut tetap dianggap sebagai klaim yang sah. 

$4an
Share:

Bagaimana Agar Business Interruption Cover Covid-19?


Covid-19 mewabah di seluruh dunia. Virus Covid-19 menyebar melalui berbagai perantara, baik itu uang kertas, plastik, besi, kain dan sebagainya. Fasilitas publik dan tempat hiburan terpaksa ditutup. Pabrik-pabrik yang tidak berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, logistik, dan obat-obatan juga disarankan tutup. Tentunya, ini menyebabkan penurunan turnover dari perusahaan-perusahaan yang membeli polis Property All Risk Section I dan Section II sekaligus?

Untuk dapat menjamin covid-19, Polis perlu mencantumkan infectious or contagious disease, food or drink poisoning; murder, suicide policy extension clause. Klausa tersebut ditunjukan dalam wording sebagai berikut:

“Loss as insured by this Policy resulting from interruption of or interference with the business directly arising from an occurrence or outbreak at the Insured’s premises only and limited to :

Closure or evacuation of the whole or part of the Premises by order of any Government, Local Government or other Statutory Authority consequent upon :

  • (a) Any occurrence of Notifiable Disease (as defined below) at the Premises, (b) Any discovery of an organism at the Premises likely to result in the occurrence of a Notifiable Disease,
  • Food or drink poisoning
  • The discovery of vermin or pests at the Premises,
  • Defects in the drains or other sanitary arrangements at the Premises,
  • Any occurrence of murder or suicide at the Premises,shall be deemed to be loss resulting from Damage to the property used by the Insured at the Premises.”

Dalam konteks COVID-19, klausa di atas memungkinkan pihak asuransi mengganti kerugian bisnis yang dialami tertanggung akibat ditutupnya tempat usaha tertanggung oleh pemerintah sebagai akibat dari adanya “Notifiable Disease” di wilayah tempat usaha tertanggung. Dengan demikian, terdapat setidaknya tiga syarat yang harus dipenuhi agar gangguan usaha akibat penyebaran COVID-19 dapat ditanggung oleh pihak asuransi.

Syarat pertama adalah terkait dengan penutupan usaha akibat dari outbreak yang terjadi. Gangguan bisnis dapat ditanggung apabila penutupan tempat usaha tersebut dilakukan atas dasar instruksi dari pemerintah. Apabila penutupan usaha dilakukan atas dasar inisiatif dari pemiliki atau pelaku usaha dalam rangka mencegah penyebaran penyakit, maka kerugian yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggung oleh asuransi[6].

Syarat yang kedua adalah COVID-19 harus masuk ke dalam kategori Notifiable Disease. Dalam klausa tersebut, Notifiable Disease didefinisikan sebagai suatu jenis penyakit yang berdasarkan peraturan perundangan harus dilaporkan ke pemerintah yang berwenang. Notifiable Disease ini tidak termasuk SARS, AIDS, H5N1, H1N1 dan mutase dari H1N1. Dengan demikian, apabila secara medis dinyatakan bahwa COVID-19 masih tergolong dalam penyakit SARS, COVID-19 tidak bisa masuk ke dalam kategori Notifiable Disease. Sehingga, pihak asuransi tidak bertanggung jawab atas pertanggungan gangguan bisnis.

Selain itu, masih terkait dengan Notifiable Disease, waktu ketika pemerintah menyatakan bahwa COVID-19 sebagai Notifiable Disease juga sangat penting sebagai acuan dalam menentukan kapan klausa ini bekerja. Apabila gangguan bisnis sudah terjadi sebelum pemerintah menyatakan COVID-19 sebagai Notifiable Disease, maka kerugian yang terjadi tidak dapat ditanggung[6]. Sebagai contoh, kasus SARS yang terjadi di Hongkong sejak Februari 2003 menyebabkan banyak hotel yang melakukan klaim gangguan bisnis kepada pihak asuransi. Pemerintah Hongkong memberikan status Notifiable Disease untuk SARS pada tanggal 27 Maret 2003. Dengan demikian, pihak asuransi menolak klaim gangguan bisnis yang terjadi sebelum tanggal 27 Maret 2003[7,8]. Sebagai tambahan informasi, Inggris menyatakan COVID-19 sebagai Notifiable Disease pada tanggal 5 Maret 2020[9].

Syarat yang ketiga adalah Notifiable Disease harus terkonfirmasi menjangkiti tempat usaha yang menjadi objek pertanggungan. Terjangkitnya Notifiable Disease pada suatu premis dapat ditandai dengan adanya karyawan yang terkonfirmasi positif COVID-19. Umumnya, setelah adanya informasi mengenai terjangkitnya Notifiable Disease pada suatu tempat usaha, tempat usaha tersebut akan segera ditutup (lockdown) untuk kemudian dilakukan pembersihan secara menyeluruh.

Share:

Asuransi Property: Apakah kerugian bisnis akibat Covid-19 ditanggung oleh asuransi?



Covid-19, suka atau tidak, memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian. Dilansir dari berita CNBC (11/04/2020), 1,5 Juta Masyarakat RI Kehilangan Pekerjaan karena COVID-19.

Pengusaha merugi karena pasokan dan permintaan menurun. Dua sektor industri yang terdampak diantaranya adalah farmasi dan tekstil. Kedua sektor tersebut selama ini mendapatkan supply bahan baku dari Tiongkok. Sebagai contoh, sebanyak 60-62% supply bahan baku untuk industri obat-obatan berasal dari provinsi Hubei yang merupakan episentrum dari penyebaran COVID-19. Ketidakpastian pengiriman bahan baku tersebut tentunya dapat menyebabkan gangguan bisnis pada para pelaku industri.

Lantas, apakah kerugian bisnis akibat Covid-19 ditanggung oleh asuransi dalam polis asuransi property? Dalam polis Property All Risk, kerugian akibat gangguan bisnis merupakan salah satu objek yang dipertanggungkan dalam Section II polis PAR Munich Re wording. Dalam wording, gangguan bisnis dijamin apabila disertai dengan kerusakan / kehilangan properti yang dijamin dalam Section I. Hal ini tercantum dalam wording:

The insurer shall indemnify the insured for a loss of the interest insured unless specifically excluded if at any time during the period the property insured under the property damage section suffers loss or damage indemnifiable under the property damage section or which would have been indemnifiable under the property damage section but for the application of a deductible, thereby causing an interruption of or interference with the business insured.”

Gangguan bisnis yang terjadi akibat kasus pandemi COVID-19 tidak melibatkan adanya kerusakan atau kehilangan material yang dialami oleh pelaku bisnis. Artinya, jika polis yang digunakan dalam suatu penutupan asuransi adalah polis Munich Re standar, kerugian yang timbul akibat gangguan bisnis tersebut tidak dapat ditanggung oleh pihak asuransi.

Selain itu, perlu juga dicatat bahwa segala kerugian yang disebabkan oleh penyakit menular (infectious diseases), seperti halnya COVID-19, tidak dapat ditanggung karena masuk ke dalam pengecualian standar yang berlaku secara umum. Beberapa asuransi kini mencantumkan klausul "Pandemic/ Epidemic/ Coronavirus Disease Exclusion Clause",  untuk mempertegas general exclusion yang ada dalam wording.

 Aan / Bogor / 27 Apr 2020
Share:

Pandemic/ Epidemic/ Coronavirus Disease Exclusion Clause


Notwithstanding any provision to the contrary within this insurance policy or any endorsement thereto, it is agreed that this Insurance shall exclude any loss (multiple or single), claim, damage, bodily injury, liability, business interruption, loss of profit or any other consequential losses, cost or expense of whatsoever nature directly or indirectly caused by, arising out of, resulting from or in connection with an actual, or perceived, or fear of, an epidemic or pandemic (whether declared or not as such by the competent authorities), or infectious disease including but not limited to:

a)    Coronavirus disease (COVID-19);
b)    Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2);
c)    Any mutation or variation of the above.

This Insurance  also excludes any loss, claim, damage, bodily injury, liability, business interruption, loss of profit or any other consequential losses, cost or expense of whatsoever nature directly or indirectly caused by, arising out of, resulting from or in connection with any action taken or failure to take action in controlling, preventing, suppressing or in any way relating to such epidemic, pandemic, or infectious disease or any mutation or variation thereof.

Share:

Daftar Fuse Pro & Raih Keuntungan Berlipat

Apakah Anda berminat untuk mendapatkan keuntungan berlipat dari berjualan Asuransi? Fuse Pro memberikan kemudahan bagi Anda untuk menjual produk-produk asuransi. Anda pun bisa mendapatkan passive income dengan mengajak teman dan sahabat Anda untuk mendaftar Fuse Pro. Anda akan mendapatkan downline bonus sebesar 10% dari komisi yang mereka dapatkan. Tunggu apa lagi? Daftar di sini sekarang!



Cara Register Fuse Pro
Cara Mendaftar Fuse

Share:

Ujian CGI dan LSPP AAMAI Diundur ke Juni 2020


Ujian CGI dan LSPP AAMAI Diundur ke bulan Juni 2020 untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Berikut ini adalah pengumuman yang ada dalam website AAMAI:

Sehubungan dengan situasi dan kondisi penyebaran virus Covid-19 dan dengan adanya himbauan dari peserta uji serta untuk menghindari hal-hal yang tidak di harapkan ujian AAMAI dan LSP AAMAI DIUNDUR MENJADI TANGGAL 15, 16 dan 17 Juni 2020.


Sebagian dari Anda pasti senang karena punya lebih banyak waktu untuk belajar. Namun untuk yang sudah siap jangan terlalu kecewa ya. Keselamatan Anda dan teman-teman seperjuangan Anda di AAMAI lebih penting dari segalanya.

Jangan lupa, www.akademiasuransi.org menyediakan soal-jawab ujian LSPP AAMAI untuk ujian Juni nanti. Silakan cek buku-bukunya di sini ya: https://www.akademiasuransi.org/search/label/Buku

Semangat belajar & jaga kesehatan selalu.
Share:

Dokumen Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA)

Certificate Of Origin (COO) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan suatu dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam suatu perjanjian antar negara baik perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Dokumen tersebut fungsinya sebagai “surat keterangan” yang menyatakan bahwa barang yang diekspor (atau diimpor) berasal dari suatu negara yang telah membuat suatu kesepakatan (agreement) dengan negara tersebut. Biasanya agreement tersebut berkaitan dengan skema Free Trade Area dalam perdagangan internasional.



Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan dokumen yang dibuat oleh eksportir (seller) dan disertakan pada saat mengirim / mengekspor barang ke suatu negara tertentu dimana negara penerima barang tersebut telah menyepakati suatu perjanjian untuk memberikan suatu kemudahan bagi barang dari negara asal (origin) untuk memasuki negara tujuan tersebut, sebagai contoh kemudahan berupa keringanan bea masuk atau dengan kata lain fasilitas preferensi berupa pembebasan sebagian atau keseluruhan bea masuk impor yang diberikan oleh negara tertentu. Selain itu SKA juga berfungsi sebagai dokumen yang menerangkan bahwa barang ekspor tersebut benar-benar berasal, dihasilkan atau diolah di negara asal yang disebutkan di dalamnya.

Beberapa istilah yang perlu dipahami mengenai Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) :

SKA Preferensi
Adalah suatu fasilitas preferensi yang diberikan oleh negara atau kelompok negara tertentu bagi produk-produk yang memenuhi syarat berasal dari suatu negara dalam bentuk penurunan atau pembebasan tarif bea masuk. Yang tergolong dalam jenis SKA preferensi ini adalah Form A, Form D, Form E, Form AK, Form IJEPA, Form Handicraft Products, dan Form ICC.

SKA Non Preferensi
Adalah jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan atau dokumen penyerta asal barang yang diikutsertakan pada barang ekspor untuk dapat memasuki negara atau kelompok negara lain tanpa mendapat fasilitas penurunan atau pembebasan bea masuk negara tujuan. Yang tergolong dalam jenis SKA Non Preferensi adalah: Form B, Form Coffee (ICO), Form K Form Textile Product (TP) dll.

Formulir SKA (Form SKA)
Merupakan formulir yang berisi daftar isian SKA yang telah ditetapkan baik dalam bentuk, ukuran kertas, warna kertas dan ketentuan lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian dengan negara atau kelompok negara lain. Biasanya formulir ini telah dicetak dan tersedia disetiap Instansi Penerbit SKA.

Instansi Penertbit Surat Keterangan Asal (IPSKA)
Merupakan lembaga atau Instansi yang bewenang untuk menerbitkan SKA yang telah disepakati oleh negara – negara yang telah membuat perjanjian. Khusus di Indonesia, IPSKA ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan

Ketentuan Asal Barang
Merupakan suatu ketentuan administrasi yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan bahwa produk yang diekspor benar-benar dari negara asalnya atau negara tertentu.
Cara perolehan produknya bisa berupa seluruhnya berasal dari negara pengekspor (wholly obtained goods) dan atau produk telah mengalami perubahan bentuk yang mendasar (substantial transformation)

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Merupakan dokumen kepabeanan yang digunakan untuk memberitahukan adanya kegiatan ekspor barang ke negara tertentu atau dengan kata lain dokumen yang digunakan untuk pencatatan kegiatan ekspor barang.

Bill of Ladding (B/L) dan Air Way Bill (AWB)
Merupakan dokumen bukti tanda terima barang dan atau pemilikan barang dan sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan barang yang dikeluarkan oleh maskapai pelayaran (B/L) atau penerbangan (AWB).

Invoice
Merupakan dokumen yang dibuat oleh eksportir mengenai jenis, spesifikasi barang, jumlah dan harga barang yang diekspor (Faktur Perdagangan).

Sales Contract (Kontrak jual beli)
Merupakan dokumen bukti kesepakatan eksportir dan importir mengenai perjanjian jual beli dan syarat yang telah disepakati dan bersifat mengikat kedua belah pihak.

Manfaat COO / SKA
Berikut ini adalah manfaat dari COO/SKA:
1. Untuk mendapatkan preferensi berupa penurunan atau pembebasan tarif bea masuk ke suatu atau kelompok negara.
2. Sebagai dokumen atau tiket masuk komoditi ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor.
3. Untuk mengetahui atau menetapkan negara asal barang (country of origin) suatu barang ekspor.
4. Untuk memenuhi persyaratan pencairan Letter of Credit (L/C) terhadap pembiayaan ekspor yang menggunakan L/C.
5. Sebagai salah satu alat untuk pelacakan jika terjadi tuduhan dumping
6. Untuk keperluan data statistik perdagangan ekspor impor.

Untuk biaya resmi pengurusan / pembuatan SKA di Indonesia cukup murah, jika kita merujuk ke peraturan resminya biaya pembuatan SKA tidak lebih dari Rp.10.000, Rp.30.000,-. Namun jika kita menggunakan jasa pihak ketiga untuk pembuatannya maka kita akan membayar biaya jasa mereka, tarif yang dikenakan biasanya berkisar Rp.100.000 – Rp.500.000 untuk sekali pengurusan SKA. Dan untuk pembuatan atau pengurusan SKA pada saat ini juga sudah bisa dilakukan  secara online yaitu melalui web : www.e-ska.kemendag.go.id.

Sumber: https://www.blog.eksporimpor.com/mengenal-dokumen-certificate-of-origin-coo-atau-surat-keterangan-asal-ska.html 
Share:

Insurance Act 2015: apa yang berubah & yang perlu diketahui?


Pemberlakuan yurisdiksi dan hukum Inggris masih menjadi suatu kenyataan penting yang (harus) disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam kontrak asuransi.

Tidak hanya dalam praktek, dalam teori pun, aspek-aspek hukum Inggris masih tetap menjadi salah satu bahasan yang harus dipelajari oleh praktisi asuransi karena kitab yang jadi rujukan adalah “Marine Insurance Act 1906“.

Meski nama Undang-Undang (lama) ini menyandang kata “marine” tapi konsepnya secara umum berlaku untuk semua “class of bussines”.

Undang-Undang lama ini dinilai sudah “seriously out of date” sehingga mengharuskan pihak-pihak yang berkepentingan di Inggris untuk mereformasi Undang-Undang tersebut.

Singkatnya, hasil reformasi MIA 1906 ini sekarang sudah menjadi Undang-Undang baru hasil proses legislasi dengan nama “Insurance Act 2015”.

“Insurance Act 2015” sudah dirilis sejak tanggal 12 Februari 2015 dan akan mulai diberlakukan mulai tanggal 12 Agustus 2016 untuk semua kontrak asuransi. RUU Asuransi ini pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada tanggal 17 Juli 2014.

Undang-Undang baru ini merupakan hasil evaluasi bersama oleh Komisi Hukum Inggris dan Komisi Hukum Scotlandia dalam hal hukum asuransi. MIA 1906 oleh Komisi Hukum dinilai terlalu “insurer-friendly” dan pembatasan bagi penanggung untuk dapat menghindar dari tanggung jawab terlalu luas.

Oleh pemerintah Inggris, Undang-Undang baru ini disebut sebagai “the biggest reform to insurance contract law in more than a century”.

Undang-Undang baru ini didisain untuk memberikan kerangka berpikir yang lebih “up to date” dalam asuransi komersial dengan tujuan untuk:

“at ensuring a better balance of interests between policyholders and insurers”.

Sehingga diharapkan akan tercapai transparansi dan kepastian atas aturan-aturan yang mengatur kontrak komersial antara pemegang polis dan penanggung.

Undang-Undang ini memperkenalkan beberapa perubahan substansial & sebagai pengganti Marine Insurance Act (MIA) 1906 yang berlaku terhadap polis-polis komersial, baik “marine” ataupun “non marine”.

Dari sekian banyak ulasan oleh pakar atau pengamat atau praktisi hukum dari berbagai sudut pandang, Penulis coba ringkas sedikit penjelasan yang mudah dipahami, yaitu:

“Disclosure”
UU yang baru mengganti kewajiban pengungkapan “duty of disclosure” oleh tertanggung dengan persyaratan tertanggung harus membuat “fair presentation of the risk”.

Ini berarti bahwa penanggung tidak lagi punya hak untuk membatalkan kontrak asuransi jika terjadi pelanggaran atas doktrin “duty of utmost good faith”.

Broker, yang bertindak mewakili kepentingan tertanggung juga tidak lagi tunduk pada aturan lama mengenai “duty of disclosure”.

“Warranties”
Berdasarkan hukum yang masih berlaku, pelanggaran atas “warranty” akan membebaskan penanggung dari semua tanggung jawab menurut kontrak asuransi, meskipun pelanggaran tersebut sepele dan tidak berhubungan dengan klaim yang diajukan oleh tertanggung.

Berdasarkan Undang-Undang yang baru, penanggung tidak bisa bergantung pada pelanggaran “warranty” jika tidak berhubungan dengan klaim.

Malah “warranty” akan memiliki efek suspensif sedemikian rupa bahwa penanggung hanya dapat bergantung pada “warranty” yang dilanggar oleh tertanggung. Penanggung akan kembali “on risk” jika pelanggaran tersebut sudah diperbaiki/dikoreksi.

“Remedy” bagi penanggung dalam hal terjadi “fraudulent claims”.
Jika menurut MIA 1906 jika terjadi “fraud” tertanggung dapat kehilangan seluruh klaim & penanggung dapat membatalkan seluruh kontrak, tapi menurut UU yang baru penanggung tidak dapat dimintakan tanggung jawab untuk klaim yang terkait “fraud” dan dapat meminta tertanggung mengembalikan jumlah yang sudah dibayar untuk klaim yang terkait “fraud” dan menghentikan kontrak sejak terjadi “fraud” serta menahan premi.

Penting juga untuk dicatat bahwa UU 2015 ini membedakan antara “consumer insurance contract” dan “non-consumer insurance contract”.

Namun demikian UU baru ini tetap memerlukan waktu untuk pembuktiannya di pengadilan guna mendapatkan pemahaman yang lebih baik, bagaimana UU ini diinterpretasikan dan diberlakukan di berbagai kasus yang berbeda.


Insurance Act 2015

(Dirangkum dari berbagai sumber)

Oleh Novy Rachmat – Praktisi Asuransi Marine

Email : novy.rachmat@kbru.co.id

Email : novy.rachmat@gmail.com

Disalin dari Ahli Asuransi

Share:

Labels

News (621) Clause (338) aamai (98) Buku (82) LSPP (79) Artikel Afrianto (78) Soal AAMAI (75) OJK (65) Engineering Clause (60) AAAIK (59) C Clause (55) A Clause (44) P Clause (43) Soal Jawab (40) S Clause (37) D Clause (35) Banjir (31) 102 (29) R Clause (28) 101 (27) Clause Liability (27) Istilah (27) 103 (26) CAR Clause (26) E Clause (25) Pengetahuan (25) L Clause (23) Praktek Bisnis (23) reasuransi (23) Klausul (22) Marine Cargo (22) pengertian (22) liability insurance (21) Headline (20) asuransi kebakaran (20) I Clause (19) Risk Management (18) Clause PAR (17) F Clause (17) M Clause (17) B Clause (16) asuransi syariah (16) Clause Property (15) Syariah (15) klaim (15) Marine Hull (14) Prinsip Asuransi (14) Asuransi Mikro (13) 104 (12) 201 (12) N Clause (12) O Clause (12) Surety Bond (12) cargo (12) pengantar asuransi kerugian komersil (12) Asuransi kendaraan bermotor (11) Clause Marine (11) Motor Car (11) prosedur klaim (11) 303 (10) Hukum Asuransi (10) Jasindo (10) PA (10) asuransi kecelakaan diri (10) asuransi personal (10) KOMPAS001 (9) Magang Beasiswa (9) contractor (9) hull (9) 108 (8) BPJS (8) BUMN Reasuransi (8) Business Interruption (8) dikecualikan (8) micro insurance (8) perluasan jaminan (8) Directors’ And Officers’ Liability (7) Engineering (7) FAQ OJK (7) Insurance Day (7) Jiwasraya (7) Merger (7) Peringkat Asuransi (7) Risk Management Calculations (7) erection (7) fidelity (7) kebongkaran (7) pengirimanuang (7) 106 (6) Bali Rendezvous (6) Maritime Convension (6) Regulasi (6) dijamin (6) penyimpananuang (6) 107 (5) Asuransi Kredit (5) Asuransi Pertanian (5) Broker (5) Case Study (5) IGTC (5) LEG Clause (5) asuransi properti (5) marketing (5) objek pertanggungan (5) polis (5) premi (5) Asuransi Ternak (4) Benefit (4) CGI (4) Contoh (4) Gempa (4) Kendaraan (4) Money Insurance (4) Nelayan (4) Online Marketing (4) Perlindungan Konsumen (4) Produk (4) Sejarah (4) Survey Report (4) brand (4) investasi (4) jenis (4) jenis jaminan (4) limit pertanggungan (4) risiko (4) Asuransi Perjalanan (3) BJPS (3) Bencana (3) CPM / HE (3) Chubb (3) Contractor Plant and Machinery (3) Deductible BI (3) Forwarder Liability (3) G Clause (3) Hukum Dagang (3) Hukum Ketenagakerjaan (3) ICC 1982 (3) ICC 2009 (3) Iklan (3) Incoterms (3) Maipark (3) Pesawat (3) Professional Indemnity (3) Prudential (3) Sengketa Asuransi (3) Sinar Mas (3) hukum (3) periode pertanggungan (3) public liability (3) struktur polis (3) Asuransi Jiwa Jaminan (2) Asuransi Politik (2) Asuransi Sosial (2) Asuransi Tanaman (2) Bank Garansi (2) Bukopin (2) Bumi Asih (2) Clause Motor Car (2) Custom Bond (2) Fronting Company (2) GDEAI (2) Galeri Foto (2) Great Eastern (2) H Clause (2) Hukum Perdata (2) Izin Usaha (2) Kebijakan (2) Khusus (2) Kurikulum Asuransi (2) Market (2) Media Asuransi (2) Opini (2) PMA (2) PSAK 62 (2) Personal Accident (2) Perusahaan atau Korporasi (2) Professional Liability (2) RSKKNI (2) Rangkuman (2) Reportase (2) SPPA (2) Sertifikasi Agen (2) Soal (2) Stockthroughput (2) Undang-undang (2) asuransi tradisional (2) aturan pemerintah (2) danaACA (2) dokumen pendukung (2) ganti rugi (2) harga pertanggungan (2) ifrs (2) indemnity (2) ketentuan (2) kontribusi (2) liability (2) perkecualian (2) product liability (2) rating (2) sharing (2) subrogasi (2) 105 (1) 202 (1) 302 (1) 304 (1) 401 (1) AXA Mandiri (1) Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (1) Asuransi Migas (1) Asuransi Parkir (1) Asuransi Petani (1) Asuransi Peternak (1) BRI (1) BTN (1) Badai Sandy (1) Banker Clause (1) Boiler and Pressure Vessel (1) Bosowa (1) Bringin Life (1) Bumiputera Life (1) Burglary Insurance (1) Cakrawala Proteksi (1) Cigna (1) Ciputra (1) Commonwealth Life (1) Contractor Allrisk (1) Daftar Perusahaan Asuransi (1) DanaGempa (1) DanaRumah (1) Dayin Mitra (1) Ekspor (1) Electronic Equipments (1) Emiten (1) Energi (1) Engineering Fee (1) Erection Allrisk (1) FPG Indonesia (1) File Insurance (1) Financial Planning (1) Forum Diskusi (1) Haji (1) Hanwha Life (1) Himalaya (1) IPO (1) ISO 31000 (1) InHealth (1) Insurance Act 2015 (1) J Clause (1) JKN (1) Jokowi (1) KOMPASANGGI (1) KOMPASMEGA (1) Kanker (1) Kebakaran (1) Kelas Konstruksi (1) Kilasdunia (1) Kinerja Asuransi Umum (1) Korupsi (1) Kupasi (1) LPS (1) Lloyd's (1) Loss Limit (1) Manulife (1) Medi Plus (1) Mitra Maparya (1) Multifinance (1) NMA (1) Obamacare (1) P&I (1) P&I Insurance (1) PAYDI (1) PSKI (1) Pailit (1) Pasar Senen (1) Penerbangan (1) Pertambangan (1) Perubahan Iklim (1) Powerpoint (1) Pungutan OJK (1) RBC (1) Ritel (1) SDM (1) Sadar Asuransi (1) Slide (1) asuransi warisan (1) aturan (1) bapepam-lk (1) biaya (1) biro klasifikasi (1) business (1) definisi (1) fungsi asuransi (1) insurable interest (1) jaminan (1) judi (1) kapal (1) komposisi (1) kurs valas (1) kyc (1) laik (1) manfaat asuransi (1) modifikasi (1) ownrisk (1) pemasaran (1) penutupan asuransi (1) perlengkapan tambahan (1) product guarantee (1) proximate cause (1) sistem pemasaran asuransi (1) strategi pemasaran (1)

Blog Archive

Recent Posts